Nusadua Badung, Maritim
DUA event tingkat global IMF = WB Annual Meeting dan Our Ocean Conference (OOC) yang digelar di Nusadua Bali pada Oktober 2018 lalu, berhasil meneguhkan Indonesia pada posisi strategis. Presiden Joko Widodo, menegaskan komitmen Indonesia untuk menjadi kekuatan maritim dunia sekaligus berperan aktif dalam merawat dan menjaga laut terhadap berbagai ancaman nyata. Indonesia juga siap membuka dialog dengan negara-negara ASEAN untuk memajukan kerja sama maritim serta penghormatan terhadap hukum internasional.
“Dalam empat tahun terakhir, berbagai langkah telah dilaksanakan, termasuk meningkatkan konektivitas melalui program tol laut dengan memperkuat armada laut dan pembangunan 477 pelabuhan, pengurangan polusi laut dengan target pengurangan sampah plastik di laut sebesar 70% pada tahun 2025, tercapainya kawasan konservasi perairan seluas 20 juta hektare pada tahun 2018, yang berarti dua tahun lebih cepat dari target 2020 serta aktif memajukan kerja sama maritim di ASEAN, IORA, Pasifik Selatan, PBB, dan berbagai forum internasional” papar Presiden Joko Widodo pada gelar OOC.
Menjaga Laut: Presiden mengajak seluruh pihak untuk berani mengambil langkah-langkah konkret terhadap upaya menjaga laut. Langkah konkret yang dapat dirasakan masyarakat dan berdampak nyata terhadap perlindungan laut.
Pungkasnya saat membuka OOC 2018 yang digelar di Bali Nusadua Convention Center (BNDCC): “Every little action count. Untuk itu saya mendorong OOC mengambil langkah guna meningkatkan sinergi yang dilaksanakan masing-masing negara”.
Preiden juga sebutkan sejumlah tantangan kelautan yang kini dihadapi, membutuhkan aksi nyata dan perhatian bersama. Untuk itu dierlukan kerja sama kooperasi dan kolaborasi antar negara. Tahun ini, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan konferensi laut sedunia yang sudah berlangsung sejak 2014. Penyelenggaraan konferensi ini sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia yang berupaya menjaga dan mengelola laut secara berkesinambungan. Bahwa laut merupakan tulang punggung kehidupan dunia.
Disebutkab bahwa lebih dari 90% total volume perdagangan dunia dilakukan melalui laut. Sementara ratusan juta manusia juga hidup bergantung pada sektor perikanan dan rantai pasokannya. Namun di sisi lain, lautan juga menghadapi sejumlah tantangan serius. Ujarnya: “Kejahatan di laut semakin marak. IUU Fishing, data FAO mengatakan, nilai jumlah ikan yang diambil tiap tahun secara ilegal, besarnya sekitar 2,6 juta ton atau bernilai sekitar USD10-23 miliar. Hal tersebut tergambar dari tingginya angka kasus-kasus perompakan, perdagangan manusia, penyelundupan obat terlarang, perbudakan, dan lain-lainnya”.
Selain itu dikatakan, polusi laut yang diakibatkan sampah plastik, rusaknya terumbu karang, peningkatan suhu air laut, dan klaim maritim antarnegara yang tak terselesaikan juga jadi ancaman nyata. Kepala Negara mengatakan bahwa OOC 2018 harus dapat menjadi motor perubahan terhadap komitmen penanganan tantangan itu. Pungkasnya: “Kita memerlukan revolusi mental hadapi tantangan di laut dan mengelola laut secara berkesinambungan. OOC harus menjadi motor penggerak revolusi mental global untuk merawat laut”.
Bali Declaration: The Fourth Intergovernmental Review Meeting (IGR-4) telah usai digelar. Para delegasi yang hadir telah sepakati beberapa hal terkait perlindungan lingkungan laut yang tertuang dalam Bali Declaration. Secara lengkap, deklarasi dibacakan oleh Drafting Committee Bali Declaration Makarim Wibisino dalam penutupan IGR-4 di Inaya Putri Bali, Berikut isi Bali Declaration:
- Meningkatkan pengarusutamaan perlindungan ekosistem laut dan pantai, terutama dari ancaman lingkungan yang disebabkan peningkatan zat kimia, air limbah, sampah laut, dan mikroplastik.
- Meningkatkan kapasitas, pemahaman dan berbagi pengetahuan melalui kolaborasi dan kerja sama pemerintahan, sektor swasta, masyarakat sipil dan ahli di tingkat regional serta global dalam perlindungan ekosistem laut dan pantai dari aktivitas berbasis lahan dan sumber-sumber polusi.
Global Programme: Selain itu, para delegasi juga menyepakati kelanjutan kerja sama Global Programme of Action yang meliputi:
- Terus melanjutkan upaya menangani tiga arus polusi, yakni zat kimia, air limbah, dan sampah laut mendukung agenda 2030 sebagai kerangka kerja pembangunan berkelanjutan.
- Memperkuat Global Partnership on Marine Litter, Global Partnership on Nutrient Management, dan Global Wastewater Initiative serta keterkaitan antar kerja sama ini.
- Meningkatkan koordinasi, perjanjian, dan dukungan terhadap kerja sama dengan negara lain untuk mengatasi polusi berbasis lahan.
- Melanjutkan upaya ke depan untuk mencegah sampah laut dan mikroplastik, zat kimia dan air limbah yang bersumber dari daratan secara terintegrasi termasuk menghubungkan daratan/laut dan air tawar/laut dalam rencana aksi.
- Mendorong pertukaran informasi, pengalaman praktis, dan keahlian ilmiah serta teknis berkolaborasi aktif dan kooperstif kerja sama antar institusi pemerintahan dan organisasi, komunitas, swasta dan organisasi non pemerintahan yang memiliki tanggung jawab dan/ atau pengalaman relevan.
“Berdasar diskusi yang telah digelar dan dokumen yang tersedia untuk IGR, kami sepakat bekerja sesuai dengan fungsi, bentuk dan implikasi termasuk dasar hukum, anggaran dan organisasional, termasuk masa depan IGR dan kegiatan saat ini yang dikoordinasikan oleh GPA untuk dilanjutkan selama periode intersesional hingga UNEA-4” jelas Makarim.
Selanjutnya, hasil pembahasan IGR-4 akan dibawa ke UN Environment Assembly (UNEA-4) di Nairobi, Kenya pada 2019 mendatang. IGR-4 merupakan ajang badan dunia PBB bidang lingkungan (United Nations Environmet Programme /UNEP) yang berlangsung pada 31 Oktober hingga 1 November 2018. Tema yang diangkat IGR 4 adalah ‘Pollution in Ocean and Land Connection’. Kesepakatan IGR-4 selanjutnya dituangkan dalam ‘Bali Declaration on the Protection of the Marine Environment From Land-Based Activities’.***ERICK ARHADITA