JAKARTA, MARITIM.
Permintaan tenaga kerja pelaut di kapal-kapal pesiar bakal meningkat 20% menyusul rencana akan diluncurkannya beberapa kapal pesiar baru di tahun 2019. Peluang kerja ini diharapkan dapat mendongkrak penempatan pelaut Indonesia untuk bekerja di kapal-kapal pesiar di berbagai negara.
“Meningkatnya permintaan pelaut itu berdasarkan laporan dari CLIA (Cruise Line International Association), The Maritime Executive, dan Cruise Market Watch,” kata Presiden Direktur PT Ratu Oceania Raya, Deddy Herfiandi, saat membuka “Ratu Independent Educational Representative Annual Conference” di gedung Titan Center, Bintaro, Tangerang Selatan, Kamis (1/11/2018).
Acara sehari bertajuk ‘Bersama Bersinergi Membangun Masa Depan Gemilang’ itu diikuti puluhan mitra kerja yang berafiliasi dengan PT Ratu Oceania Raya dalam mendukung penempatan pelaut di kapal pesiar internasional. Mereka dari lembaga-lembaga pendidikan & pelatihan perhotelan dan kapal pesiar di seluruh Indonesia yang tergabung dalam wadah IER (Independent Educational Representative) sejak 2007.
Menurut Deddy, peluncuran kapal-kapal pesiar baru yang berkapasitas hingga 5.000 penumpang itu akan berlangsung sampai tahun 2027 mendatang. Dua dari 10 perusahaan pelayaran yang kini menjadi mitra kerjanya (Royal Caribbean Cruises dan Celebrity Cruises) telah menyatakan akan meluncurkan beberapa kapal pesiar baru di tahun 2019 dan 2020.
Dengan bertambahnya kapal baru, otomatis kebutuhan pelaut dan tenaga kerja di kapal pesiar akan terus meningkat. Bahkan peningkatan kebutuhan itu akan terjadi sampai tahun 2027, seiring dengan banyaknya peluncuran kapal pesiar baru.
“Ini merupakan peluang yang harus kita rebut dengan mengirim pelaut yang berkualitas dan kompeten,” ujarnya.
Ditegaskan, dalam menempatkan pelaut di kapal pesiar pihaknya selalu mengedepankan kualitas dan kesetaraan yang berkeadilan. Ini sangat penting sehingga awak kapal yang kita kirim untuk bekerja di kapal-kapal pesiar mampu memberikan yang terbaik untuk perusahaan, taat pada semua aturan dan kebijakan perusahaan.
Dengan demikian mereka dapat memenuhi harapan semua pihak. Baik keluarga, masyarakat, perusahaan, maupun pemerintah, sehingga mereka dapat mengarungi samudera kehidupan dengan layak dan penuh berkah.
Deddy menambahkan, bekerjasama dengan 10 perusahaan pelayaran di Amerika dan Eropa, selama 2018 (Januari-September) pihaknya telah menempatkan 3.909 pelaut di kapal pesiar, terdiri dari 1.353 pelaut baru dan 2.556 pelaut yang cuti kemudian naik kapal kembali.
Dengan pendapatan rata-rata USD 2.500/bulan atau USD 22.500 selama 9 bulan, maka total devisa yang dihasilkan sebesar USD 87.952.500, atau setara Rp 1,3 triliun. “Ini baru dari PT Ratu saja, belum yang dikirim perusahaan lainnya,” sambungnya.
Data base pelaut
Dalam kesempatan itu, Ketua Umum Konsorsium Perusahaan Pengawakan Kapal atau CIMA (Consortium of Indonesia Manning Agencies) Gatot Tjahyo Sudewo mengutarakan peran CIMA dalam mendukung anggotanya dalam merekrut dan menempatkan pelaut Indonesia di kapal-kapal pesiar dan kapal-kapal niaga lainnya.
Dikatakan, saat ini 111 perusahaan sudah mengantongi SIUPPAK (Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal), termasuk anggota CIMA yang kini telah tercatat 47 perusahaan.
Ia memperkirakan saat ini ada sekitar 1,2 juta pelaut yang bekerja di dalam dan luar negeri. Dari jumlah itu mereka tersebar bekerja di armada kapal nasional yang jumlahnya kini mencapai 21.106 unit.
Namun. Gatot mempertanyakan berapa jumlah pelaut Indonesia yang sebenarnya, karena hingga saat ini belum ada data base pelaut yang pasti. Termasuk jumlah pelaut yang bekerja di luar negeri dan berapa kebutuhan yang harus dipasok per tahun.
“Data pelaut yang dimiliki instansi pemerintah maupun organisasi swasta tidak ada yang sama,” kata Gatot seraya menambahkan perlunya dibuat data base pelaut Indonesia.
Selain membahas kesiapan perusahaan menghadapi meningkatnya permintaan pelaut di kapal pesiar, menurut Presdir PT Ratu Oceania Raya Deddy Herfiandi, forum tersebut juga untuk menangkal dan menanggulangi beberapa isu yang berkembang. Baik terkait pemalsuan dokumen kepelautan, deserter ataujump ship (meninggalkan kapal), background check calon pelaut, kemampuan bahasa Inggris terkait tanggungjawab pekerjaan di kapal, maupun melindungi penumpang dalam keadaanemergency.
Sejumlah narasumber memaparkan beberapa masalah yang harus dilakukan dalam proses penempatan pelaut di kapal pesiar. Antara lain tentang proses perekrutan, dokumen kepelautan, dan medical check up.
Wakil Konsulat Jenderal Kedubes AS di Jakarta juga menjelaskan tentang kewajiban pelaut yang harus memiliki Visa Amerika jika kapalnya melintasi wilayah Amerika Serikat, serta proses pengajuan untuk mendapatkan Visa Pelaut (C1D Visa).
Sementara Saptawi Budiman dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Crew Kapal Pesiar dan Kapal Niaga Indonesia (CKPNI) menjelaskan tentang sertifikat profisiensi dan kompetensi yang wajib dimiliki pelaut.
Dikatakan, sertifikat profesi berdasarkan ketentuan IMO/STCW dikeluarkan oleh Kemenhub. Sedangkan sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).
Ia menegaskan, semua pelaut di kapal pesiar harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai jabatannya di kapal. Misalnya, Chief Housekeeper, F&B Server/Waiter/Waitress, Bartender/Barwaiter, Cabin Steward, Chef/Cook, Laundryman/Laundry Master dan lain sebagainya.
“Personnel Deck & Engine Department juga wajib memiliki sertifikat kompetensi. Tanpa sertifikat itu tidak akan bisa bekerja di kapal,” tegasnya.
***Purwanto.