JAKARTA – MARITIM : Bertempat di Kantor Staf Kepresidenan, Selasa pekan lalu digelar diskusi media bertajuk ‘Langkah Berani Pulihkan Lingkungan’. Hadir dalam diskusi yang dimoderatori sosiolog Imam Prasodjo, antara lain Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan, Siti Nurbaya Bakar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Moeldoko Kepala Staf Kepresidenan, presenter/ mantan aktivis Wimar Witoelar.
Imam Prasodjo yang didaulat sebagai moderator, mengawali diskusi dengan minta Menteri Siti Nurbaya menjabarkan langkah berani kementeriannya dalam memulihkan lingkungan. Kemudian dilanjut giliran Menteri Susi Pudjiastuti yang diberi kesempatan, oleh moderator dengan ucapan bernada ‘guyon’ yang ditimpali peserta diskusi dengan riuh: “Tindakan apa yang selama ini dilakukan dan koreksi apa yang dilakukan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kita tahu Bu Susi merupakan ‘tukang bakar’ kapal pencuri ikan”.
Sebelum memulai paparan, di sela tepulk tangan peserta diskusi, Menteri KP mengoreksi ucapan moderator: “Saya bukan tukang bakar kapal. Seperti yang tertera di nomenklatur pengangkatan sebagai menteri, saya ditugaskan menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Memusnahkan kapal itu susah, sebab kayunya besar dan kerangkanya dari besi. Oleh sebab itu, supaya bikin bombastis, ya harus lebih dulu diledakkan pakai dinamit. Saya dipanggil tukang bakar, tenggelamkan kapal, tidak lah. Profesi saya Menteri Kelautan”.
Terkait dengan penenggelaman kapal, Menteri Susi Pudjiastuti menuturkan sudah terdapat 488 kapal dengan beragam bendera seperti Vietnam, Filipina, Thailand, dan Malaysia yang ditenggelamkan. Diungkapkan bahwa dalam kurun waktu 2003-2013, mata pencaharian nelayan sempat menghilang hingga terjadi penurunan jumlah rumah tangga nelayan dalam sensus pertanian BPS. Ujar Menteri KP: “Sebelum pemerintahan Jokowi 2014, dilaksanakan sensus 2003-2013 dan tercatat jumlah rumah tangga nelayan turun dari 1.600.000 tinggal 868.414. Kenapa? Ini karena ikan tidak ada, makanya mereka berhenti berprofesi sebagai nelayan. Stok ikan turun jauh”.
Setelah menjadi menteri, Susi mengindikasi stok ikan di laut banyak berkurang dan jumlah rumah tangga nelayan juga menurun. Salah satu penyebabnya adalah karena banyak kapal asing yang diperbolehkan mengambil ikan di perairan Indonesia. Ungkapnya: “Dalam rangka cari fakta, saya kumpulkan masalah satu-persatu. Saya kan dulu pemain perikanan, lalu ke penerbangan. Puzzle saya kumpulkan, saya usulkan ke Pak Jokowi, yang pertama amankan kedaulatan kita. Hilangnya ikan di Indonesia karena setiap hari lebih dari 10.000 unit kapal hilir mudik menangkap ikan secara legal maupun mencuri di laut Indonesia. Saya katakan ke presiden, kalau mau kerjakan satu-satu enggak mungkin. Maka saya usulkan bagaimana kalau kita lakukan eksekusi terhadap kapal-kapal pencuri ikan yang berhasil kita tangkap, dengan cara dimusnahkan. Ternyata presiden setuju”.
Mau Bunuh Pengusaha ?: Menteri Susi Pudjiastuti mengatakan bahwa kementeriannya bekerja dengan tiga prinsip, yakni: kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan. Maka, sederet kebijakan dikeluarkan agar selaras dengan prinsip itu. Misalnya, moratorium kapal asing, penangkapan dan penenggelaman kapal pencuri ikan, pelarangan penggunaan alat tangkap ikan yang merusak lingkungan, modernisasi alat-alat tangkap ikan yang dipakai oleh para nelayan, hingga membangun industri perikanan.
Menuyrut Menteri, ternyata masih banyak orang di Indonesia yang tidak berpikir tentang keberlanjutan, sehingga memprotes keras kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan. Jelasnya: “Separuh orang Indonesia, terutama kelas tertentu, itu masih generasi lama yang enggak berpikir soal sustainability, keberlanjutan. Pengusahanya juga sama, hingga kalau diatur sedikit saja, dia bilang, oh lu mau bunuh pengusaha”.
Menanfggapi hal itu, Menteri Susi berucap: “No! Anggapan itu salah. Kamu yang harus berpikir keberlanjutan keuntungan bisnis kamu. Sedang kami akan pastikan kebijakan yang dikeluarkan benar-benar berdampak positif bagi keberlanjutan di dunia perikanan. Tahun pertama pemerintah menegakkan hukum di laut, saya dapat laporan hasil maksimal nelayan kecil, antara lain di Pulau Banda misalnya. Mereka ada yang mendapatkan ikan tuna seberat 7-12 kilogram per ekor. Pada tahun kedua, bobot rerata ikan tuna yang mereka tangkap naik menjadi 17-20 kilogram per ekor. Pada tahun ketiga, bobot rerata ikan sudah mencapai 37 kilogram per ekor. “Sekarang, nelayan di Banda itu bisa mendapatkan tuna dengan bobot 60-90 kilogram per ekor dan saya baru dapat laporan, ada nelayan yang sudah mendapatkan bantuan kapal dari kita, mancing satu tahun dapat 562 ekor (tuna). Dia untung Rp 6 miliar dalam satu tahun”.
Berdasarkan asesmen dari lembaga internasional dan kementeriannya sendiri, stok ikan di perairan Indonesia yang pada empat tahun lalu diperkirakan hanya 7,1 juta ton, kini telah meningkat tajam menjadi 12,5 juta ton. Meski kerap mendapatkan protes, Susi mengatakan, kebijakannya ini sekaligus menjadi sosialisasi bagi masyarakat, khususnya nelayan tangkap dan pengusaha, untuk juga berpikir mengenai keberlanjutan bisnisnya di masa mendatang.
“Bertengkar” Dengan Pengusaha: Menteri Susi Pudjiastuti menyetakan jengkel terhadap sebagian pengusaha perikanan tangkap di Indonesia. Sebab, mereka tidak patuh dan juga tak jujur dalam melaporkan hasil ekspornya. Ungkapnya: “Dengan kenaikan ekspor kita sebesar 10 sampai 12% saja, ternyata yang unreported masih 80% lagi”.
Menteri mencontohkan, ada pengusaha yang awalnya melaporkan nilai ekspor sebesar Rp 300 juta. Setelah ditelisik KKP, rupanya nilai ekspornya lebih jauh dari itu. karena ketahuan, pengusaha itu pun melaporkan kembali ke KKP. Ternyata yang dilaporkan tetap saja berada jauh di bawah nilai ekspor aslinya. Menurut Menteri KP ada yang dari Rp 300 juta menjadi Rp 2 miliar. Jadi 20 ton menjadi 200 ton. Padahal tangkapannya mencapai 2.000 ton. Kepatuhan para pengusaha ini ternyata masih sangat kurang.
Untuk mendorong pengusaha perikanan patuh dan jujur, sampai dibuat video testimoni yang berisi permintaan agar seluruh pengusaha perikanan tangkap di Indonesia melaporkan nilai ekspor secara jujur ke pemerintah. Selain itu, Menteri Susi sampai berkomunikasi langsung dengan para pengusaha lewat pesan singkat. Kepada satu per satu pengusaha, Menteri Susi meminta agar mereka mencantumkan nilai ekspor sesuai dengan kondisi asli, tidak dikurang-kurangkan. Ketika berkomunikasi ini, Susi pun sering dapatkan perlawanan dari pengusaha yang berniat tak jujur.
Imbuh Susi: “Ini contoh pesan Whatsapp saya dengan mereka. Kalau saya tekan, dia jawab, Ibu maunya berapa? Kan sudah Rp 200 juta naik ke Rp 300 juta kemudian Rp 2 miliar. Saya bilang belum cukup. Anda pasti lebih dari itu. Mereka lalu tanya, sebenarnya KKP maunya apa? Saya jawab lagi, KKP maunya apa, pakai tanda pentung (tanda seru). Jengkel juga. Mereka bilang, jadi Ibu Susi mau saya lapor berapa? Kan kurang ajar seperti itu. Ini pengusaha sama menterinya ngomong begitu, coba”.
Pada dasarnya Menteri KP memahami situasi psikologis pengusaha. Mereka berlaku begitu karena puluhan tahun memang pemerintah tidak pernah tegas dalam hal ini. Karenanya Menteri Susi pun berkomitmen terus memperbaiki dunia perikanan di Indonesia.
Memungkasi paparan Menteri KP berucap: “Tapi alhamdulilah, dengan berbagai perbaikan, tahun 2018 lalu dalam satu tahun ini kita dapat tambahan angka 600.000 ton. Angka itu saja dikalikan 2 dollar AS saja sudah Rp 12 triliun. Jadi, apa yang dilakukan saat ini harus terus dijaga”. (Erick Arhadita)