JAKARTA, MARITIM: Korps Polisi Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri berhasil mengungkap penyelundupan kepiting bertelur dalam kondisi beku (frozen) dari Kalimantan Timur menuju Jakarta melalui jalur laut dengan menggunakan petikemas. Kepiting sebanyak 645 boks senilai Rp4.5 miliar tersebut diduga akan diekspor ke Taiwan.
Kakorpolairud Baharkam Polri, Irjen Polisi Zulkarnain, menjelaskan pengungkapan kasus tersebut berawal dari laporan informasi Subdit Intelair kepada KP. Ibis-6001 Tugas Kendali Pusat Wilayah Polda Kalimantan Timur.
Selanjutnya, tanggal 15 Juli 2019, Jam 19.00 WITA, informasi tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan penangkapan terhadap penyelundupan kepiting bertelur sebanyak 24 box dengan berat kurang lebih 700 kg yang dikirim dari wilayah Manggar Balikpapan menggunakan mobil pickup dengan tujuan Tanjung Selor. Menurut rencana, kepiting bertelur sebanyak itu akan dikirim ke Malaysia.
“Petugas kami kemudian melakukan pengembangan kasus tersebut dan mendapat informasi akan ada lagi pengiriman kepiting bertelur dalam kondisi beku yang akan dikirim ke Taiwan melalui Pelabuhan Tanjung Priok,” papar Kakorpolairud dalam ekspose pengungkapan kasus tersebut di Mako Polair, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (24/7).
Hadir dalam kesempatan tersebut, petugas dari Ditpolair Tanjung Priok, Ditjen Perikanan Tangkap KKP, serta Balai KIPM Jakarta II.
Sebagai tindak lanjut dari informasi tersebut, Tim Subdit Gakkum dan Subdit Intelair beserta unsur terkait melakukan pengecekan dan pemeriksaan terhadap kontainer dengan nomor SZLU 2023440 di atas kapal Tanto Alam yang diduga mengangkut kepiting bertelur untuk diekspor ke Taiwan.
Setelah dilakukan pengecekan dan pemeriksaan ternyata ditemukan bahwa di daa kontainer tersebut berisi kepiting bertelur sebanyak 645 boks. Dengan pengungkapan tersebut, barang bukti yang berhasil diamankan sebanyak 1 unit kontainer berisi sebanyak 645 boks kepiting bertelur senilai Rp4.5 miliar.
Petugas juga memeriksa dua orang berinisial M dan A. Sejauh ini petugas masih mengembangkan kasus tersebut untuk menetapkan tersangka.
“Ancaman pidana dari kasus tersebut penjara maksimal 6 tahun dan denda paling banyak Rp1.5 miliar,” imbuh Irjen Zulkarnain.
Adapun sangkaan pasal terhadap tersangka yaitu Pasal 88 Jo Pasal 16 UU No 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No 31/2004 tentang Perikanan dan atau Pasal 31 Ayat (1) UU No 16/1992 tentang Karantina, Hewan, dan Tumbuhan Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Dalam hal ini, tindak pidana penyelundupan baik secara fisik maupun administratif merupakan masalah yang serius dalam pelaksanaan perekonomian negara. Apalagi mengingat hasil produksi dalam negeri dan ekspor yang terus menurun setiap tahunnya. Penurunan produksi tersebut diduga karena kepiting dan lobster yang seharusnya berkembang biak, justeru dijual dan dikonsumsi.
Padahal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah mengeluarkan Peraturan Menteri No 56/2016 tentang larangan penangkapan dan/atau pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan dari wilayah Republik Indonesia dalam Pasal 7 Jo Pasal 3 Permen No 56/2016 yang menyebutkan pelarangan penangkapan lobster dengan ukuran karapas (cangkang) di bawah 8 cm dan kepiting dengan ukuran karapas (cangkang) di bawah 15 cm serta rajungan dengan ukuran karapas di bawah 10 cm.* (KF/AH/Mrtm)