JAKARTA, MARITIM: Surat Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) No.291 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Arab Saudi Melalui Sistem Pengaturan Satu Kanal digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta karena dianggap bertentangan dengan semangat UUD 1945 dan merugikan masyarakat, khususnya pelaku usaha penempatan pekerja migran.
Gugatan didaftarkan oleh Rubby Cahyady dari Kantor Hukum R. Cahyady & Rekan, Selasa (23/4), dengan memperoleh register gugatan Nomor 27/G/2019. Selaku kuasa hukum dari unsur masyarakat dan perorangan, Rubby mengatakan dalam sidang nanti pihaknya akan menuntut Kepmenaker itu dicabut.
“Gugatan ini kami ajukan karena Kepmenaker No 291/2018 sangat merugikan rakyat, khususnya perusahaan penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi,” katanya seusai mendaftarkan gugatannya di PTUN Jakarta.
Namun Rubby Cahyady belum menjelaskan kapan sidang akan digelar. Alasannya, PTUN Jakarta masih akan membentuk majelis hakim dan setelah itu akan menetapkan jadwal sidangnya. Sebagai kuasa hukum, dia juga tidak menjelaskan unsur masyarakat atau perorangan yang diwakilinya dalam gugatan tersebut.
Ia menyebutkan, Kepmenaker tersebut bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2). Kepmenaker itu juga melanggar Undang Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya Pasal 1 (butir 1, 2, 4), Pasal 2 dan Pasal 3.
Rubby menegaskan keinginannya agar Kepmenaker itu dicabut, karena Menaker memberi peluang perusahaan melakukan monopoli. “Ini tidak benar. Oleh karena itu, dalam persidangan nanti, kami minta Kepmenaker tersebut dicabut,” tandasnya seraya menjelaskan alasannya.
Menurut dia, Permenaker itu harus dicabut karena salah satu klausulnya mensyaratkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang menempatkan PMI melalui Sistem Pengaturan Satu Kanal harus sudah pernah menempatkan pekerja migran pada pengguna perseorangan di Arab Saudi paling sedikit 5 tahun.
Dengan persyaratan itu, katanya melanjutkan, Kepmenaker menutup peluang dan kesempatan setiap warga negara Indonesia yang akan membuka usaha penempatan pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi. Artinya, usaha tersebut hanya bisa dilakukan secara monopolistik oleh perusahaan-perusahaan besar yang pernah melakukan penempatan Pekerja Migran Indonesia. Sehingga secara eksplisit Kepmenaker tersebut membuat legitimasi atas monopoli usaha.
Rubby menilai, Kepmenaker itu membuat resah pelaku usaha penempatan PMI karena sifatnya monopoli, sehingga mengebiri hak badan hukum dan WNI yang ingin terlibat aktif dalam penempatan pekerja migran di Arab Saudi. Dengan adanya Kepmenaker No 291/2018, menurut dia, hanya ada satu perusahaan yang diperbolehkan menempatkan PMI ke Arab Saudi.
Sebelumnya beredar kabar, dari terbitnya Kepmenaker itu ada 58 perusahaan yang diizinkan menempatkan PMI ke Arab Saudi. Ini dapat terlihat setelah Dirjen Bina Penta & PPK Kemnaker menerbitkan SK No. 735/PPTKPKK/IV/2019 yang telah menetapkan 58 perusahaan dapat melakukan penempatan PMI melalui Sistem Pengaturan Satu Kanal ke Arab Saudi.
Ketika hal itu ditanyakan, Cahyady membantahnya. “Itu tidak benar,” tegasnya.
Yang benar, katanya melanjutkan, hanya satu perusahaan yang diizinkan menempatkan PMI. Itu sebabnya Kepmenaker tersebut digugat ke PTUN.
Ditambahkan, jika gugatan ke PTUN tidak berhasil, Rubby akan melanjutkan upaya hokum lainnya. Misalnya akan menggugat ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). (Purwanto).