Cermati Kondisi Pasar Uang Global. BI dan Pemerintah Terus Jaga Stabilitas Ekonomi Indonesia

Gubernur Bank Indonesia dan jajaran Dewan Gubernur BI, sedang memaparkan hasil RDG BI, Kamis (16/5) di Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia dan jajaran Dewan Gubernur BI, sedang memaparkan hasil RDG BI, Kamis (16/5) di Bank Indonesia

JAKARTA — MARITIM: Ditengah ketidakpastian pasar uang global yang meningkat, Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah terus berupaya menjaga stabilitas eksternal perekonomian Indonesia. Dengan mencermati kondisi pasar keuangan global dan stabilitas eksternal perekonomian , dalam mempertimbangkan terbukanya ruang bagi kebijakan moneter yang akomodatif sejalan dengan rendahnya inflasi dan perlu mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Disatu sisi, menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, BI juga tetap memastikan ketersediaan likuiditas di perbankan, dengan menempuh kebijakan makroprudential yang akomodatif. Diantaranya mempertahankan ratio Counyercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar nol persen. Juga ratio penyangga likuiditas makroprudential (PLM) sebesar 4 persen, dan kisaran ratio Intermediasi makroprudential (RIM) 84-94 persen.

Read More

“Kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat, guna mendukung pertumbuhan ekonomi,” tutur Perry saat memaparkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, assesmen perekonomian triwulan I-2019, Kamis (16/5) di Bank Indonesia.

Ia menambahkan, BI juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait , untuk mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik serta meningkatkan permintaan domestik. Serta meningkatkan ekspor, pariwisata dan aliran masuk modal asing.

Untuk berbagai pertimbangan yang diantaranya tersebut, Perry mengaku, RDG BI, 15-16 Mei 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7- day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen dan suku bunga lending facility sebesar 6,75 persen.

Lebih jauh tentang hasil RDG
pihaknya memperkirakan, pemulihan ekonomi global lebih rendah dari prakiraan dengan ketidakpastian pasar keuangan, yang kembali meningkat. Karena pertumbuhan ekonomi AS diprakirakan menurun, dipicu stimulus fiskal yang terbatas, pendapatan dan keyakinan pelaku ekonomi yang belum kuat, serta permasalahan struktur pasar tenaga kerja yang terus mengemuka.

Sedangkan lanjutnya, perbaikan ekonomi Eropa diprakirakan lebih lambat , akibat melemahnya ekspor, belum selesainya permasalahan di sektor keuangan, serta berlanjutnya tantangan struktural berupa aging population. Ekonomi Tiongkok juga diprakirakan belum kuat, meskipun telah ditempuh stimulus fiskal melalui pemotongan pajak dan pembangunan infrastuktur.

Dikatakan, pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat berpengaruh kepada volume perdagangan dan harga komoditas global yang menurun, kecuali harga minyak yang naik pada periode terakhir dipengaruhi faktor geopolitik. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan dunia yang meningkat dipengaruhi oleh eskalasi perang dagang AS dan Tiongkok sehingga kembali memicu peralihan modal dari negara berkembang ke negara maju, meskipun respon kebijakan moneter global mulai melonggar.(Rabiatun)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *