SEBAGAI upaya untuk mengggairahkan kinerja nelayan Indonesia, terdapat sejumlah strategi yang diperlukan, menyusul keluarnya berbagai kebijakan terkait kedaulatan di laut. Strategi itu di antaranya meningkatkan kualitas ikan dan jaminan harga ikan yang pantas. Demikian disampaikan oleh Risyanto Suanda Dirut Perum Perindo, dalam Forum Merdeka Barat 9 bertajuk ‘Kedaulatan Laut dan Industri Perikanan’ di Gedung Serbaguna Kementerian Komuniksi dan Informasi beberapa waktu lalu. Hadir pulasebagai narasumber dalam acara ini, antara lain Nilanto Perbowo Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan & Perikanan KKP, dan Panggah Susanto Dirjen Industri Agro Kemenperin.
Risyanto mencontohkannya dari sudut pandang para nelayan, yang mengharapkan adanya pembeli serta harga yang pantas bagi hasil tangkapan mereka. Ujarnya: “Saya ini anak nelayan. Jadi saya tahu betul seperti apa psikologis nelayan. Yakni, jika mereka sudah menangkap ikan di tengah laut dan kemudian mendaratkan ikannya, mereka berharap ada yang membelinya ikannya dengan harga yang pantas”.
Untuk dapat merealisasikan harapan tersebut, perlu ada strategi meningkatkan kualitas ikan tangkapan. Risyanto mengungkapkan bahwa hal ini sudah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dengan memberikan bantuan kapal-kapal dan biaya untuk melaut.
“Terkait itu pula, Perindo tidak hanya membeli ikan dari nelayan dengan harga yang pantas, tetapi juga menjalin kerjasama operasi, membantu peningkatan kemampuan dan penetahuan nakhoda perikanan, serta memberi biaya operasional. Termasuk meningkatkan alat tangkap yang dimiliki oleh nelayan” kata Dirut Perum Perindo.
Dalam gelaran diskusi trseut, Dirut Perum Perindo akui bahwa kebijakan larangan operasional kapal perikanan asing sejak tahun 2014 membuat BUMN Perikanan, Perum Perikanan Indonesia (Perindo) semakin untung dan berkembang, karena industri perikanan memiliki potensi luar biasa.
“Industri perikanan di Indonesia ini industri yang luar biasa besar. Dengan potensi sekitar 12 juta ton per hari. Kalau ini bisa digeneralisasi menjadi sebuah generate revenue hingga ratusan triliun” ujar Risyanto.
Dijelaskan, untuk potensi perikanan tangkap, dengan adanya kebijakan KKP untuk menyetop ilegal fisihing, maka Perum Perindo hadir di perairan yang dulu dikuasai kapal-kapal asing seperti di Tual (Maluku), Sorong (Papua Barat) dan laut Arafura.
“Sekarang setelah kapal asing tidak ada, kami masuk ke sana untuk menangkap dan collecting ikan. Berkat kebijakan KKP maka sumber daya ikan aman potensinya akan sustain, kemungkinan mendatangkan ikan semakin besar dan berkembang,” ungkapnya.
Perum Perindo, yang beroperasi sebagai pengelola pelabuhan perikanan Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara pada tahun 1990. Mulai tahun 2013 ditugaskan untuk masuk ke perikanan tangkap, budidaya dan perdagangan hasil laut. Selain Perum Perindo, BUMN lainnya yang bergerak di sektor perikanan adalah Perum Perikanan Nusantara.
Merespons kebijakan perikanan nasional, performa Perum Perindo sejak tahun 2014 melejit. Kini mereka mengelola enam pelabuhan perikanan di Pekalongan Jateng, Belawan Sumut, Parigi dan Brondong, keduanya di Jatim. Mulai tahun 2018 akan memiliki 77 unit kapal penangkap dan penampung ikan serta sejumlah lahan tambak udang di Karawang. Adapun Perum Perindo juga aktif membeli ikan langsung ke nelayan dan sentra perikanan di daerah untuk kebutuhan ekspor ikan ke Amerika Serikat.
Risyanto Suanda mengungkap volume perdagangan perikanan pada tahun 2014 baru 16.000 ton dengan nilai Rp 28,5 miliar, meningkat pesat pada tahun 2017 menjadi 25.000 ton dengan nilai Rp 445 miliar. Memungkasi paparan, Dirut Perum Perindo katakan: “Pada tahun 2018 diproyeksikan menjadi 50.000 ton dengan nilai Rp 900 miliar dan tahun 2021 diharap menjadi 250.000 ton denan estimasi nilaiRp 4 triliun. Ke depan, Perum Perindo berharap potensi industri perikanan makin dikembangkan dengan melibatkan lebih banyak sinergi antara kementerian teknis, BUMN dan swasta. untuk lebih mengefisienkan ongkos logistik maupun volume produksi serta kualitas produk perikanan”. ***ERICK A.M.