JAKARTA, MARITIM.
Pemerintah Indonesia dan Saudi Arabia menyepakati kerjasama bilateral sistem penempatan satu kanal (one channel) pekerja migran Indonesia di Arab Saudi. Penandatanganan kerjasama dilakukan oleh Menteri Ketenagakerjaan RI M Hanif Dhakiri dengan Menteri Tenaga Kerja dan Pembangunan Sosial Kerajaan Arab Saudi Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz al Rajhi, Kamis (11/10) di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta.
Kerja sama ini dalam rangka pembenahan tata kelola penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik terkait perlindungan maupun peningkatan kesejahteraan. Penandatanganan dilakukan kedua menteri, kemudian dilanjutkan dengan penandatangan tehnical arrangement oleh Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Marulli A. Hasoloan, dan Wakil Sekretaris Hubungan Internasional Menteri Tenagakerja dan Pembangunan Sosial Saudi Arabia, Abdulaziz al Amr.
Menurut Menaker Hanif, bagi Indonesia kerja sama bilateral ini bukan hal yang mudah, karena banyak kasus yang menimpa pekerja migran Indonesia di Arab Saudi. Seperti pelecehan, kekerasan, pelecehan seksual, gaji yang tidak dibayar, eksploitasi, ancaman hukuman mati yang mempengaruhi persepsi publik.
Oleh karena itu diharapkan kerja sama bilateral ini benar-benar dapat meningkatkan mekanisme penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia. “Kami optimis, dengan berbagai perbaikan yang terintegrasi melalui satu sistem yang disepakati kedua Negara, penempaan dan perlindungan pekerja migran Indonesia akan berjalan jauh lebih baik,” ujarnya.
Kerjasama ini akan direalisasikan dengan uji coba secara terbatas, yakni dengan jumlah PMI tertentu, dilakukan evaluasi setiap tiga bulan dengan lokasi tertentu. Meliputi Jeddah, Madinah, Riyadh, serta di wilayah timur seperti Damam, Qobar, Dahran. PMI yang dikirim jua untuk jabatan tertentu, yakni baby sitter, family cook, elderly caretaker, family driver, child careworker, housekeeper.
Pada kesempatan tersebut, Menaker dan Pembangunan Sosial Arab Saudi Ahmed bin Suleiman bin Abdulaziz al Rajhi berharap uji coba kerja sama ini akan berjalan dengan baik. Kerja sama ini dalam rangka melindungi hak pekerja migran dan mengatur hubungan kerja antara majikan dan pekerja migran sesuai dengan hukum dan peraturan di kedua negara dan konvensi internasional.
Setidaknya ada 21 poin penting pada Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) yang selama ini belum pernah diatur dan menjadi titik lemah dalam perlindungan pekerja migran. Poin baru tersebut antara lain, proses rekrutmen dan penempatan PMI melalui sistem online terintegrasi yang memungkinkan kedua pemerintah melakukan pengawasan, pemantauan dan evaluasi.
PMI tak lagi bekerja dengan sistem kafalah (majikan perseorangan), melainkan sistem syarikah (perusahaan yang ditunjuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah Arab Saudi). Sistem ini mempermudah PMI dan pemerintah Indonesia melakukan perlindungan. Perjanjian kerja juga mengacu pada kontrak kerja yang telah ditetapkan berdasarkan prinsip kerja yang layak. Gaji dibayarkan melalui perbankan, sehingga pembayaran gaji dapat diawasi dan apabila terjadi keterlambatan pembayaran dapat segera terdeteksi.
Kedua negara sepakat membentuk Joint Committee yang bertugas mengawasi/mengevaluasi implementasi proses rekrutmen dan penempatan PMI di lapangan. Termasuk membentuk call center khusus yang menangani masalah ketenagakerjaan dengan Bahasa Indonesia. PMI juga mendapatkan akses komunikasi dengan keluarga.
Menurut Hanif, SPSK tidak berarti mencabut Peraturan Menteri No 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan ke kawasan Timur Tengah. SPSK adalah kebijakan untuk memastikan tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan kebijakan penghentian dan pelarangan PMI ke Timur Tengah.
“Pengiriman PMI juga berdasarkan jabatan dan keahlian tertentu. Bukan sebagai pembntu rumah tangga yang mengerjakan semua pekerjaan domestik,” ujarnya.
***Purwanto.