SURABAYA – MARITIM : Terhitung mulai Januari 2020 yang akan datang, Pulau Komodo ditutup sementara sebagai obyek pariwisata. Kebijakan itu ditempuh menindaklanjuti hasil keputusan rapat bersama antara Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) dengan fihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pemprov NTT memutuskan kegiatan pariwisata di Pulau Komodo akan ditutup. Marius Jelamu, Kepala Biro Humas Pemprov NTT, Jum’at (29/3/ 2019) menjelaskan kepada awak media: “Berdasar hasil rapat diputuskan Pulau Komodo ditutup sementara mulai bulan Januari 2020 yang akan datang. Penutupan hanya dilakukan khusus di Pulau Komodo, dan bukan di seluruh wilayah konservasi “.
Penutupan ini, bertujuan memberi kesempatan pemerintah dalam melakukan konservasi, untuk memastikan pasokan makanan komodo terjaga dengan baik. Pemerintah juga akan menata alam dan lingkungan di Pulau Komodo dengan baik, misalnya dengan menanam lebih banyak pohon endemik asli Nusa Tenggara Timur di sana, dalam rangka meningkatkan populasi komodo dan menjaga habitat komodo. Ujar Jelamu pula: “Itu merupakan rencana ke depan, ketika Pemprov NTT mulai mengelola Taman Nasional khusus Pulau Komodo mulai tahun 2020”.
Kebijakan penutupan ini merupakan respons dari kasus penyelundupan 41 ekor komodo (Varanus Komodoensis) , yang akan dijual ke luar negeri. Kasus penyelundupan satwa langka satu-satunya di dunia, yang dilindungi dan hanya terdapat di Pulau Komodo itu diungkap Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim), setelah diduga sudah tujuh kali melakukan aksi semacam itu sejak 2016 sampai 2019. Dijelaskan pula harga jual tiap ekor bayi komodo di luar negeri, mencapai kisaran Rp.500 juta, setara dengan harga satu unit mobil Toyota Fortuner TRD tipe 2,7 SRZ. Maka apabila upaya penyelundupan 41 ekor bayi komodo itu berhasil, potensi kerugian negara dari bisnis ini dapat mencapai kisaran Rp.20.500.000.000.
Bukan Dari TNK :
Menurut polisi, para tersangka melakukan aksi mereka dengan mengambil anak-anak komodo setelah membunuh induknya. Namun patut diketahui bahwa bayi-bayi komodo yang berhasil diamankan oleh Polda Jatim tersebut, ternyata bukan merupakan satwa tangkapan dari pusat konservasi Taman Nasional Komodo (TNK) di Pulau Komodo, tetapi dari daerah Riung di Pulau Flores, NTT.
KLHK menyatakan komodo yang terlibat kasus perdagangan satwa liar bukan berasal dari Taman Nasional Komodo, melainkan berasal dari daratan Flores. Wiratno Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK pada jumpa media di Jakarta Selasa (2/4/2019), mengungkapkan: “Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah memeriksa komodo tersebut. Berdasar morfologinya. dari bentuk moncong, pola warna tubuh dan lidah komodo tersebut berasal dari daratan Flores”.
TNK terletak di Lesser Sunda East (Kepulauan Sunda Kecil) di wilayah perbatasan antara provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat yang mencakup tiga pulau besar, Pulau Komodo, Pulau Padar dan Pulau Rinca, serta 26 pulau yang lebih kecil. Saat ini LIPI sedang lakukan uji DNA untuk mengetahui kesesuaian genetika yang dapat mengidentifikasi asal-usul komodo. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium genetik bidang zoologi LIPI, dan hasilnya dapat dilihat dalam 14 hari.
Menurut Wiratno komodo tak hanya berada di TNK saja, tetapi juga tersebar di beberapa wilayah di daratan Flores seperti di Wae Wuul, Pulau Ontoloe, Kawasan Ekosistem di Hutan Lindung Pota dan Pulau Longos.
Diembalikan ke Habitatnya :
Fnam bayi komodo yang saat ini diamankan Polda Jatim akan dikembalikan ke habitatnya. Ungkap Kepala Bidang Destinasi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov NTT, Eden Klakik: “Hasil koordinasi dengan penyidik Polda dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jatim, enam bayi komodo yang disita penyidik akan dibawa kembali ke habitatnya”.
Klakik bersama penyidik Polda dan Kepala BBKSDA Jawa Timur sudah melihat langsung bayi komodo yang diselundupkan dari Pulau Flores itu. Ujarnya: “Saya bersama penyidik Polda Jatim, Kepala BBKSDA Provinsi Jatim melihat komodo yang belum sempat di bawa ke luar negeri. Hasil koordinasi dengan penyidik Polda dan BKSD Jatim, enam komodo sudah boleh dikembalikan ke habitatnya di Pulau Flores. Mengenai waktunya, masih akan berkoordinasi dengan pimpinan. Apakah menggunakan pesawat atau kapal laut, kami akan lakukan koordinasi lebih dulu, tetapi secepatnya akan dikembalikan ke habitatnya”.
Harus Dikembalikan :
Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) berharap agar pihak kepolisian mengusut hingga tuntas kasus perdagangan bayi satwa purba komodo yang berhasil dibongkar oleh Polda Jawa Timur ketika hendak dikirim ke luar negeri. Bayi-bayi komodo itu diselamatkan dalam keadaan hidup dan sehat. Seusai
diidentifikasi, komodo-komodo tersebut akan dipasangi chip, kemudian akan dilepasliarkan sesuai dengan lokasi asalnya.
Polisi kini telah menahan tujuh tersangka yang terlibat dalam kasus perdagangan komodo tersebut, lima tersangka ditangani Polda Jawa Timur, sedang dua tersangka ditangani oleh Mabes Polri.
Abed Frans Ketua Asita NTT Jumat (29/3/2019) lalu menjelaskan kepada awak media di Kupang:.”Kami sangat berharap masalah ini diusut sampai tuntas agar jangan sampai aset berharga bagi pariwisata kita ini diambil orang lain. Sangat disayangkan jika komodo bisa diperjualbelikan apalagi dengan cara-cara yang tidak sesuai aturan hukum. Karenanya kami berharap semua komodo yang sudah terjual di manapun berada harus diambil kembali, karena satwa yang menjadi ikon wisata unfggulan NTT ini harusnya hanya jadi milik kita”
Sejalan dengan itu, Kepala Dinas Pariwisata NTT, Wayan Darmawa yang dihubungi terpisah juga menyesalkan adanya kasus jual beli komodo. Ujar mantan Kepala Bappeda NTT itu: “Pada dasarnya kami sesalkan atas terjadinya kasus ini. Terlepas dari mana asal-usulnya, kami berharap segera dapat dikembalikan ke habitatnya. Terkait kasus tersebut, kami telah berkoordinasi dengan Dirjen Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian LHK”.
Jaringan Internasional :
Anggota DPD asal Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT) Andre Garu minta kepada Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian diminta mengungkap secara tuntas terhadap jaringan internasional penyelundup bayi komodo guna menyelamatkan sektor pariwisata sebagai tulang pungung ekonomi masyarakat di Kabupaten Manggarai Barat NTT.
Ungkap Andre Garu di Kupang, Jumat (29/3/2019): “Taman Nasional Komodo memiliki peran sangat strategis dalam pembangunan ekonomi masyarakat Manggarai Barat, apabila habitat Komodo terus berkurang, akan berdampak pada ekonomi masyarakat daerah itu”.
Dia mengatakan pembangunan ekonomi masyarakat di kabupaten ujung barat Pulau Flores itu berkembang pesat, antara lain karena destinasi wisata komodo yang banyak dikunjungi wisatawan nusantara dan mancanegara. Kata Andre: “Pembangunan ekonomi di Manggarai Barat berkembang pesat, karena destinasi wisata komodo. Bila populasi komodo berkurang, maka pembangunan ekonomi di daerah itu ikut terganggu”.
Andre mengapresiasi langkah cepat Polda Jatim yang menggagalkan pengiriman komodo ke luar negeri dan mengungkap para pelaku penyelundupan bayi komodo. Tegasnya: “Kapolri perlu mengusut jaringan internasional yang ikut terlibat dibalik kasus penyelundupan bayi komodo serta menghukum para pelaku seberat-beratnya. Destinasi wisata komodo memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan negara melalui pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sekitar Rp32 miliar/tahun. Maka dengan maraknya kasus pencurian bayi komodo, rusa serta sapi dalam kawasan lindung akan berdampak negatif terhadap pembangunan pariwsiata di NTT hingga tindakan kriminal terhadap komodo perlu dihentikan sebagai upaya menyelamatkan sektor pariwisata”.
Memungkasi penjelasan, Andre mengatakan fihaknya sangat berharap agar Menteri LHK sebagai otoritas pengelola Taman Nasional Wisata Komodo dan lingkungan pendukungnya, melakukan pengawasan lebih ketat.
Terjual 41 Ekor :
Kasus ini berawal dari patroli di dunia maya. Polisi menemukan akun di laman Facebook yang menyediakan satwa-satwa liar, termasuk komodo, yang bila ada peminat akan ditangkap di alam liar kemudian komodo-komodo tersebut dimasukkan ke dalam tabung dan dibawa ke penampungan di Jawa Timur menggunakan angkutan darat.
Enam komodo yang hendak dijual itu, berhasil diselamatkan dalam keadaan sehat, saat ini berada di kandang transit di Jawa Timur. Berdasar keterangan tersangka, selama tiga tahun tarakhir ini mereka pernah melakukan transaksi jual beli 41 ekor komodo. Para tersangka akan dijerat dengan pasal UU no 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan hukuman paling lama lima tahun penjara.
Terkait hal tersebut itu, Kepala Subdit I Tindak Pidana Tertentu Mabes Polri Kombes Pol Adi Karya Tobing di Jakarta, Selasa (2/4/2019) di Jakarta menyatakan harapannya agar UU No.5 Tahun 1990 dapat segera direvisi, karena undang-undang tersebut dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi terkini. Pungkasnya: “Sekarang sebagian besar pedagangan satwa liar dilindungi melalui daring, padahal UU No.5 Tahun 1990 tidak mengaturnya. Karenanya harus segera direvisi. Selain itu hukuman yang diberikan untuk pelaku masih terlalu ringan sehingga tidak ada efek jera”. (Erick Arhadita)