Aturan Investasi Infrastruktur Kemaritiman Perlu Dibenahi

SURABAYA – MARITIM : Masalah ketidakpatuhan kontrak dalam berbisnis membangun infrastruktur maritim, tidak hanya terjadi pada pembangunan Pelabuhan Marunda. Terkait hal tersebut, Zainal Arifin Muchtar ahli hukum tata negara berharap agar pemerintah membenahi aturan investasi. Khususnya terkait infrastruktur kemaritiman, agar tak jadi sengketa seperti pembangunan Pelabuhan Marunda.

Menurut Zainal dalam rilis media yang diterima di Surabaya, kasus ketidakpatuhan kontrak-kontrak dalam berbisnis membangun infrastruktur maritim itu, terjadi antara pemegang

saham Pelabuhan Marunda yakni antara PT Karya Teknik Utama (KTU) dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yangseharusnya diselesaikan secara business to business sehingga memuaskan kedua belah pihak. Ujarnya: “Saya sayangkan penyelesaiannya tidak melalui mekanisme business to business, karena kalau sudah masuk ke ranah hukum keputusannya juga harus melalui mekanisme konsep hukum. Karenanya jangan salahkan apabila kemudian keputusannya tidak memuaskan kedua belah pihak”.

Ia mengatakan, puluhan kasus seperti Pelabuhan Marunda akan menghambat investasi. Padahal sektor maritim merupakan masalah strategis kebanggan presiden. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) juga menilai sengketa pembangunan Pelabuhan Marunda, ke depannya akan berpotensi menghambat investasi infrastruktur kemaritiman. Konflik berlarut-larut di internal PT Karya Citra Nusantara (KCN) sebagai perusahaan patungan yang dibentuk oleh KTU dan KBN, ketika kemudian persoalannya hingga ke Mahkamah Agung (MA) menunjukkan tak ada kepastian investasi di Indonesia.

Ujar Faisal Basri, Ekonom Senior INDEF di Jakarta: “Seharusnya konflik antara KBN dan KTU dapat diselesaikan melalui mekanisme business to business. Tetapi saat ini sudah terlambat karena prosesnya sudah masuk ke MA dan tinggal menunggu keputusan”.

Ekonom Faisal Basri (dua dari kiri) di depan awak media

Menurutnya, terjadinya konflik itu karena tak kunjung dibangunnya Pelabuhan Marunda berawal dari  KTU dan KBN yang bersepakat membentuk anak perusahaan dengan restu Kementerian BUMN dan Gubernur DKI Jakarta dengan komposisi saham KBN 15% berupa goodwill yang tidak akan terdelusi dan KTU sebesar 85%. Adapun proyek pembangunan infrastruktur tol laut KCN dari awal disepakati tanpa menggunakan APBN/APBD. Namun, seiring berjalannya waktu, KBN meminta revisi komposisi saham yang akhirnya disepakati menjadi 50:50.

Namun setelah disepakati KBN tak mampu menyetor modal hingga yenggat waktu yang telah ditentukan, karena ternyata tidak diizinkan oleh Kementerian BUMN dan Pemda DKI Jakarta sebagai pemilik saham KBN. Tak hanya itu, KBN juga mengirimkan surat penghentian pembangunan Pelabuhan Marunda kepada KCN. Ujar Faisal Basri pula: “Tentu perkara ini akan menyulitkan investor karena tidak sesuai perjanjian kontrak yang telah disepakati sebelumnya. Ketidakpatuhan terhadap kontrak awal itu akan menjadi masalah besar bagi investor lain masuk di sektor maritim”.

Untuk itu, imbuh Faisal, pemerintah perlu meninjau kembali aturan-aturan terkait investasi kemaritiman di dalam negeri, dan jika tidak dibenahi dipastikan akan menghambat investasi di sektor kemaritiman. Pungkasnya: “Saya berharap pemerintah bergerak cepat untuk mengatasi hal-hal seperti ini. Utamanya kepada Presiden Jokowi, secepatnya agar segera menyelesaikan hambatan-hambatan investasi seperti ini”. (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *