MARITIM-SURABAYA : Doktor (HC) Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan, menggarisbawahi bahwa bisnis perikanan harus diarahkan pada industri yang produktif. Hal itu dinilai akan membuka lebih banyak peluang kerja, dan menjadi industri yang berkelanjutan. Ujar Menteri KP lewat keterangan resmi Kamis (25/4/2019) : “Salah satunya dapat di gabungkan bisnis perikanan dengan industri pariwisata”.
Menurut Menteri, gagasan tersebut dapat jadi alternatif solusi atas sumber daya ekstraktif yang dapat terus menyusut dalam jangka panjang. Lanjutnya: “Kita harus bangun ekowisata, geopark, pertanian, fishery tourism, lalu marine tourism. Itu merupakan hal bagus karena akan membuka lapangan-lapangan kerja baru. Jadi, bisnis perikanan harus diarahkan kepada industri yang memiliki karakter produktif. Pertambangan saja jika nanti habis, selesai, mau apa? Pariwisata dan perikanan itu industri yang produktif. Kalau industri ekstraktif akan ada masa usainya. Contohnya, kalau timah sudah tak ada lagi, kita mau apa?”.
Menteri Susi juga berharap Pemerintah Daerah (Pemda) harus mulai memberi perhatian lebih pada pembangunan industri serupa yang bersifat produktif untuk jaga keberlanjutan. Ujarnya lebih jauh: “Semestinya, semua Pemda mulai saaat ini mulai ancang-ancang untuk membangun industri-industri yang karakateristiknya produktif dan tentunya berkelanjutan . Kalau tak ada sustainability, tentu umur industri itu hanya akan bertahan sebentar saja”.
Di sisi lain, menteri yang dikenal dengan jargon “tenggelamkan” itu juga meminta agar para pelaku usaha terus mendorong upaya keberlanjutan industri perikanan sebagai renewable resources yang dilakukan oleh pemerintah selama ini. Menurutnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus melarang praktik-praktik perikanan yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan alat tangkap cantrang, trawl, dan bom ikan. Hal itu bukannya dimaksud untuk menyulitkan para nelayan dan pelaku usaha perikanan.
Terkait hal itu, Menteri KP menjelaskan: “Pelarangan pemakaian alat tangkap berupa bom ikan, cantrang, trawl, dan bius itu tidak boleh. Karena bayangkan, satu detonator saja sudah dapat merusak laut berapa meter persegi? Oleh karenamya, budaya semacam itu harus kita hilangkan. Sebaliknya, dalam rangka membangun Indonesia sebagai poros maritim dunia. Maka wisata bahari dan perikanan berkelanjutan inilah yang harus kita bangun. Semuanya industri wisata, perikanan dan juga energi harus kembali ke maritim”.
Djelaskan pula, bahwa berbagai larangan itu dikeluarkan adalah untuk menjaga industri kelautan dan perikanan, sehingga sumber daya Indonesia yang kaya hari ini untuk dapat diarahkan pada industri-industri produktif seperti wisata bahari yang akan menguntungkan dalam jangka panjang.
Memungkasi keterangan, Menteri Susi mengatakan: “Indonesia memiliki situasi berbeda. Kalau tidak dijaga, akan terjadi situasi seperti di Amerika, di mana wilayah-wilayah bekas tambang menjadi kota-kota mati. Yang harus kita pikirkan sekarang, salah satunya saya senang dengan tema eco-tourism. Kita dapat kembangkan jadi eco-tourism bahari dan perikanan. Bekas lahan-lahan tambang, juga dapat diarahkan ke hal-hal seperti itu. Jangan sampai nanti kegiatan penambangan sudah selesai, emasnya sudah habis, lahannya jadi tidak terpakai”.***ERICK ARHADITA