JAKARTA – MARITIM – Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2019. SE THR yang ditandatangani 14 Mei 2019 ini ditujukan kepada para Gubernur di seluruh Indonesia untuk mengawasi agar pembayaran THR dapat dilaksanakan sebaik- baiknya.
“Pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan pengusaha kepada pekerja. Hal ini sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja /buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya keagamaan,” tutur Menaker di Jakarta, Kamis (16/5/2019).
Disebutkan, SE pelaksanaan THR ini berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. “THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum sebelum Hari Raya Idulfitri 1440 H. Pekerja yang telah bekerja selama sebulan secara terus menerus berhak mendapatkan THR,” jelasnya.
Jika mengacu pada regulasi, lanjutnya, pembayaran THR dilakukan paling lambat H-7. “Tapi, saya mengimbau kalau bisa pembayaran dilakukan maksimal dua minggu sebelum Lebaran agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik,” paparnya.
Terkait besaran THR, Menaker menerangkan, pekerja yang mempunyai masa kerja 12 bulan terus menerus atau lebih, memperoleh THR satu bulan upah. Sedangkan bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, THR-nya diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan yang sudah ditetapkan, yaitu masa kerja dibagi 12 bulan dikali 1 bulan upah.
Sementara itu, bagi pekerja harian lepas yang mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, besaran THR-nya berdasarkan upah 1 bulan yang dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Sedangkan bagi pekerja lepas yang masa kerjanya kurang dari 12 bulan, maka besaran THR dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
“Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebiasaan lebih besar dari nilai THR yang telah ditetapkan, maka THR Kegamaan yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan yang tertera di perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau kebisaan yang telah dilakukan,” papar Menaker.
Apabila pengusaha terlambat atau tidak membayar THR Keagamaan, lanjut Menaker, akan dikenai sanksi admistrasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.20 Tahun 2016 tentangTata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang pengupahan. (Purwanto).