JAKARTA-MARITIM: Fasilitas konsolodisasi kargo ekspor impor atau container freight station (CFS) di Pelabuhan Priok dinilai efektif dalam upaya menekan biaya logistik nasional.
CFS centre merupakan fasilitas logistik terpadu untuk pelayanan kargo berstatus less than container load (LCL) di wilayah pabean dan cukai pelabuhan.
Pelabuhan Tanjung Priok saat ini merupakan pelabuhan yang menangani lebih dari 65% pengapalan ekspor impor RI, sehingga pelabuhan Priok menjadi pintu gerbang perekonomian nasional.
Hal itu dikemukakan Wisnu Waskita, Komisaris PT.Tata Waskita yang juga merupakan pegiat kargo impor LCL di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
“Dengan adanya fasilitas CFS centre di Priok biaya logistik kargo impor LCL bisa lebih efisien hingga 30 persen,karena biaya penanganannya terukur dan pasti,”ujar Wisnu, Jumat (30/11).
Manajemen PT Pelindo II/IPC bersama mitra kerjanya Bea dan Cukai sepakat menata kembali tata kelola pelabuhan Tanjung Priok, salah satunya melalui keberadaan CFS centre tersebut.
“Langkah ini diharapkan juga dapat menekan dwelling time atau masa inap kontainer di pelabuhan kurang dari 3 hari sebagaimana keinginan Presiden Joko Widodo,” sergah Wisnu.
Wisnu menjelaskan, berdasarkan blue print atau rencana induk tata kelola Pelabuhan Tanjung Priok, telah dilaksanakan pembenahan pelabuhan Priok agar lebih modern serta memudahkan service kepada customer.
Antara lain, dermaga khusus untuk terminal ocean going atau pelayaran internasional dan dermaga khusus untuk pelayaran domestik. Pelayanan bongkar muat alat berat dan kendaraan yang selama ini dilakukan pada beberapa tempat, juga akan dialihkan ke satu lokasi di IKT (Indonesia Kendaraan Terminal).
Dijelaskan, dalam rencana induk itu juga dibuat kluster untuk depo khusus kontainer impor LCL, serta lapangan penumpukan kontainer untuk barang berbahaya dan lainnya.
“Dengan penataan tersebut, arus keluar masuk barang dapat diatur lebih baik, sehingga kemacetan truk trailer bisa diantisipasi lebih baik lagi,”terang dia.
Dijelaskan, soal dwelling time masih menjadi perhatian serius. Dwelling time terbagi dalam tiga bagian, yakni pre-customs clearance, customs clearance, dan post-customs clearance.
Penyumbang terbesar adalah pre-customs clearance, sekitar 60-70 persen dari total dwelling time. Faktor penentu pre-customs clearance, antara lain banyaknya larangan dan/atau pembatasan (Lartas) dan kecepatan instansi di luar pelabuhan dalam penerbitan izin Lartas.
Kemudian proses penelitian Lartas melalui sistem INSW (Indonesia National Single Windows), dan kesadaran importir untuk segera submit dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang).
Wisnu yang juga pengamat kepelabuhanan itu mengatakan, rencana induk tata kelola Pelabuan Tanjung Priok akan memberikan arah komitmen yang jelas manajemen PT Pelabuhan Indonesia II untuk meningkatkan produktivitas dan utilitas dari fasilitas yang ada.
Menurutnya, optimalisasi pelayanan melalui sistem digital juga bisa mendongkrak kinerja pelabuhan karena selama ini hampir 80 persen pengguna jasa di Pelabuhan Tanjung Priok masih mengandalkan proses tatap muka.
“Langkah Pelindo II menata pelabuhan Priok hendaknya diikuti kinerja instansi kementerian/lembaga terkait melalui satu standar prosedur operasional layanan berbasis teknologi informasi,”tuturnya.
Berdasarkan data PT.Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok, sejak diluncurkannya fasilitas container Freght Station (CFS) centre Pelabuhan Priok pada November 2017 hingga Agustus 2018 tercatat 50.000-an transaksi pada billing CFS Center Priok tersebut.(mrtm/hb)