Jakarta, Maritim
Satu terobosan strategis ke depan tengah dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah Industri 1, Direktorat Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri (Ditjen PPI), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), saat menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD), yang berlangsung di Bali, baru-baru ini.
Bahwa Politeknik Industri Logam Morowali, yang kini sudah berdiri di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, akan dijadikan sebagai Pusat Inovasi Logam Morowali. Dengan pengembangan produk berbasis nikel.
Acara yang dibuka oleh Plt Dirjen PPI Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan, dengan didampingi Direktur Pengembangan Wilayah Industri I Arus Gunawan, mengambil tema ‘Masa Depan Industri Logam Nikel dan Panduannya’. Yang dilanjutkan sesi pemaparan materi dari tim Steering Committe (SC), Direktorat Logam Kemenperin, Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia serta Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia.
“FGD ini adalah suatu tahapan kegiatan untuk mencari masukan dan gagasan segar dalam rangka Penyusunan Roadmap Pengembangan Pusat Inovasi Logam Morowali. Di mana inisiasinya dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah Industri 1 dibantu beberapa tim SC dari perguruan tinggi dan balai yang ada di lingkungan Kemenperin,” kata Direktur Pengembangan Wilayah Industri 1 Kemenperin, Arus Gunawan, kepada wartawan, Selasa (31/7).
Tim SC itu terdiri dari Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Bambang Sunendar, Ph.D, Prof Dr Ir Dradjad Irianto, M.Eng, Prof Dr Ir Isa Setiasyah Toha, MSc dan Dr Wisnu Ariwibowo, ST, MT. Kemudian Prof Dr Ing Ir Bambang Suharno dari Fakultas Teknik Metalurgi Universitas Indonesia (UI) serta Dr Sri Bimo Pratomo, ST dari Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) Bandung.
Adapun lima rumusan hasil FGD tersebut, adalah perlu adanya pembangunan infrastruktur pelabuhan yang memadai untuk kegiatan bongkar muat serta klaster industri guna mendukung kegiatan utama.
Pertama, produk stainless steel CRC dan HRC yang dihasilkan dari Kawasan Industri Morowali dan Konawe sampai saat ini masih diperuntukkan ke pasar ekspor. Untuk meningkatkan nilai tambah produk yang lebih besar maka perlu diusulkan SNI untuk produk olahan nikel. Kemudian memberlakukan kebijakan atau insentif baru guna menarik investor agar proses hilirisasi hingga ke produk jadi dapat dilaksanakan di dalam negeri.
Menjembatani produk stainless steel dari Morowali dan Konawe agar dapat diserap oleh industri hilir stainless steel yang sudah ada di dalam negeri. Menumbuhkan market industri hilir dapat dimulai melalui pengembangan IKM di sekitar kawasan industri.
Kedua, Pusat Inovasi Logam di Morowali diarahkan menjadi teaching factory untuk mempertemukan akademisi dengan dunia industri melalui pemberian bantuan penelitian terhadap permasalahan yang muncul dalam industri peleburan logam.
Mengembangkan teknologi dalam proses peleburan logam. Mengembangkan baja khusus yang selama ini selalu ada di Indonesia serta mengembangkan stainless steel untuk produk alat kesehatan tinggi. Misalnya untuk ortopedi, hospital furnitur, surgical instrumnet dan lain-lain.
Ketiga, melengkapi peralatan di Pusat Inovasi Logam Morowali, sehingga hasil penelitian/inovasi bisa langsung dipakai oleh industri.
Keempat, dalam melaksanakan kegiatannya, Pusat Inovasi Logam Morowali akan bekerja secara networking dengan berbagai pihak dari akademis, litbang dan industri. Seperti Laboratorium Advanced Material Processing dan Pusat Penelitian Nanosains Teknologi ITB, Departemen Teknik Metalurgi Material UI, MIDC Kemenperin dan UPT Teknologi Mineral LIPI di Lampung.
Kelima, meneliti Slag proses pemurnian Nikel untuk diusulkan sebagai bahan regulasi teknis, sehingga dapat dimanfaatkan di berbagai produk dan dapat dikategorikan limbah non B3 yang akan dikoordinasikan oleh Kemenko Perekonomian bersama dengan Direktorat Industri Logam Kemenperin dan KLHK. (M Raya Tuah)