JAKARTA – MARITIM ; Untuk melindungi industri dalam negeri, pemerintah membuat regulasi dan memberikan insentif, agar dapat menarik investasi dan mendorong ekspor. Pasalnya, tumbuhnya industri komponen dan bahan baku sangat diperlukan meningkatkan daya saing industri dalam negeri, sekaligus menekan tren peningkatan impor.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kemenperin, Janu Suryanto, mengatakan itu pada FGD bertema ‘Peluang dan Tantangan Industri Elektronika dan Telematika 2019’, di Jakarta, Kamis (21/2).
Hadir pada acara yang diadakan CV Konsultan Media Utama (KMU) bekerjasama dengan Direktorat Industri Elektronika dan Telematika itu, Senior Manager Business Development Polytron, Joegianto.
Menurut Janu, industri elektronika nasional masih tergantung bahan baku dan komponen impor, karena lokal belum berkembang. Dengan negara pengirim produk terbesar Tiongkok, Singapura, Jepang, Thailand dan Korea.
“Maka dari itu, untuk meningkatkan daya saing dan mengurangi impor, pemerintah memberi insentif pajak ke investor. Seperti tax holiday dan tax allowance,” jelasnya.
Tax holiday diberikan bagi investor yang akan mengembangkan industri semi konduktor wafer, industri back light untuk liquid crystal display (LCD), electrical driver dan liquid crystal display (LCD). Hal itu sesuai PMK No 150/PMP.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Dunia usaha bisa memanfaatkan tax allowance, bila berminat mengembangkan industri komputer, barang elektronik dan optik. Industri peralatan listrik dan industri mesin serta perlengkapan YTDI (mesin fotocopy, pendingin), sesuai aturan Permenperin No 1/2018.
Tekan impor
Penguatan lain, pemerintah juga menyiapkan regulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan memberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara wajib. Di mana, penerapan kebijakan TKDN 4G LTE, pemerintah berhasil membawa masuk 43 merk.
Tiga puluh sembilan pemilik merk dan 22 pabrik ke industri dalam negeri. Di samping itu, kebijakan TKDN juga berhasil menekan impor cukup signifikan, dari 60 juta unit pada 2014 jadi 11 juta unit pada 2017.
Insentif lain, BMDTP sesuai PMK No 12/PMK.010/2018 tentang Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Sektor Industri TA 2018. Fasilitas ini dapat dimanfaatkan sektor elektronika, peralatan telekomunikasi, kabel serat optik, smart card dan telepon seluler.
Pasalnya, BMDTP dapat meningkatkan daya saing produk industri dalam negeri, agar bersaing merebut pasar dalam negeri dan meningkatkan utilisasi.
“Saat ini, tingkat utilitas kapasitas terpasang sebagian besar industri elektronik dalam negeri masih belum maksimal, hanya sekitar 75%,” ungkapnya.
Sementara penerapan SNI wajib tujuannya untuk melindungi industri nasional dan konsumen. Meliputi, lampu pijar, baterai primer, pompa air, setrika listrik, TV-CRT, AC, kulkas, mesin cuci dan produk audio video.
“SNI akan mendorong industri melakukan inovasi untuk meningkatkan kualitas produk,” jelas Janu.
Optismisme dunia usaha
Menghadapi tahun politik, dunia usaha tetap menyikapi positif, dengan melakukan ekspansi pasar dan melakukan investasi besar-besaran di bidang Research & Development (R&D). Seperti dilakukan Polytron.
“Bagi Polytron, R&D adalah ujung tombak perusahaan, yang akan memberikan kreasi-kreasi serta solusi baru dalam menghadapi persaingan dengan kompetitor,” ujar Senior Manager Business Development Polytron, Joegianto.
Polytron, adalah brand lokal ternama berdiri sejak 1975. Perusahaan industri ini menghasilkan berbagai produk audio-video, peralatan rumah tangga dan produk elektronik lainnya. Perseroan juga memegang 13 paten berbagai produk elektronik. Selain di R&D, Polytron berkompetensi di bagian Quality Assurance, Marketing and Sales dan After Sales.
Menurut Joegianto, pada 2019 pihaknya sangat berkeinginan memperbesar pasarnya, selain di pangsa pasar Indonesia. Dengan menjajaki kembali menggarap pasar ekspor Afrika.
“Ekspor perdana Polytron dimulai sekitar 1990-an. Waktu itu kita mengirim TV-CRT ke negara-negara Eropa,” kata Joegianto. (M Raya Tuah)