Jakarta, Maritim
MENURUT Slamet Soebjakto Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), fihaknya mencatat kinerja makro perikanan budidaya tumbuh 4,97% dalam periode 2013-2017. Disebutkan bahwa produksi perikanan nasional mencapai 16.114.991 ton pada tahun 2017, atau naik 0,74% dari 2016 yang sebanyak 16.002.319 ton.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyatakan nilai ekspor perikanan budidaya rerata tumbuh 5,24% per tahun sepanjang lima tahun terakhir. Pada 2017, ekspor perikanan budidaya menyentuh US$1,83 miliar atau naik 13,47% dibandingkan 2016.
Slamet Soebjakto menjelaskan: “Kinerja positif ini patut jadi titik tolak dalam mendorong ekspor perikanan budidaya nasional, hingga secara langsung berkonribusi lebih besar lagi terhadap pertumbuhan ekonomi”.
Ditilik dari segi kinerja mikro, indikator ekonomi mikro sub sektor perikanan budidaya sepanjang 2018 diklaim terus memperlihatkan kinerja yang positif. Hal ini terlihat dari pertumbuhan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) dan Nilai Tukar Usaha Pembudidaya Ikan (NTUPi) yang meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2017.
Berdasar data BPS, tren perkembangan NTPi hingga Oktober 2018 tumbuh rerata sebesar 0,29% per bulan. Pada Oktober 2018, nilai NTPi sebesar 101,89 atau naik 2,38% dibanding periode yang sama setahun sebelumnya yang berada di posisi 99,52. Adapun NTUPi rerata naik 0,29%. Pada Oktober 2018, nilai NTUPi tercatat sebesar 114,31 atau naik 3,68% dibanding tahun sebelumnya yang berada di level 110,25.
NTPi merupakan rasio antara indeks yang diterima pembudidaya ikan dengan indeks yang dibayarkan. Jika melihat tren pertumbuhan NTPi yang positif sepanjang 2018, dengan nilai lebih besar dari 100, terlihat adanya perbaikan struktur ekonomi masyarakat pembudidaya ikan. Ujar Slamet pula: “Struktur ekonomi tersebut yakni peningkatan pendapatan yang berdampak pada perbaikan daya beli masyarakat pembudidaya ikan, utamanya terhadap akses kebutuhan dasar”.
Nilai NTPi yang positif sebesar 101,89 juga berpengaruh terhadap saving ratio, hingga memungkinkan pembudidaya ikan meningkatkan kapasitas usahanya melalui reinvestasi. Berdasar distribusi nilai NTPi di masing-masing provinsi pada Oktober 2018, nilai NTPi terbesar dipegang oleh Jawa Timur (107,11); Kepulauan Riau (107,11); Sumatera Barat (107,07); Maluku (106,77); dan Jawa Barat (106,28).
Dalam kurun waktu 2017 hingga kuartal III/2018, pendapatan pembudidaya secara nasional meningkat 8,6%, dari Rp3,09 juta menjadi Rp3,36 juta. Nilai ini jauh lebih besar dibanding standar upah minimum secara nasional yang sebesar Rp2,25 juta.
Program gerakan pakan mandiri yang terus berkembang di sentra-sentra produksi juga dinilai memberi efek besar dalam menekan biaya produksi budidaya. Nilai NTUPi yang tumbuh tahun ini, disebut menjadi indikasi bahwa kegiatan usaha budidaya ikan kian efisien dan telah memberikan nilai tambah lebih besar.***MRT/2701