CIMA Segera Bangun Data Base Pelaut

Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Ferry Luntugan (tegah) didampingiKetua DPP CIMA Gatot Cahyo Sudewo (kaan) dan Sekjen Nestor Tacazily (kiri)
Ketua Umum DPP CIMA beserta pengurus dan seluruh anggota foto bersama saat ‘Gathering CIMA’ untuk memecahkan berbagai hambatan dalam penempatan pelaut RI di luar negeri.

JAKARTA, MARITIM.

Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia dan banyak menempatkan pelaut di luar negeri setelah Filipina, namun belum memiliki data yang akurat. Untuk itu, Konsorsium Perusahaan Pengawakan Kapal atau CIMA (Consortium of Indonesian Manning Agencies) segera membangun data base pelaut Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Read More

Keinginan tersebut terdorong karena hingga kini belum ada data akurat bagi pelaut yang bekerja di dalam dan luar negeri. Cima perlu segera membuat data base pelaut sebagai pemetaan untuk memperluas kesempatan kerja pelaut Indonesia di luar negeri.

Hal itu dikemukakan Ketua Umum DPP CIMA Gatot Cahyo Sudewo dalam ‘Gathering Cima’ di Bintaro, Tangerang Selatan, Rabu (9/5). Forum bertajuk “Merajut Silaturahmi Memancangkan Cita-cita Cima Berjaya” ini dihadiri seluruh pengurus dan anggota, baik dari Jakarta, Bali maupun Batam.

Gatot membenarkan adanya data base pelaut yang ada di Kementerian Perhubungan. Tapi data ini belum valid karena tidak sama dengan data di instansi lain atau yang dimiliki organisasi pelaut.

Selain sebagai peta untuk memperluas kesempatan kerja pelaut di luar negeri, kata Gatot yang didampingi Sekjen CIMA Nestor Tacazily dan Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Ferry Luntungan, data base ini juga penting untuk mengetahui jumlah pelaut sebenarnya yang bekerja di luar negeri, termasuk kontribusi devisa untuk negara. Baik pelaut yang bekerja di kapal niaga, kapal pesiar, maupun di kapal-kapal perikanan.

Diperkirakan jumlah pelaut yang dikirim ke luar negeri sekitar 12.000 setahun. Ia optimis, ke depan angka ini bisa ditingkatkan seiring dengan menggeliatnya perekonomian dunia.

Terkait pelaksanaan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI), Gatot mengatakan, CIMA telah menyerahkan konsep sebagai bahan pembuatan peraturan turunan UU PPMI, terutama yang berkaitan dengan perlindungan pelaut dan pelaku usaha. Konsep telah diserahkan kepada Kemnaker yang mendapat amanat UU PPMI untuk merumuskan sejumlah Peraturan Pemerintah dan aturan pelaksanaan lainnya.

Berbagai masalah

Di bagian lain, Gatot menegaskan akan mengatasi berbagai kasus yang menghambat penempatan pelaut ke luar negeri. Misalnya, adanya pungutan bagi pelaut yang akan ‘sign on’, mengurus paspor, atau pro kontra tentang pelaut harus memiliki CBA (Collective Bargaining Agreement) yang ditandatangani pemilik kapal (principle) dengan organisasi pelaut dan disahkan pemerintah.

Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi Ferry Luntugan (tegah) didampingiKetua DPP CIMA Gatot Cahyo Sudewo (kaan) dan Sekjen Nestor Tacazily (kiri)

Terkait hal ini, Gatot menegaskan, dalam MLC (Maritime Labour Convention) yang telah diratifikasi pemerintah, CBA bukan sebagai mandatory (wajib). Tapi pemerintah (Ditjen Perhubungan Laut) justru menganggap sebagai wajib, dengan alasan untuk melindungi pelaut dan pelaku usaha. Pihak principal  di luar negeri justru tidak mempersoalkan ada tidaknya CBA.

“Ini (CBA) terus jadi masalah yang sampai sekarang tidak bisa diselesaikan,” ujarnya.

Tentang adanya principal  yang nakal seperti dikeluhkan pengusaha karena menangguhkan pembayaran fee yang menjadi haknya, Gatot mengatakan, masalah ini akan diselesaikan melalui asosiasi agen internasional (International Manning Agency Asoociation). Kelancaran pembayaran fee diharapkan akan dapat meningkatkan kerjasama dalam menempatkan pelaut Indonesia di luar negeri.

Di sisi lain, menurut Gatot, CIMA juga akan melakukan pendekatan dengan Kedubes negara lain untuk kelancaran penerbitan visa bagi pelaut yang akan bekerja di luar negeri. Setelah dengan Kedubes Amerika Serikat (AS), pertemuan serupa juga akan dilakukan dengan kedutaan lainnya.

Dalam pertemuan dengan Kedubes AS, Ketua I Bidang Eksternal Affairs DPP CIMA Deddy Herfiandi mengatakan, Kedubes minta agar pelaut Indonesia tidak melakukan jump ship (desersi) karena terbujuk janji-janji menggiurkan sehingga meninggalkan kapal saat berlabuh di AS.

Jika ini banyak dilakukan oleh pelaut Indonesia, maka akan menghambat pelaut lainnya untuk memperoleh visa. Pasalnya, tindakan tersebut melanggar undang-undang keimigrasian di negara tujuan yang mengeluarkan visa, termasuk AS. “Memang ada, tapi tidak banyak pelaut Indonesia yang kabur,”  sambung Deddy.

Dalam waktu dekat, Gatot melanjutkan, CIMA akan meresmikan pembentukan DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) di Bali dan Batam. Selain di dalam negeri, geliat CIMA kini juga semakin diakui dunia setelah hadir dalam pertemuan ILO di Bali beberapa waktu yang lalu. ***Purwanto.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *