NUSADUA BALI – MARITIM : Dalam rangka membahas persoalan sampah laut pada 17-21 Juni 2019, Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan internasional antarnegara Asia Timur dan Asia Tenggara di Nusa Dua, Bali. Berdasar siaran resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Minggu ;a;u, konferensi tersebut diikuti sembilan negara terdiri dari Kamboja, Tiongkok,, Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan Indonesia.
Tema konferensi tersebut adalah The 24th Intergovernmental Meeting of the Coordinating Body on the Seas of the East Asia (Cobse) dan The Meeting of the Covse Working Group on Marine Litter. Di sela pertemuan, para delegasi berkenan mengunjungi tempat pengelolaan sampah setempat di Desa Gunaksa Kabupaten Klungkung. Delegasi dari Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, M. R. Karliansyah.
Terkait dengan masalah sampah plastik yangmencemari laut, Menteri KLHK Siti Nurbaya pernah mengatakan sampah plastik di laut ukuran mikro (marine debris) sangat berbahaya bagi manusia dan satwa. Oleh karena itu pemerintah telah menetapkan target untuk pada tahun 2025 nanti sampah dikelola 100% dengan pengurangan sampah sebesar 30% dan penangangan sampah sebesar 70%.
Pemerintah juga telah memanfaatkan sampah sebagai sumber energi dengan skema dari bantuan Pemerintah Kerajaan Denmark melalui Environmental Support Programme Phase 3 (ESP3) yakni membangun fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dengan Teknologi Landfill Gas (LFG) di TPA Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Ujar Menteri KLH: “PLTSa di TPA Jatibarang ini ke depan akan menghasilkan listrik sebesar 800 KW, menurunkan emisi GRK sekitar 6.000 ton CO2e/tahun serta mencegah terjadinya pencemaran lingkungan dari sampah dan air serta menciptakan lapangan kerja hijau”.
Limbah Plastik Laut
Sementara itu, para Menteri Lingkungan Hidup dari negara-negara G20 sepakat mengadopsi implementasi kerangka kerja baru dalam rangka mengatasi masalah limbah plastik laut skala global. Hal tersebut disampaikan pihak Pemerintah Jepang pada Minggu (16/6/2019) lalu, setelah menjadi tuan rumah pertemuan para menteri yang berlangsung 2 hari di Karuizawa, barat laut Tokyo. Pertemuan tersebut digelar menjelang Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Jepang pada 28 – 29 Juni 2019.
Salah satu masalah utama yang dibahas para menteri adalah limbah plastik laut, dipicu oleh potret pantai yang dipenuhi puing-puing plastik dan hewan mati dengan perut berisi penuh plastik. Gambar tersebur memicu kemarahan publik global, diikuti dengan aksi pelarangan kantong plastik di berbagai negara.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menjelaskan ingin negaranya memimpin dunia dalam mengurangi sampah plastik laut, termasuk mengembangkan kantong plastik yang dapat terurai (biodegradable) dan inovasi lainnya. Langkah itu akan dimulai dengan menyusun kerangka kerja baru yang bertujuan untuk memfasilitasi tindakan konkret lebih lanjut tentang limbah laut.
Di bawah kerangka kerja baru, anggota G20 akan mempromosikan pendekatan siklus hidup yang komprehensif untuk mencegah dan mengurangi pembuangan sampah plastik ke laut melalui berbagai langkah dan kerja sama internasional. Ujar Menteri Lingkungan Hidup Jepang Yoshiaki Harada pada Minggu: “Saya senang bahwa kami dapat membentuk kerangka kerja internasional yang luas”.
Jepang berencana menjadi tuan rumah pertemuan pertama di bawah kerangka kerja baru pada musim gugur tahun ini. Pada saat itu, para Menteri Lingkungan Hidup dari negara-negara G20 akan bertemu dalam Dialog Efisiensi Sumber Daya G20. (Erick Arhadita)