JAKARTA – MARITIM : Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia Susi Pudjiastuti kembali menerima apresiasi internasional, melengkapi prestasi terdahulu berupa gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari Universitas Diponegoro Semarang (3 Desember 2016), dan dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya (10 November 2017). Mutakhir, Malajah “Foreign Policy” yang setiap tahunnya merilis nama-nama Seratus Pemikir Terbaik Dunia (Top 100 Global Thinker) dalam rilis terbarunya, nama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti termasuk di dalam daftar bergengsi tersebut.
Terkait hal tersebut, bagaimana respon Menteri Susi ?
“Senang saja. Berarti aku dianggap pintar dong. Pemikirannya dianggap bagus dong. Gitu saja” kata Susi di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Daftar tersebut dibagi ke dalam beberapa klasifikasi. Posisi Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia dianggap telah berhasil pertahankan dan amankan pasokan ikan dalam negeri dengan cara memberantas kapal-kapal pencuri ikan, berada di kelas Defense and Security, bersama sembilan nama besar lainnya.
Menurut Menteri KP: “Aksi penenggalaman kapal pencuri ikan, merupakan pengamanan perairan Indonesia, bentuk security. Ya mungkin itu saja maksudnya. Ya gembira, bangga. Gini-gini pemikiran kita diakui, gitu kan”.
Kendati caranya sempat menimbulkanb pro dan kontra, tetapi Menteri Susi dikenal karena keberaniannya menangkap, meledakkan dan menenggelamkan kapal pencuri ikan di teritori Indonesia. Bahkan adanya opini bahwa cara yang digunakan dalam memberantas pencurian ikan cukup menakutkan dan sempat menimbulkan ketegangan dengan beberapa negara sahabat, tetapi Menteri menyatakan tak merasa malu. Lebih-lebih karena pendekatan ini dinilai sukses menurunkan tingkat pencurian ikan dalam negeri.
Menakut-nakuti: Dalam kategori kelas Defense and Security, Menteri Susi disejajarkan dengan tokoh-tokoh yang selama ini berkecimpung sebagai penjaga keamanan dan pertahanan. Di antaranya: Qassem Suleimani Komandan Pasukan Quds di Iran; Ursula von der Leyen Menteri Pertahanan Jerman; Olga Sánchez Cordero Sekretaris Dalam Negeri Meksiko; Abiy Ahmed Perdana Menteri Ethiopia; Gwynne Shotwell Presiden dan Chief Operating Officer Spacex; Alex Karp Co-Founder dan CEO Palantir; Eliot Higgins Jurnalis dan perintis Bellingcat; Vladislav Surkov Asisten Presiden Rusia; dan Sheikh Hasina Perdana Menteri Bangladesh.
Dalam rekam jejak DR (HC) Susi sebagai menteri, berbagai gebrakannya menuai pro dan kontra. Tak sedikit yang menganggap Susi sebagai pahlawan karena sikap tegasnya dalam menenggelamkan kapal yang melakukan ilegal fishing. Namun, ada juga berbagai kritik karena aksi ekstrimnya itu. “Foreign Policy” menuliskan, selama ini Menteri Susib konsisten meregenerasi stok ikan di perairan Indonesia, yang mengakibatkan munculnya banyak pengagum disampunng banyak juga yang memusuhi.
Menurut media bergengsi di tataran internasional itu, Menteri Susi tak segan memakai taktik menakut-nakuti guna menimbulkkan efek jera, dengan meledakkan kapal yang tertangkap karena melakukan illegal fishing di perairan Indonesia. Pendekatannya yang “kasar” itu ternyata manjur dalam menurunkan angka perburuan liar di laut lepas. Namun, aksinya membuat meningkatnya ketegangan diplomatik dengan Tiongkok.
Siap-siap Dipermalukan: Era penerapan law enforcement dengan jargon “tenggelamkan !” yang dinilai berhasil, telah berlalu. Kini Menteri KP berencana akan segera memgumumkan ke masyarakat kepemilikan kapal penangkap ikan yang tak berizin. Kemen KP dalam waktu dekat akan memberlakukan naming and shaming untuk kapal-kapal itu. Lewat keterangan tertulis yang juga diterima Maritim beberapa waktu lalu, Menteri Susi menjelaskan: “Semua nama pemilik kapal, di mana posisi kapalnya, status kepemilikan dan perijinannya, serta berapa banyak hasil tangkapan, akan saya umumkan ke publik”.
Menteri Susi mengatakan, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pemilik kapal perikanan terhadap prosedur yang diterapkan pemerintah, dan dinilai tingkat kepatuhan para pelaku usaha perikanan dalam negeri masih rendah. Di samping itu, publik diharap akan dapat ikut mengawasi perusahaan-perusahaan penangkap ikan yang bandel.
Di sisi lain, masih banyak ditemukan kecurangan dalam pelaporan ukuran kapal dan jumlah ikan tangkapan pada tiap kapal. Muncul pula anggapan bahwa KKP mempersulit perizinan kapal. Padahal, ujar Menteri, proses perizinan kapal sudah dibuat semudah mungkin dan terbuka. Namun masih ada yang tidak jujur dan melakukan kecurangan. Memanipulasi data hasil tangkapan ikan dan keuntungan yang mereka dapat. Padahal kalau mereka patuhi aturan pemerintah, seharusnya hal ini tidak perlu terjadi.
Secara terpisah, Nilanto Perbowo Sekretaris Jenderal KKP menyebutkan, hal ini dilakukan untuk memperketat pengawasan melalui keterlibatan publik. Dengan demikian, Laporan Kegiatan Penangkapan (LKP) dan Laporan Kegiatan Usaha (LKU) sebagai syarat penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) tak lagi dimanipulasi. Penataan ini juga dilakukan untuk memastikan pendapatan negara dari pajak dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) harus sesuai pemanfaatan sumber daya perikanan. Pungkas Nilanto: “Illegal, unreported, dan unregulated ini yang jadi masalah. Pemerintah kesulitan menghitung pemanfaatannya. Kalau volumenya saja tidak tahu, bagaimana mungkin kita bisa memungut pajak yang bagus dari usaha perikanan”. (Erick Arhadita)