Jakarta, Maritim
Dalam upaya untuk memperdalam struktur industri berbasis nikel, di mana saat ini belum banyak industri hilirnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperi ) mendorong investasi di sektor pengolah mineral yang tidak terbatas pada produk hulu olahan nickel ore saja.
“Tapi juga peluang investasi pengembangan industri hingga ke sektor hilir. Yakni, dalam bentuk stainless steel product atau aplikasi paduan nikel lainnya, yang kini belum diproduksi di dalam negeri,” kata Direktur Pengembangan Wilayah Industri I, Ditjen Pengembangan Perwilayahan Industri (PPI), Kemenperin, Arus Gunawan, kepada wartawan di ruang kerjanya, kemarin.
Apa yang diungkapkan Arus Gunawan tersebut, adalah menyusul dilakukannya Peletakan Batu Pertama Pembangunan Smelter milik PT MBG Nikel Indonesia, pada 2 Januari 2018 lalu. Yaitu berupa investasi Korea Selatan senilai hampir Rp75,5 triliun di Bumi Sulawesi. Tepatnya berlokasi di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Lahan yang digunakan untuk pembangunan pabrik smelter seluas 314 hektare. Menyerap tenaga kerja Indonesia hingga ribuan orang. Memiliki kapasitas produksi 160.000 ton per tahun. Rencananya, pembangunan pabrik smelter dari anak usaha PT Made By Good (MBG) Group itu, akan selesai dalam waktu tiga tahun. Setelah itu baru melakukan produksi perdana.
Pada kesempatan peletakan batu pertama di lokasi, hadir Direktur Pengembangan Wilayah Industri I Arus Gunawan, Bupati Konawe Utara Ruksamin, Presdir PT MBG Group Lim Dong Pyo dan Komisaris PT MBG Nikel Indonesia Jang Jongsoo.
Saat memberikan sambutan, Arus menyampaikan, bahwa Kemenperin mengucapkan selamat dan apresiasi kepada Direksi PT MBG Nikel Indonesia dan Pemda Konawe Utara atas inisiasi smelter nikel ini. Sehingga ke depannya, seluruh investasi dapat direalisasikan sesuai rencana dan tepat waktu, agar produksi pertama dapat dilakukan secara komersial.
“Pembangunan pabrik smelter di Konawe Utara ini, adalah investasi terbesar kedua di daratan Sulawesi setelah Morowali, di mana saat itu pabrik smelter Morowali menghabiskan investasi sampai Rp78 triliun. Tapi kini realisasi Morowali telah mencapai Rp90 triliun,” ungkap Arus.
Yang lebih menarik lagi, ujarnya, investor asal Korea Selatan mengajak industri dalam negeri dalam kerja sama. Apalagi, mereka akan memakai teknologi dari Jerman, sehingga anak bangsa bisa mengambil pelajaran dari itu.
“Ini yang menarik. Pihak investor tambang Korea Selatan mengajak pengusaha dalam negeri dalam bekerjasma,” katanya.
Arus berharap, pembangunan smelter PT MBG Nikel Indonesia tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi industri berbasis nikel nasional, tapi juga dapat dikembangkan jadi penarik bagi investasi downstream industry dari PT MBG Group.
Sehingga ke depannya, industri ini dapat lebih berperan dalam perekonomian daerah, nasional dan memberikan dampak langsung terhadap peningkatan daya saing produk dalam negeri.
Sementara Presdir PT MBG Group, Lim Dong Pyo, mengutarakan rasa haru atas proses penyambutan delegasi sebanyak 196 orang oleh pihak Pemkab Konawe Utara.
“Semoga kehadiran pabrik pemurnian nikel ini menciptakan lapangan kerja di Konawe Utara dan mampu mendongkrak perekonomian masyarakat. Sekaligus menyerap tenaga kerja dan menekan angka pengangguran,” ucapnya. (M Raya Tuah)