Ekspor Udang Indonesia: Volume Meningkat – Nilai Merosot

 

SURABAYA – MARITIM : Kendati, di Tahun 2018  lalu volume ekspor hasil perikanan Indonesia tercatat mengalami peningkatan sebesar 6,24% dari 250.150,477 ton pada triwulan I/2018 menjadi 265,980,812 ton pada periode yang sama 2019. Akan tetapi nilai ekspor perikanan Indonesia mengalami penurunan sebesar 2,13% dari US$1,154 miliar pada triwulan I/2018 menjadi US$1,130 miliar di periode yang sama tahun 2019 ini.

Nilanto Perbowo, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (Sekjen KKP) menjelaskan penurunan nilai di tengah meningkatnya volume ekspor ini terjadi akibat dari menurunnya harga sejumlah komoditas utama dalam ekspor perikanan. Jelasnya lewat pesan singkat pada Rabu (18/6/2019) malam lalu: “Hal ini didominasi oleh penurunan nilai ekspor udang sebesar 17,12% dari USS457,28 juta pada triwulan 2018 menjadi US$378,98 juta di triwulan I/2019 atau menurun sebesar USS78,30 juta”.

Seperti diketahui, udang bersama tiga komoditas lainnya berkontribusi hingga lebih dari 60% terhadap kinerja ekspor pada triwulan I/2019. Porsi udang pada volume ekspor di triwulan I/2019 sendiri menjadi yang terbesar, mencapai 17,26% atau setara dengan 45.873,44 ton. Jelas Sekjen KKP: “Kita ketahui bahwa nilai udang tersebut memberi share tertinggi yaitu 33,52% terhadap total nilai ekspor Indonesia, sehingga perubahan sedikit saja dari komoditas udang ini akan menyebabkan perubahan terhadap total nilai ekspor”.

Adapun, penurunan nilai ekspor udang asal Indonesia disebabkan oleh merosotnya harga komoditas tersebut sebesar rerata 11,63% dari US$9,35 per kilogram pada triwulan I/2018 menjadi US$8,26 per kilogram pada triwulan I tahun ini.

Penurunan harga ini dipicu oleh melemahnya harga udang di pasar global, termasuk di sejumlah negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat dengan harga udang rerata turun sebesar 9,29% dari US$ 9,79 per kg (TW1 2018) menjadi US$8,88 per kg. Sementara itu, di pasar Jepang harga udang mengalami penurunan sebesar 6,33% dari US$10,93 per kg (TW1 2018) menjadi US$10,23 per kg (TW1 2019).

Terkait hal tersebut, Nilanto Prabowo menjelaskan: “Penurunan harga udang global sendiri disebabkan terjadinya peningkatan pasokan dari beberapa produsen utama dunia seperti India, Argentina dan Mexico, dengan harga yang relatif lebih rendah”.

Panic Selling

Munculnya fenomena pelemahan harga udang yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini ditengarai karena terjadinya perang dagang antara China dan Amerika dan perbaikan tata niaga secara bilateral antara China dan Vietnam. Iwan Sutanto Ketua Umum Shrimp Club Indonesia (SCI) menyebutkan, meskipun terjadi peningkatan produksi di berbagai negara seperti di India, Meksiko dan Ekuador, tetapi pada saat yang sama juga dibarengi dengan terjadi penurunan produksi di Thailand, dan China. Di samping itu, peningkatan permintaan pun terus terjadi di pasar-pasar dunia. Ungkap Iwan: “Jadi hal itu terjadi bukan disebabkan oleh over supply. Yang menjadi penyebat adalah harga udang terkoreksi karena pasar sesaat dan ada stok udang yang agak sedikit panic selling”.

Lebih jauh, Ketua Umum SCI menuturkan, saat ini memang terjadi lonjakan produksi udang di India. Seiring dengan hal tersebut, impor udang China dari sejumlah negara pun terus meningkat. Impor tersebut umumnya berasal dari India, disusul Vietnam, dan juga dari Indonesia.

Di sisi lain, selain produksinya sendiri, Vietnam juga ikut mengimpor udang dari India, untuk kemudian dijual ke China. Selanjutnya, di samping memenuhi permintaan pasar dalam negerinya, impor udang baik yang murni produksi sendiri oleh berbagai negara ini  juga hasil impor dari negara lain yang di reekspor ke China, kemudian diekspor kembali oleh China ke pasar Amerika.

Namun, adanya pembenahan tata niaga bilateral antara Vietnam dan China ternyhata cukup mempengaruhi keberlanjutan ekspor impor udang antara kedua negara. Di samping hal itu, seperti diketahui, sejak beberapa waktu terakhir, China terlibat masuk ke dalam pusaran perang dagang dengan Negeri Paman Sam yang tentu memengaruhi perdagangan kedua belah pihak. Akibatnya, ada banyak stok yang telah diimpor baik oleh China, dan Vietnam yang kemudian tertahan dan tidak berhasil dijual ke Amerika. Sebagai akibatnya, terjadi panic selling, upaya untuk menjual udang kendati harus dibanderol dengan harga yang rendah agar cashflow tetap berjalan. Jelas Iwan Sutanto: “Aibat dari kesemuanya itu, dalam waktu sekitar 8 bulan  terakhir, harga udang terkoreksi turun karena perang dagang, serta karena adanya kebijakan China dan Vietnam dalam mebereskan perdagangan bilateral dari kedua negara, hingga komoditas udang  dijual murah”.

Harga Terkoreksi

 Panic selling yang berakibat pada terjadinya harga murah ini pun membuat harga udang di pasar Internasional terkoreksi. Sebagai imbasnya, Indonesia sebagai salah satu eksportir udang pun ikut terkena dampaknya. Yang kemudian terjadi adalah harga komoditas udang asal Indonesia turut terkoreksi. Menurut Iwan, penuruan harga udang terjadi hingga 15%.

Kendati demikian, saat ini harga udang sudah mulai beranjak dari level terendahnya yang terjadi sebelum Lebaran. Kala itu, harga udang untuk size 50  ada di angka Rp62.000 per kilogram, di level petambak/ farm gate. Adapun saat ini , harga telah berangsur meningkat ke Rp67.000 per kilogram.

Di tengah kondisi sedemikian itu, Ketua Umum KCI berharap harga udang akan dapat terus mengalami perbaikan, hingga setidaknya ke level Rp75.000 per kilogram atau setara dengan US$5,35 di level petambak, agar para pelaku budi daya baik di Indonesia maupun negara lain bisa bertahan. Ujar Iwan: “Kalau di tingkat sekarang yang mati bukan hanya kita saja, tetapi juga seluruh dunia. Harapan kami, kisaran harga Rp75.000 per kg akan beryahan, agar petambak dapat tetap hidup, dan yang makan juga ada”.

Menurut Iwan, pada awal 2018, harga udang di level petambak sempat menyentuh angka Rp80.000 per kilogram. Namun, menurutnya, tak mudah untuk dapat kembali ke level harga tersebut. Selain itu, jika terlalu mahal, dikhawatirkan juga akan berpotensi turunnya minat terhadap udang.

Sebelumnya, KKP mencatat kendati terjadi peningkatan dari sisi volume sebesar 6,24%. Tetapi nilai ekspor Indonesia justru mengalami penurunan sebesar 2,13%. Penurunan ini terjadi lantaran melemahnya harga udang yang merupakan komoditas ekspor utama dari Indonesia di tambah pelemahan harga rajungan. Menurut Sekretaris Jenderal KKP dalam kesempatan berbeda, hal ini didominasi penurunan nilai ekspor udang sebesar 17,12% dari USS457,28 juta pada triwulan 2018, jadi US$378,98 juta di triwulan I/2019 atau menurun sebesar USS78,30 juta. Porsi udang pada volume ekspor di triwulan I/2019 menjadi yang terbesar, mencapai 17,26% setara dengan 45.873,44 ton. Dari sisi nilai, memberi kontribusi tertinggi 33,52% terhadap total nilai ekspor Indonesia. (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *