AKIBAT dari luasnya cakupan masalah dan banyaknya fihk-fihak yang jadi pemangku kepentingn, maka seakan masalah logistik tak pernah kunjung tuntas. Oleh karena itu, wajar bila Supply Chain Indonesia (SCI) mengatakan bahwa tarif angkutan barang dengan kereta api (KA) lebih mahal dari biaya angkut menggunkan truk. Setijadi Chairman SCI berucap: “Berdasar analisis SCI untuk rute Jakarta-Surabaya, misalnya, biaya DTD dengan KA barang 12,8% lebih mahal daripada trucking”.
Menurutnya, untuk rute Jakarta-Surabaya, biaya KA sendiri hanya sekitar 58% dari total biaya, dan selebihnya adalah biaya trucking dari lokasi asal ke stasiun awal dan dari stasiun akhir ke tujuan akhir. Pada saat ini, pengangkutan barang belum dilakukan secara imbang antar moda transportasi. Dari tiga moda transportasi, yang paling banyak digunakan untuk pengangkutan barang, moda transportasi jalan sekitar 91,3%, moda transportasi laut sekitar 7,6%, dan moda transportasi kereta api (KA) hnya sekitar 1,1%.
“Untuk transportasi darat, pemerintah konsisten mendorong penggunaan KA untuk
pengangkutan barang. Namun, pada saat ini moda KA masih belum mampu bersaing dan kurang diminati pengguna jasa, karena pertimbangan efisiensi waktu dan biaya apabila
dibandingdengan moda transportasi lewat trucking,” ungkapnya.
Namun begitu, SCI memberikan apresiasi kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) (KAI) yang terus berupaya melakukan perbaikan dan pengembangan untuk meningkatkanminat penggunaan KA barang. Setijadi mengemukakan, salah satu perbaikan yang perlu dilakukan berkaitan dengan masalah inefisiensi waktu dan biaya karena double handling. Jelasnya: “KAI perlu melakukan pembenahan manajemen penanganan barang di stasiun, termasuk penyediaan fasilitas berupa gudang, lapangan penumpukan, dan peralatan untuk bongkar muat yang memadai dan peningkatan proses penanganan barang untuk persingkat waktu bongkar muat”.
Setijadi juga menjelaskan, peningkatan penggunaan KA barang, berpotensi memberi beberapa manfaat lain. Antara lain penurunan tingkat kepadatan lalu lintas di jalan utama, dan timbulnya potensi kecelakaan di jalan akibat muatan lebih. Selain itu akan diperoleh penurunan tingkat kerusakan jalan dan polusi udara. Dari sisi pengguna KA barang, tidak hanya mempertimbangkan biaya KA antar kota (station-to-station/STS), namun biaya end-to-end (door-to-door/DTD) dari lokasi asal hingga lokasi tujuan akhir.
“Untuk itu, operator KA harus meningkatkan pelayanan dari yang berorientasi STS ke DTD” pungkasnya.***ERICK A.M.