JAKARTA – MARITIM : Disebabkan oleh terjadinya berulang kali aktifitas kegempaan di wilayah Pantai Selatan (Pansela) Jawa seperti Cilacap, memunculkan informasi yang menyebut bahwa kawasan itu rentan terhadap tsunami. Sebelumnya, seperti dirilis lewat antaranews-com, Wijo Kongko Pakar Tsunami dari Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) memprakirakan, gempa megathrust dengan magnitudo 8,8 berpotensi dapat terjadi di Wilayah Pansela Jawa, dan dapat menyebabkan timbulnya gelombang tsunami dengan ketinggian sekitar 20 meter di sepanjang pantai tersebut.
Ungkap Wijo di Yogyakarta: “Ada segmen-segmen megathrust di sepanjang selatan Jawa yang membanjar hingga ke Sumba di sisi timur, dan di selatan Selat Sunda. Akibatnya, ada potensi gempa megathrust dengan intensitas kekuatan magnitudo 8,5 hingga 8,8”:
Masih menurut Wijo, gempa dengan magnitudo yang cukup besar tersebut juga berpotensi menyebabkan munculnya gelombang tsunami. Berdasar permodelan, gelombang tsunami tersebut memiliki potensi menimbulkan ketinggian gelombang laut hingga sekitar 20 meter dengan jarak rendaman sekitar 3 hingga 4 kilometer.
Menanggapi pernyataan itu, Daryono Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini BMKG mengatakan bahwa wilayah Indonesia, menurut kajian memang rawan gempa dan tsunami. Khususnya di wilayah selatan Jawa, keberadaan zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia merupakan generator gempa kuat, hingga wajar apabila wilayah selatan Jawa merupakan kawasan rawan gempa dan tsunami.
Mengacu kepada catatan hiostorik, Wilayah Samudra Hindia selatan Jawa sudah sering kali terjadi gempa besar dengan kekuatan di atas M=7,0. Sejarah mencatat daftar gempa besar seperti gempa Samudra Hindia yang terjadi pada tahun-tahun 1863,1867, 1871, 1896, 1903, 1923, 1937, 1945,1958, 1962, 1967, 1979, 1980, 1981, 1994, dan juga 2006. Sementara itu tsunami di Selatan Jawa juga pernah terjadi pada tahun-tahun 1840, 1859, 1921, 1994, dan 2006. Ini bukti bahwa informasi potensi bahaya gempa yang disampaikan para ahli adalah benar bukanlah berita bohong.
Ujar Daryono seperti dikutip dari instagram resminya: “Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan para pakar adalah potensi bukan prediksi, sehingga kapan terjadinya tidak ada satupun orang yang tahu”.
Untuk itu dalam ketidakpastian (probability) kapan akan terjadinya (gempa bumi maupun tsunami), hingga semua pihak harus melakukan upaya mitigasi struktural dan non struktural yang nyata dengan cara membangun properti yang aman gempa, melakukan penataan tata ruang pantai yang aman dari tsunami, serta membangun kapasitas masyarakat terkait cara penyelamatan saat terjadi gempa dan tsunami.
Dikatakan pula, hal ini merupakan risiko tinggal dan “numpang hidup” di lahan yang menjadi pertemuan batas lempeng bumi. Karenanya, mau tak mau, suka tak suka inilah risiko yang harus dihadapi. Pungkasnya: “Apakah dengan kita mengetahui wilayah kita dekat dengan zona megathrust lantas kita cemas dan takut? Tak perlu cemas dan takut. Semua informasi potensi gempa dan tsunami harus direspon dengan langkah nyata dengan cara memperkuat mitigasi. Dengan mewujudkan semua langkah mitigasi maka diharat dapat meminimalkan dampak, hingga kita tetap dapat hidup dengan selamat, aman, dan nyaman di daerah rawan gempa. Peristiwa gempa bumi dan tsunami adalah keniscayaan di wilayah Indonesia, yang penting dan harus dibangun adalah mitigasinya, kesiapsiagaan, kapasitas stakeholder dan masyarakatnya”. (Mrt/2701)