Mataram, Maritim
RANGKAIAN pulau-pulau Nusa Tenggara yang semula disebut sebagai Sunda Kecil atau juga Lesser Sunda East, merupakan wilayah rawan gempa. Kawasan ini juga dikenal sebagai “Ring of Fire”, cincin api dari keberadaan sekian banyak gunung berapi aktif, serta lempeng benua antara Asia dengan Australia yang labil dan rawan bergeser yang memiliki potensi menimbulkan kegempaan dan bahaya tsunami.
Gempa bumi dahsyat melanda Pulau Lombok, NTB pada hari Minggu (5/8/2018), sekira pukul 19.46 WITA. Bencana alam ini bukan yang pertama terjadi di NTB. Dalam catatan sejarah, letusan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, bukan hanya sekedar menimbulkan kerusakan bangunan, tetapi menewaskan lebih dari 120.00 jiwa dan memusnahkan satu kebudayaan lokal.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), titik gempa berada di 18 kilometer (km) barat laut Kabupaten Lombok Timur pada kedalaman 15 km. Guncangan yang mencapai 7,0 Skala Richter (SR) merobohkan ribuan bangunan dan memicu tsunami kecil. Hingga tulisan ini diturunkan, menurut data Humas BNPB di laman bnpp.go.id, gempa ini disebut sebagai gempa utama dari aktivitas Sesar Naik Flores yang dimulai sejak 29 Juli 2018, yang mengguncang permukaan bumi dengan magnitudo 6.4 SR.
Gempa kali ini menjadi gempa kesekian yang terjadi di Pulau Lombok sejak akhir abad ke-19. Menurut catatan, gempa tektonik kali ini merupakan yang terbesar. Berikut rangkuman 7 gempa Lombok yang pernah terjadi dengan kekuatan di atas 6,0 SR, yang pernah tercatat:
Gempa 25 Juli 1856: Merupakan gempa tektonik pertama yang tercatat dalam literatur era kolonial, tepatnya pada 1918, yang dipaparkan sebagai disertasi Arthur Wichmann dari Koninklijke Nederlandse Akademie van Wetenschappen (KNAW) bertajuk “The Earthquakes of the Indian Archipelago until the Year 1857”. Wichmann mencatat bahwa gempa besar terjadi di Lombok, tepatnya di Labuan Tereng, kini merupakan wilayah pelabuhan Lembar, pada 25 Juli 1856. Gempa itu juga memicu gelombang tsunami yang menghantam pesisir Ampenan di Mataram. Sayangnya, catatan itu tak menyebutkan berapa kekuatan gempa dan tinggi gelombang tsunaminya.
Gempa 21-24 Desember 1970: Data USGS turut mencatat, Kota Praya di Pulau Lombok juga diguncang dua gempa besar pada 21 dan 24 Desember 1970. Pada 21 Desember, gempa berkekuatan 6,0 SR dan berpusat di kedalaman 75 km itu mengguncang perairan di selatan Lombok. Pada 24 Desember, letak pusat gempanya di kedalaman 70 km dan kekuatannya 5,6 SR. Namun, tak ada korban tewas akibat dua gempa tersebut.
Gempa 28 Mei 1972: USGS kembali mencatat, getaran gempa berpusat di 262 km selatan Praya pada 28 Mei 1972. Kekuatannya mencapai 6,3 SR dengan kedalaman pusat gempa 15 km. Tak ada korban jiwa akibat bencana ini. Hanya beberapa bangunan runtuh dan hancur akibat guncangannya yang terbilang besar namun tak memicu tsunami.
Gempa 10 April 1978: Menurut catatatan BMKG, gempa pada 10 April 1978 ini berpusat di 297 km selatan Praya dan berkekuatan 6,7 SR. Gempa tak menimbulkan korban jiwa. Gempa yang berada di kedalaman 19 km ini hanya menimbulkan sejumlah bangunan rusak parah namun tidak memicu tsunami.
Gempa 30 Mei 1979: Sebanyak 37 orang dilaporakan tewas, menurut data BMKG, dalam bencana gempa berkekuatan 6,1 SR. Selain itu, sejumlah rumah dan bangunan rusak berat.
Gempa 1 Januari 2000: BMKG mendata bahwa gempa Lombok di tahun baru itu merusak sekitar 2.000 rumah. Kendati demikian, gempa bermagnitudo 6,1 SR itu tak menelan korban jiwa dan memicu potensi tsunami.
Gempa 9 Juni 2016: Menurut data USGS, gempa berkekuatan 6,2 SR di 284 km selatan pesisir Kuta pada kedalaman 19 km tersebut melukai sembilan orang. Guncangannya dirasakan kuat hingga ke Pulau Bali dan Pulau Sumbawa, namun tak memicu potensi tsunami. ***ADIT/Dps/Maritim