Sumenep Madura, maritim
SEBANYAK ratusan nelayan dari Desa Longos dan Desa Grujugan, Kecamatan Gapura juga sejumlah desa di Kecamatan Dungkek, berunjuk rasa ke Kantor DPRD Sumenep. Kepada para wakil rakyat, mereka mengeluh perihal maraknya penangkapan ikan menggunakan alat tangkap ‘sarkak’. Karena itu, mereka mendesak agar anggota DPRD Sumenep menyusun peraturan daerah (perda) yang melarang penggunaan alat tangkap ikan jenis itu.
“Kami para nelayan minta agar wakil rakyat berkenan membuat Perda atau mendesak Bupati agar segera mengeluarkan peraturan yang melarang penggunaan sarkak” kata Didik selaku kordinator lapangan (korlap) aksi, Rabu (05/12/2018).
Perlu diketahui, sarkak merupakan alat tangkap ikan yang menyerupai cantrang, tetapi dimodifikasi sebagaimana dilakukan oleh nelayan Madura. Sarka’ merupakan alat tangkap ikan yang ditarik dengan menggunakan mesin perahu besar. Pengoperasiannya menyentuh dasar perairan, menggunakan jaring yang pada tiap ujung-ujungnya diikat pada besi-besi bergigi, untuk menyapu ikan yang ditangkap.
Kata Didik pula: “Penggunaan ‘sarkak’ sangat merugikan, karena merusak terumbu karang dan ekosistem laut. Sarkak juga merusak bubu atau alat tangkap ikan kami” .
Adapun bubu, yang di beberapa daerah juga disebut wuwu, merupakan alat tangkap ikan yang banyak digunakan oleh nelayan tradisional. Terbuat dari bambu yang dianyam, berbentuk bulat panjang seperti guci. Pada bagian dalam bubu dipasang tutup dari anyaman bambu dengan posisi menghadap ke dalam, sehingga ikan yang sudah masuk tidak dapat keluar lagi. Biasanya bubu dipasang di anak sungai atau rawa-rawa yang dangkal.
“Sarkak’ telah merusak bubu kami, karena ikut terseret saat sarka’ ditarik mesin perahu. Hampir setiap hari, jaring dan bubu kami hilang. Kalau bubu kami hilang atau rusak, maka kami tidak bisa mencari ikan. Ini menyangkut mata pencaharian kami,” tandas Didik.
Usai berorasi, perwakilan nelayan dipersilahkan masuk ke Kantor DPRD. Mereka ditemui anggota Komisi II DPRD Sumenep. ***AYU/Sub/Maritim