Untuk mengatasi kisruh data garam yang cukup tajam belakangan ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengajukan tiga opsi solusi, yakni harmonisasi kebijakan antar kementerian atau lembaga (K/L). Sinkronisasi program kegiatan K/L serta amnesti data.
“Antara eksekutif dan legiskatif harus membuat tiga opsi ini. Sehingga kita tidak selalu ribut dan beda data menjelang impor garam,” kata Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Barang dari Kayu dan Furnitur, Kemenperin, Sudarto, saat berbincang-bincang dengan wartawan di ruang kerjanya, di Jakarta, belum lama ini.
Menurutnya, saat ini K/L sudah waktunya saling harmonis. Termasuk dengan seluruh stakeholder.
“Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hendaknya juga kalau menyajikan data harus sesuai dengan kondisi dan fakta di lapangan. Kalau ada informasi data garam, tapi kita tidak tahu berapa stoknya, kan repot. Sebab data garam itu harus mencakup empat hal pokok, yaitu stoknya berapa banyak, lokasinya di mana, kualitasnya bagaimana dan harganya berapa. Jika tidak mencakup empat hal pokok dapat menimbulkan distorsi di lapangan,” ungkap Sudarto.
Menyangkut sinkronisasi program kegiatan antar K/L, jelasnya, K/L harus memahami seluruh peran dan tugasnya masing-masing. Jangan berpikir sepihak, tapi harus nasional, karena Kemenperin sudah memikirkan kebutuhan garam yang digunakan mulai dari sektor peternakan hingga sektor pertambangan sekalipun. Termasuk yang digunakan oleh KKP sendiri.
“Sementara menyoal opsi amnesti data, antar K/L harus duduk bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), karena selama ini neraca garam kita tidak benar. Sehingga perlu ditinjau ulang,” urai Sudarto.
Kalau hal itu sudah disepakati antar K/L, sambungnya, BPS harus memulai surveinya dari cara memakai metodologi apa dan demikian seterusnya.
“Survei ini penting dilakukan agar kita bisa memperoleh data garam yang akurat dari hulu sampai hilir. Sebab kalau tidak valid dapat menimbulkan rendahnya kepercayaan. Di sisi lain, kalau garam rakyat masuk ke industri pengolahan susutnya bisa mencapai 30 persen,” tandasnya.
Dijelaskan, produksi garam rakyat dengan lahan kurang lebih 25.830 ha tahun 2015 adalah 2.915.461 ton. Dengan jumlah produksi tersebut, kualitasnya belum memenuhi standar garam bahan baku, baik untuk konsumsi, maupun Industri.
Kemenperin sebenarnya sudah memikirkan jauh-jauh hari soal inovasi garam ke depan, sehingga pada 2013 dan 2014, inventor Sudarto mengantongi dua hak paten sekaligus dari pemerintah atas penelitiannya. Inovasi teknologi pegaraman pertama adalah berupa Proses Pembuatan Garam NaCL dengan Media Isolator pada Meja Kristalisasi. Dengan nomor paten ID POO33348. Yang kedua, Proses Produksi Garam Beryodium di Lahan Pegaraman pada Meja Kristalisasi dengan Media Isolator. Dengan nomor paten ID POOOO36148.
“Kedua inovasi teknologi ini sebagai solusi permasalahan pegaraman nasional dan kesehatan masyarakat dalam rangka penanggulangan Gaky menuju swasembada garam nasional,” tutupnya. (M Raya Tuah)