Buleleng, Maritim
DARI total kemampuan seluruh wilayah. kawasan Bali Utara memiliki 65% potensi energi listrik tenaga matahari, hingga pulau ini lebih cocok untuk dibangun pembangkit listrik dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Didit Haryo Wicaksono, Climate and Energy Campaigner Greenpeace Indonesia, menilai sebenarnya Bali berada dalam kondisi surplus energi. Daya lisrik tertinggi Bali pada Oktober 2016 mencapai 850 MW.
Pada saat ini potensi listrik di Bali mencapai sebesar 1.200 MW. Menurut Didit Haryo, jika Bali ingin membangun pembangkit energi listrik sudah seharusnya memanfaatkan EBT. Sebab, potensinya sangat besar, terutama di wilayah Bali Utara yang rencananya akan dibangun PLTU batu bara. Ujanya: “Sesuai keinginan menjadikan Bali sebagai sustainable province, kita di Bali hanya membutuhkan kemauan”.
Secara terpisah Adhityani Putri, National Director Centre For Energy Research Asia (CERA) mengatakan ada enam lokasi di Bali sesuai dengan Rancangan Usaha Penyedian Tenaga Listrik (RUPTL) 2018-2027 yang memiliki potensi pembangunaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Bumi (PLTG). Yaitu: Banyuwedang Buleleng, Seririt Buleleng, Batukaru Tabanan, Penebel Tabanan, Buyan Beratan, dan Kintamani Batur, dengan total potensi sebesar 356 MW.
Menurutnya, selain itu potensi tenaga surya di Bali juga cukup tinggi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik. Namun, hal ini terhalang biaya investasi untuk pembangunan panel surya. Selain karena impor panel surya yang dibatasi juga berakibat pada naiknya harga barang. Pungkasnya: “Di Indonesia ada peraturan yang membuat mahal harga panel surya, yakni karena impor dibatasi, apalagi 40% komponennya harus dibuat di Indonesia, sementara kita tidak punya manufaktur yang mumpuni”. ***ADITYA/Dps/Maritim.