LOBI UNTUK KEWAJIBAN PENGGUNAAN KAPAL NASONAL

Jakarta, Maritim

TERKAIT kewajiban penggunaan kapal nasional untuk ekspor-impor komoditas tertentu, Kementerian Perhubungan menilai perlu dilakukan lobi kepada mitra dagang Indonesia. Selain itu, diharap secara bertahap pelayaran nasional jumlah armada untuk menyerap potensi pasar angkutan luar negeri.

Agus H. Purnomo, Direktur Jenderal Perhubungan Laut sebutkan jumlah armada kapal nasional terhitung, kecil hingga pangsa angkutan luar negeri dikuasai asing. Namun, regulasi yang mewajibkan penggunaan kapal nasional guna mengangkut komoditas tertentu akan berdampak positif terhadap industri pelayaran. Ungkapnya beberapa hari lalu: “Tergantung pemilik barang. Antara lain Jepang protes terhadap kewajiban penggunaan kapal nasional untuk angkut barang tertentu. Karenanya kita harus bicara dengan perwakilanmereka”.

Penggunaan angkutan laut yang dikuasai pelayaran nasional diwajibkan bagi ekspor minyak sawit dan batu bara serta impor beras. Juga, barang yang diimpor dalam rangka pengadaan pemerintah juga wajib menggunakan kapal nasional. Kewajiban ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.82 Tahun 2018 dan akan berjalan mulai Mei 2018. Namun, tiba-tiba 4 April 2018, Kementerian Perdagangan merilis Peraturan Menteri Perdagangan No. 48 Tahun 2018 yang merevisi pelaksanaan PM 82/2017 jadi 1 Mei 2020.

Pangsa pelayaran asing memang sangat dominan. Statistik Perhubungan 2016 mencatat: volume barang yang diangkut pelayaran asing mencapai 976,2 juta ton atau 93% sedang pelayaran nasional hanya kebagian 67,23 juta ton atau 7%. Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menilai penundaan wajib gunakan kapal nasional meupakan solusi adil. Namun, INSA berharap implementasi PM 48/2018 pada 1 Mei 2020 tak lagi tertunda.

Ketua DPP INSA, Carmelita Hartoto Ketua DPP INSA, katakan penundaan Peraturan Menteri Perdagangan yang mewajibkan penggunaan angkutan laut nasional merupakan solusi dalam mengembangkan pelayaran nasional tanpa menganggu kegiatan ekspor. Penundaan itu membuat perusahaan pelayaran nasional memiliki waktu mematangkan roadmap dari ketentuan ini. Ujarnya: “Kami menilai kebijakan Kemendag merupakan win win solution dalam rangka menjaga stabilitas ekspor”.

Kewajiban penggunaan kapal nasional merupakan turunan dari Paket Kebijakan XV yang dirilis Juni 2017. Paket ini menyasar pemberdayaan pelayaran dan galangan nasional dalam pengadaan 70-100 unit kapal baru dengan investasi US$700 juta. Industri pelayaran nasional juga berpleuang mereguk pangsa angkutan senilai US$600 juta per tahun. Di sisi lain, wajib penggunaan kapal nasional untuk angkutan ekspor/impor komoditas tertentu akan bantu mengurangi defisit neraca jasa Indonesia yang selama ini didominasi freight. Laporan Bank Indonesia menunjukkan, di kuartal IV/2017 misalnya, pembayaran freight mencapai US$2 miliar dari total defisit neraca jasa US$2,3 miliar.***ERICK  A.M.

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *