Surabaya, maritim
BADAN Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat nilai ekspor non migas Jawa Timur pada Agustus 2018 mengalami penurunan 4,17% dibandingkan Juli 2018. Satrio Wiboeo Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jatim, katakan kinerja ekspor non migas Agustus tahun ini juga turun 6,69% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 lalu.
“Penurunan ekspor banyak terjadi pada barang industri pengolahan. Mungkin saja karena dolar AS yang terus menguat, karena kalau impor bahan baku terganggu akan berpengaruh ke industri pengolahan yang akan dijual ke luar negeri. Ekspor yang berperan besar di Jatim adalah industri pengolahan yang berkontribusi sekitar 84,01%, disusul oleh sektor pertanian sekitar 7,68%, kemudian sektor migas berkontribusi 7,88% serta sektor pertambangan dan lainnya sekitar 0,42%” jelas Satrio Wibowo pada paparan BRS.
Perhiasan Permata: Adapun komoditas ekspor nonmigas utama Jatim berupa perhiasan permata dengan nilai transaksi US$239,301 juta. Jumlah tersebut meningkat 13,48% jika dibanding Juli 2018. Komoditas ini berkontribusi 13,9% dari total ekspor non migas Jatim. Kebanyakan perhiasan Permata diekspor ke Jepang sebesar US$181,23 juta.
Komoditas terbesar kedua yang menyumbang kinerja ekspor Jatim adalah golongan barang tembaga dengan nilai ekspor US$137,67 juta atau naik 1,41% dibandingkan Juli 2018, dan menyumbang 8% dari total ekspor nonmigas Jatim terutama dikirim ke Malaysia dengan nilai US$52,60 juta. Sedang yang menduduki peringkat ketiga adalah barang kayu/ barang dari kayu dengan nilai ekspor US$132,82 juta atau turun 0,92% dibanding bulan sebelumnya kelompok ini menyumbang 7,71% dari total ekspor nonmigas terutama diekspor ke China sebesar US$26,13 juta.
Satrio menambahkan meski pada Agustus 2018 mengalami penurunan ekspor baik migas dan nonmigas sebesar 0,07% dibandingkan Juli 2018, tetapi secara kumulatif selama Januari-Agustus 2018 ekspor Jatim mengalami peningkatan 5,38% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. “Negara tujuan ekspor non migas terbesar sepanjang tahun ini yakni ke Jepang dengan kontribusi 18,905% , diikuti AS 13,19% dan Tiongkok 10,93%. Sedangkan ke kawasan Asean 19,62%, sementara ke Uni Eropa 8,6%,” imbuhnya.***AYU/Sub/Maritim
Impor Buah: BPS Jatim juga mencatat kinerja impor nonmigas ke provinsi ini pada Agustus 2018 mengalami penurunan 19,15% dibanding bulan sebelumnya. Salah satunya penurunan terjadi pada impor buah-buahan. Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Jatim menjelaskan nilai impor non migas pada periode tersebut sebesar US$1,87 miliar. Penurunan impor yang terbesar berupa perhiasan/permata turun US$108,5 juta, disusul mesin dan peralatan listrik US$67,91 juta.
“Selanjutnya impor buah-buahan terutama apel dan pir turun US$56,06 juta. Impor buah ini turun karena dampak aturan pemerintah yang melarang impor produk hortikultura pada waktu tertentu seperti saat panen. Tetapi setelah digugat dan kalah, akhirnya keran impor horticultura dibuka lagi. Namun ke depan, BPS akan melihat lagi dampak diberlakukannya PPh 22 soal pajak impor yang dinaikkan menyusul menguatnya dolar AS. Dampaknya akan kita lihat di bulan-bulan berikutnya, karena pajaknya naik, seperti apa dampanya” katanya ketika jumpa media, Senin (17/9/2018) lalu..
Satrio menambahkan meski pada Agustus ini mengalami penurunan impor migas dan non migas 22,16% tetapi secara kumulatif dari Januari-Agustus 2018 impor Jatim mencapai US$16,92 miliar alias naik 18,10% dibanding periode yang sama tahun lalu. Pungkasnya: “Naiknya impor Jatim Januari-Agustus tahun ini sejalan dengan naiknya ekspor, hingga neraca perdagangan masih tetap defisit US$3,35 miliar. Yakni non migas defisit US$1,13 miliar dan migas defisit US$2,22 miliar. pada periode tersebut komoditas yang masuk ke Jatim adalah mesin pesawat mekanik, perhiasan/permata dan barang dari besi dan baja. Kebanyakan Jatim impor barang dari Tiongkok, AS dan Singapura”.**ERICK AM