MENCERMATI masih rendahnya volume muatan balik menuju pelabuhan pemberangkatan awal, Supply Chain Indonesia (SCI) mendukung rencana Kemenhub menyediakan fasilitas pendingin di kapal-kapal Tol Laut. Kebijakan ini dapat mengoptimalkan muatan balik yang selama ini masih rendah. Ketua SCI Setijadi mengatakan ketersediaan reefer container ini akan bisa memungkinkan mengoptimalkan kapal memuat produk atau komoditas khusus.
Penyediaan fasilitas pendingin atau penanganan reefer container di kapal, dinilai sebagai upaya yang tepat untuk meningkatkan muatan balik dari kawasan timur ke kawasan barat terutama untuk pengangkutan komoditas perikanan.
Keseimbangan muatan antara barat dan timur akan mengoptimalkan Program Tol Laut. Karena dalam jangka menengah dan jangka panjang dapat mengurangi ketergantungan terhadap subsidi Dengan mempertimbangkan waktu pengangkutan yang lama, fasilitas penanganan kontainer (misalnya reefer plug) juga harus tersedia di pelabuhan asal maupun pelabuhan tujuan.
Komoditas perikanan menjadi salah satu prioritas karena potensinya yang besar di kawasan timur sekitar 32,94% dari volume komoditas perikanan Indonesia. Potensi itu semakin besar dengan meningkatnya potensi sumber daya ikan di Indonesia. Berdasar data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), diperkirakan potensi itu sebesar 7,31 juta ton pada 2013 dan meningkat menjadi 9,93 juta ton pada 2015. Pada 2017, diperkirakan potensi itu sebesar 12,54 juta ton, hingga potensi di kawasan timur Indonesia sebesar 4,13 juta ton. Sebagian besar penduduk Indonesia (sekitar 56,7%) berada di Pulau Jawa dan sekitar 43% industri pengolahan ikan juga berlokasi di Pulau Jawa, hingga sangat perlu upaya pengangkutan dari kawasan timur tersebut.
Memperhatikan karakteristik komoditas perikanan yang mudah rusak (perishable) dan jarak angkut yang jauh, menurut Setijadi, fasilitas pendingin atau penanganan reefer container di kapal Tol Laut menjadi keharusan. SCI memberi apresiasi kepada KKP, terutama Direktorat Logistik, Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan, yang memfasilitasi berbagai program pembangunan industri perikanan nasional. Salah satunya menentukan collecting center Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718, sebagai alternatif off taker bagi nelayan termasuk eks cantrang yang beroperasi di wilayah itu dan sebagai pusat konsilidasi muatan dengan menggunakan refeer container untuk pertahankan mutu serta nilai ekonomi ikan hasil produksi. Penentuan collecting center ini sangat tepat sebagai implementasi metode hub & spokedan harus terintegrasi dengan jalur Tol Laut.
Masih menurut Setijadi, dalam cakupan lebih besar, Program Tol Laut harus terintegrasi dengan Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) dan Program Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Tol Laut juga harus direncanakan untuk pertumbuhan perekonomian wilayah dalam jangka panjang. Pada saat ini program tersebut lebih untuk pengangkutan produk atau komoditas tertentu untuk mengurangi disparitas harga antar wilayah.Kedepan
program itu harus berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan industri di kawasan timur Indonesia.
Untuk itu perlu dipertimbangkan pengalokasian kapasitas muatan kapal Tol Laut bagi barang-barang modal untuk pembangunan industri, termasuk industri pengolahan ikan.
Di lain sisi, pemerintah harus menyiapkan infrastruktur, seperti jalan akses, listrik, dan air bersih. Akan lebih baik lagi jika pemerintah menyediakan kawasan industri yang terintegrasi di kawasan timur dengan fasilitas dan insentif khusus. ***MRT/2701