Denpasar, Maritim
FENOMENA yang muncul akhir-akhir ini, seakan merupakan dua kontroversi yang tak mudah disastukan, tetapi satu sama lain memerlukan jalan seiring. Banyak yang menilai, yang kini terjadi adalah manifestasi filosofi “rwa bhinedda”, yang berbeda satu dengan lainnya tetapi tak mungkin yang satu meniadakan yang lain. Hal ini tergambar pada era milineal yang bersifat dinamis dengan menggunakan teknologi, sedang satu sisi dari pariwisata budaya cenderung statis dan menjadikan masyarakat sebagai subjek. Untuk itu kedepannya, perlu dicarikan solusi bagaimana pengembangan pariwisata budaya Bali di era mileneal, sehingga pariwisata Bali tetap maju tanpa tercabut dari akar budayanya.
Landasan filosofi tersebut, tampak dari ungkapan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) pada saat membuka gelar acara The Second Bali Internasional Tourism Conference (ITC) Millennial Tourism yang diselenggarakan Universitas Udayana, di Ruang Teater, Gedung Fakultas Kedokteran Unud, Denpasar, Kamis (8/11), yang berucap: “Jangan sampai era digital mengurangi pariwisata budaya karena dalam pariwisata budaya masyarakat ikut terlibat sebagai subyek. Jangan sampai dengan era digital masyarakat hanya sebagai penontonnya saja. Untuk itu saya berharap pertemuan ini mampu memberi solusi terkait pengembangan pariwisata Bali kedepannya di era milineal”.
Wagub Cok Ace menyampaikan bahwa era milineal adalah tren dewasa ini yang tidak dapat dihindari. Dalam era teknologi informasi dan penggunaan dunia maya digitalisasi diharap nantinya tidak kontradiktif dengan pariwisata budaya yang dimiliki Bali. Sementara itu, Gubernur Bali dalam sambutannya menyatakan menyambut baik pelaksanaan kegiatan ini. Dengan diangkatnya tema ” Creative Strategies Towards Sustainable Tourism Development in Mileneal Era” diharap terjadi pembahasan komprehensif terkait pengembangan industri pariwisata Bali yang berkelanjutan, yang nantinya akan dapat memberi dampak positif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap melindungi lingkungan serta nilai-nilai luhur yang terdapat di Pulau Dewata.
Pada bagian lain, Menteri Pariwisata yang diwakili Prof. I Gede Pitana, selaku Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata, dalam paparannya yang berjudul marketing hyperconnected society menyampaikan, dalam menghadapi era milineal perlu dilakukan kajian serta analisis tajam terkait bagaimana karakteristik dari era milineal itu sendiri dan mengkaitkannya dengan produk yang diharapkan di era tersebut.
Menurut Menteri Pariwisata, produk-produk pariwisata nantinya harus dapat menyesuaikan dengan segmen atau kebutuhan pasar, dan sejalan dengan undang-undang, peraturan serta nilai-nilai budaya dan agama yang ada.
Bali ITC yang kedua kali ini diisi dengan pemaparan lebih dari 100 makalah hasil penelitian serta kunjungan lapangan, berlangsung dari 8 hingga 10/11/2018.***ADIT/Dps/Maritim