Premi Asuransi Kapal Nasional Capai Rp.1.59 Triliun

Galangan PT PAL fokus ke armada tempur
Salah satu galangan kapal domestik

MARITIM, SURABAYA : Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menilai pemberian insentif bagi produsen kapal dalam negeri akan dapat mendorong geliat industri kapal yang kemudian juga berpengaruh pada pertumbuhan asuransi rangka kapal. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad S. Dalimunthe. Menurutnya, pemberian insentif bagi produsen kapal dapat berpengaruh pada kinerja asuransi rangka kapal yang mencatatkan pertumbuhan negatif dalam dua tahun terakhir.

Berdasar catatan AAUI, premi asuransi rangka kapal pada 2018 mencapai Rp1,59 triliun atau mencakup 2,27% dari keseluruhan premi asuransi umum 2018 senilai Rp69,85 triliun. Dody menjelaskan porsi asuransi rangka terus menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, yakni 2017 sebanyak 2,5% dan 2016 sebanyak 2,8% dari total premi asuransi nasional. Penurunan tersebut, menurut Dody, didorong oleh kombinasi antara tingginya risiko dari penggunaan kapal-kapal berusia tua serta fraud dalam lini asuransi rangka kapal, yang menyebabkan loss ratio meningkat dan membuat hasil underwriting asuransi rangka kapal kecil, bahkan minus.

Read More

“Kondisi ini bahkan menyebabkan beberapa perusahaan pull out dari bisnis ini”. jelas Dody:

Lebih jauh dijelaskan, penggunaan kapal-kapal berusia tua dan faktor class vessel yang ‘tidak disiplin’ memiliki potensi risiko tinggi bagi perusahaan asuransi. Meskipun begitu, objek pertanggungan kapal yang sangat banyak di Indonesia menjadi potensi besar bagi premi asuransi nasional.

Dalam penilaian Dody, diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 82 Tahun 2017 Tentang Penggunaan Angkutan Laut dan Asuransi Nasional untuk Ekspor dan Impor Barang Tertentu, menjadi sinyal positif bagi industri asuransi nasional.

“Peraturan itu mengharuskan aktivitas ekspor batubara dan CPO menggunakan kapal-kapal nasional, yang akan dapat  meningkatkan ketersediaan kapal di dalam negeri yang selama ini terdiri dari banyak kapal impor bekas. Hal penting adalah adanya insentif dari pemerintah bagi industri kapal nasional agar dapat memproduksi kapal-kapal baru sesuai dengan class vessel-nya. Beberapa insentif tersebut seperti penurunan pajak impor bahan baku pembuat kapal serta insentif pajak pembuatan kapal itu sendiri”. ujarnya: “

Dody menyatakan mendukung langkah Iperindo (Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Sarana Lepas Pantai Indonesia) yang menjalin kerja sama dengan INSA (Indonesian National Shipowners Association) serta Gapasdap (Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan) untuk mendorong pemerintah memberi keringanan pembiayaan sektor galangan kapal dan jasa angkutan penyeberangan.

Memungkasi penjelasan, Dody akui belum mengetahui dan belum dapat memperkirakan berapa potensi pertumbuhan produksi kapal baru setelah permintaan asosiasi industri dipenuhi. Meskipun begitu, apabila keringanan pembiayaan diberi ke industri galanfgan kapal dalam negeri, hal itu dinilai berpotensi dapat meningkatkan pertumbuhan asuransi rangka kapal.

Dukungan Perbankan

 Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Perhubungan Laut Darmansyah Tanamas mengatakan para pelaku usaha pelayaran masih dihadapkan pada tantangan dari sisi kebijakan moneter.

 Para pelaku usaha transportasi laut membutuhkan  dukungan dari perbankan nasional dalam pengadaan kapal dengan bunga yang kompetitif dan tenor panjang. Dengan begitu pengadaan kapal baru dapat lebih efisien. Terkait hal itu, Eddy Kurniawan menilai bahwa suku bunga yang tinggi dan periode pengembalian pembiayaan yang singkat akan dapat menghambat daya saing industri galangan kapal dalam negeri, dan membuat pebisnis cenderung membeli kapal bekas dari luar negeri, karena harga yang jauh lebih murah.

 “Kita membutuhkan skema pendanaan infrastruktur dengan bunga setara obligasi negara, dan  jangka waktu pinjaman yang panjang, Juga perlu “equal threatment” kebijakan fiskal sebagaimana yang diberikan negara lain kepada sektor pelayaran. Karenanya perlu adanya deregulasi kebijakan yang tumpang tindih yang berdampak pada inefisiensi, terutama sektor keselamatan dan keamanan pelayaran” pungkas Darmansyah.  (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *