JAKARTA, MARITIM.
Menjadi pimpinan perusahaan yang berhasil tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pengalaman dari bawah, liku-liku kesulitan, tantangan dan perjuangan untuk meraih sukses, akan menentukan keberhasilan perusahaan. Ini setidaknya dialami oleh Deddy Herfiandi yang kini menjadi Presiden Direktur PT Ratu Oceania Raya, yakni perusahaan pengawakan kapal yang biasa disebut manning agent.
Awalnya bekerja di Hotel Borobudur Intercontinental, Jakarta, pada tahun 1977. Di hotel bintang lima yang berada di Lapangan Banteng itu, Deddy Herfian bekerja di restoran, tepatnya Food & Baverage (F&B). Dari hotel tersebut dia lalu pindah ke Hotel Hilton International, Senayan Jakarta.Masih tetap di F&B, pekerjaan itu ditekuninya selama 8 tahun.
Berbekal pengalaman kerja di kedua hotel internasional tersebut, Deddy kemudian mengadu nasib ke luar negeri bekerja di Holland American Line (HAL). Di kapal pesiar tersebut, juga bekerja di F&B Department, Deddy yang pernah kuliah di Akademi Pariwisata Bandung dan sempat juga menimba ilmu di AHMA East Lansing Michigan USA sehingga meraih Diploma Hotel Management.
Setelah menyelesaikan kontrak kerja selama 8 tahun di HAL, Deddy pulang ke Tanah Air dan kembali kerja di hotel. Kali ini ia diterima di Hotel Sheraton Bandara, Cengkareng, Tangerang. Bekerja di hotel bintang lima itu selama 5 tahun, Deddy mencapai posisi F&B Manager.
Dari pengalaman bekerja di hotel dan kapal pesiar, lelaki asal Cimahi, Jawa Barat, ini kemudian ingin mencoba bisnis terkait perhotelan dan kapal pesiar. Ia lantas bergabung dengan beberapa teman eks pelaut ikut menjalankan bisnis di bawah bendera CTI (Cemerlang Tunggal Intikarsa) yang berkantor di Kuningan, Jakarta.
Belum puas dengan kinerjanya selama 2 tahun di CTI, Deddy lalu pindah ke PT Mekar Jaya Wanayasaputra, Jakarta. Di perusahaan pengirim TKI tersebut, atas persetujuan pemiliknya Deddy pada 2003 membentuk Marine Division untuk merekrut dan menempatkan pelaut di kapal-kapal luar negeri.
Bergerak awal dari nol, perjuangan Deddy menghidupkan Marine Division ternyata membuahkan hasil. Sejumlah mitra perusahaan pelayaran di luar negeri menerima pasokan pelaut Indonesia yang dikirimnya untuk dipekerjakan di kapal-kapal pesiar. Antara lain Celebrity Cruise Lines/Apollo Ship’s Chandler, Triton Cruise Line, Texas Treasure Cruises dan Global Ship Services Inc.
“Cukup banyak pelaut yang saya kirim, rata-rata 500 orang per tahun,” kata Deddy Herfiandi.
Namun secercah kerberhasilan itu masih menyisakan masalah setelah pemilik PT Mekar Jaya, Soejangi, meninggal dunia pada tahun 2006. Deddy kemudian memutuskan keluar dari perusanaan tersebut dan tahun berikutnya (2007) mendirikan perusahaan agen pengawakan kapal sendiri, yaitu PT Ratu Ocenia Raya.
PT ini sengaja dibentuk sebagai Manning Agent untuk merekrut dan menempatkan pelaut Indonesia di kapal-kapal asing, khususnya kapal pesiar. Operasional kantor yang masih seadanya dikendalikan dari rumahnya di kawasan Pondok Kacang, Ciledug, Tangerang Selatan.
Sejumlah perusahaan pelayaran di luar negeri yang telah menjadi mitra ternyata mau melanjutkan kerjasama dalam merekrut pelaut Indonesia untuk ditempatkan di kapal-kapal pesiar. Melalui PT Ratu Oceania Raya, seiring dengan berkembangnya perusahaan ini, Deddy kemudian memindahkan kantornya ke Bintaro Trade Center (BTC), Sektor VII Bintaro Jaya, Tangerang Selatan.
“Kebetulan waktu itu terjadi banjir besar di Ciledug, sehingga kantor harus segera kami pindahkan ke sini,” kata Deddy di kantornya.
Semula PT Ratu menyewa satu kantor berlantai dua, tapi satu kantor di seberangnya juga telah dibeli dan kini menjadi miliknya. Di lantai dua kantor inilah Deddy mengendalikan perusahaan yang kini telah membuka cabang di Bali dan di luar negeri.
Melihat prospek pelaut Indonesia sangat diminati, Deddy Herfiandi selaku Presiden Direktur PT Ratu Oceania Raya makin semangat mengirim pelaut ke luar negeri, baik untuk hotel department, maupun deck engine. Tahun lalu pihaknya telah mengirim sekitar 1.500 pelaut ke luar negeri dan tahun ini diyakini mencapai 2.000 orang. Bahkan untuk tahun depan target penyaluran pelaut akan ditingkatkan menjadi 3.000 orang,
Ke-2.000 pelaut yang disalurkan saat ini adalah pelaut baru, di luar pelaut cuti yang kemudian naik kapal lagi untuk waktu yang telah ditentukan. Melalui seleksi sesuai ketentuan internasional, penyaluran pelaut baru tersebut dilakukan atas kerjsama dengan sejumlah perusahaan pelayaran di Amerika Serikat, Inggris, dan negara Eropa lainnya.
10 Mitra Kerja
Hingga saat ini, ada 10 perusahaan pelayaran (Cruise Line) yang telah menjadi mitra kerjanya. Antara lain Royal Caribbean Cruise Line, Celebrity Cruise Line, Azamara Cruise Line, Pullmatur Cruseros, Disney Cruise Line, Viking Cruise Line, P&O UK, Seachefs dan The World of Sea Reseidence.
Kepercayaan itu juga karena ditunjang PT Ratu sudah mengantongi standard sertifikat internasional untuk ISO 9001:2015. dan MLC Compliance Certificate.
Para pelaut yang kompeten di bidang perhotelan itu menempati sejumlah jabatan sesuai keahliannya. Antara lain pada departemen housekeeping, food and baverage, dan kitchen, Bukan hanya di posisi tingkat bawah, tapi juga ada yang menduduki setingkat officer atau manajer.
Berapa penghasilannya? Untuk jabatan di tingkat “bawah” (waiter/cleaner), mereka bisa memperoleh pendapatan (income) antara US$1.000-4.000 (Rp 15 juta-Rp60 juta) per bulan.Tapi untuk posisi setingkat officer atau manajer bisa mencapai sekitar US$6.000 (Rp90 juta).
Dalam perekrutan pelaut ini, Deddy menegaskan tidak ada biaya atau pungutan. Karena berdasarkan aturan MLC (Maritime Labour Convention) yang telah diterapkan di seluruh dunia, agen/perusahaan pengawakan kapal dilarang memungut biaya dalam merekrut pelaut.
Calon pelaut hanya dikenakan biaya untuk keperluan penempatan atau join kapal misalnya untuk pemeriksaan kesehatan (medical check up) dan pengurusan dokumen yang diperlukan. Setelah lulus seleksi dan siap berangkat ke kapal, mereka diwajibkan membiayai pengurusan visa dan membeli tiket pesawat.
“Rata-rata biaya yang diperlukan sekitar US$1.000. Tapi itu tidak sama, tergantung masing-masing perusahaan pelayaran dan negara tujuan,” ujar Deddy.
Guna memudahkan pelayanan bagi masyarakat yang ingin bekerja di kapal pesiar, pihaknya membagi dalam dua wilayah, yakni Indonesia bagian barat dan timur. Untuk wilayah timur (Bali, NTB. NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua), pelayanan dilakukan di Cabang Bali. Sedang untuk wilayah barat (Jawa dan Sumatera), pelayanan dilakukan di kantor pusat (Bintaro Jaya).
Menurut Deddy Herfiandi, Ratu Oceania Raya sejak 2015 juga telah membuka cabang di Singapura dan Malaysia, yang kemudian dikembangkan ke Thailand dan China. Khusus Cabang China untuk sementara (2017) dibekukan dengan alasan teknis, tapi dalam waktu dekat tim China akan datang untuk mencairkan kembali cabang di sana.
Ia mengakui, dari beberapa negara itu rekrut pelaut memang tidak banyak. “Tapi yang penting, kami ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Ratu Oceania Raya makin eksis, terutama di wilayah Asia,” tegasnya.
Dalam bisnis ini, Deddy menyebut Filipina dan India merupakan pesaing atau kompetitor utama.Selain jumlah, pelaut asal kedua negara itu banyak mendapat posisi di tingkat officer maupun manajer.
“Kita (Indonesia) juga ada tapi jumlahnya tidak banyak,” sambungnya tanpa merinci jumlah pelaut yang menduduki posisi tersebut.
Peran Strategis CIMA
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua CIMA (Consortium Indonesia of Manning Agency) Bidang Hubungan Luar. Deddy Herfiandi mengatakan, dalam upaya memperluas kesempatan kerja pelaut Indonesia di luar negeri, peran CIMA semakin strategis. Tidak saja membantu pemerintah mengatasi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan, tapi juga meningkatkan devisa bagi negara di tengah meroketnya nilai dollar AS dewasa ini.
Peran strategis CIMA itu dirangkumnya dalam 4 pilar. Pertama, CIMA harus meningkatkan kemitraan dan hubungan baik dengan pemerintah, baik pemerintah RI maupun pemerintah negara tujuan kerja, melalui kedutaan besarnya di Indonesia. Kedua, menjaga hubungan baik dengan perusahaan pelayaran pemakai tenaga kerja warga negara RI. Ketiga, memperjuangkan aspirasi dan membantu Manning Agent Anggota yang menghadapi masalah. Keempat, melayani kepentingan masyarakat pelaut sesuai perundangan dan ketentuan yang berlaku.
Di sisi lain, Deddy menyoroti lambannya pemerintah menerbitkan PP (Peraturan Pemerintah) terkait telah diratifikasinya MLC melalui UU No.15/2016. “Sudah dua tahun lebih MLC diratifikasi tapi kenapa hingga sekarang belum ada satu pun peraturan yang diterbitkan,” ujarnya.
Ia menuding lemahnya Kemenaker sebagai leading sector dalam merumuskan PP bersama instansi lainnya. Mestinya, Kemenaker lebih proaktif dan harus menguasai masalah MLC, terutama soal kepelautan yang selama ini ditangani Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub. Untuk itu, ia setuju jika urusan teknis legalitas kepelautan yang selama ini ditangani Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Ditkapel), khusus Direktorat Kepelautan perlu dipindahkan ke Kemenaker. Sedang Direktorat Perkapalan tetap ditangani Kemenhub karena menyangkut teknis perkapalan.
Selain itu, Deddy berharap perusahaan yang telah memperoleh SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal) tetap dipertahankan. Tidak perlu dikutak-katik lagi, apalagi kalau harus menyerahkan deposit miliaran rupiah, karena akan memberatkan perusahaan pengawakan yang sudah terikat dengan aturan MLC, yakni tidak diperbolehkannya mengutip fee atau pungutan lainnya.
“Deposit sebagai jaminan tidak perlu, karena semua pelaut yang bekerja di luar negeri telah dilengkapi dengan CBA Collective Bargaining Agreement) yang isinya antara lain tentang jaminan asuransi,” tegasnya.
Berdasarkan aturan MLC, lanjut Deddy, kontrak manning agent dengan perusahaan pelayaran selama ini rancu, sehingga harus diatur kembali dan dijabarkan dengan jelas. Jadi, setiap kontrak yang ditandatangani dengan perusahaan pelayaran harus disebutkan lebih spesifik apa saja yang menjadi hak dan tanggung jawabnya.
Dengan demikian, posisi dan tanggung jawab manning agent akan menjadi lebih jelas. Apakah dia sebagai hiring partner, outsourcing, manning agent, atau sebagai company representative. Terkait soal ini, CIMA perlu menjembatani sehingga tidak terjadi multi tafsir atau salah paham yang tidak perlu.
***Purwanto.