Jakarta, Maritim
Penduduk dunia harus kerja sama merawat laut, karena laut adalah masa depan, di mana 95% laut belom dieksplorasi.
“Kita harus memperlakukan laut kita secara hati-hati dan menjaganya bersama. Karena tidak ada negara dan organisasi yang bisa menyelesaikan masalah laut tanpa kerja sama. Laut adalah warisan bagi generasi mendatang,” kata Menko Maritim, Luhut B Pandjaitan, saat menutup Our Ocean Conference (OOC) 2018, di Bali, Selasa (30/10).
Menurutnya, kerja sama sangat dibutuhkan, karena pada forum OOC ini berbagai masalah telah diidentifikasi dan dicari pemecahan yang dibutuhkan berupa aksi nyata dengan hasil terukur. Termasuk kolaborasi di seluruh lapisan dan para pemangku kepentingan.
“Dulu saat bertugas di militer, saya beranggapan tanah adalah raja, tapi kini saya meyakini laut adalah sang ‘Ratu’. Bagi Anda yang mengerti permainan catur pasti paham bahwa Ratu adalah si aktor utama,” ucapnya, disambut gelak hadirin.
Sebelumnya Menko Luhut bertemu Vice President Conservation International (CI) Indonesia Ketut Sarjana Putra bersama pasangan suami istri Andrew and Marit Miners. Pemilik Misool Eco Resort, Raja Ampat, ini menjelaskan model penangkapan ikan dan perikanan berkelanjutan bernama ‘Blue Halo S (Sustainability)’.
Sistem ini memadukan Kawasan Perlindungan Laut (Marine Protected Area/MPA) dan konsesi perikanan berkelanjutan serta pembiayaan gabungan (blended finance). Blue Halo S (Siskamling Biru) memberikan kredit mikro bagi lebih enam juta nelayan untuk meningkatkan mata pencaharian.
Model ini telah berjalan hampir 10 tahun. Dengan sistem ini, pola pikir masyarakat sekitar bisa dikembangkan, bahwa mencari nafkah di wilayah itu bukan hanya dengan melaut. Tapi bisa juga dengan jadi pedagang, pemandu wisata, atau bahkan usaha penginapan.
“Ini bisa membuat masyarakat punya rasa kepemilikan yang tinggi terhadap wilayah mereka. Saya yakin model ini bisa sangat cocok untuk diterapkan di banyak negara lain,” kata Menko Luhut.
Sedang Ketut mengatakan, ada lebih dari 14 hektar MPA di seluruh Papua, dengan demikian masih banyak yang bisa dilakukan di wilayah ini.
Menko Luhut juga menerima Komisioner Uni Eropa untuk Lingkungan Hidup, Kelautan dan Perikanan, Karmenu Vella. Kelapa sawit jadi topik utama pembicaraan.
“Indonesia berkomitmen dengan peraturan sertifikasi (ISPO), enclave, hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya serta tak ada lagi izin yang dkeluarkan untuk industri,” katanya.
Ditambahkan, moratorium sudah sesuai dengan kriteria EU, lalu ada enclave yang selama ini tidak pernah diberlakukan. Indonesia juga saat ini menerapkan biofuel +20 dan tahun depan menggunakan B+30. (M Raya Tuah)