Banyak Menjamur Fintech Ilegal, SWI Minta Segera Ada Undang-Undang

Satgas Waspada Investasi (SWI) temu wartawan di Mabes Polri, Jumat (2/8).
Satgas Waspada Investasi (SWI) temu wartawan di Mabes Polri, Jumat (2/8).

JAKARTA — MARITIM : Fintech landing, dengan berbagai kemudahan, kehadirannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya pelaku ekonomi usaha mikro kecil menengah (UMKM), Namun, bila salah atau tidak hati-hati, bisa terjebak yang membawa petaka bagi peminjam, juga investasi ilegal .

Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) , Tongam L Tobing dalam jumpa wartawan di Mabes Polri, Jumat (2/8) mengaku, hingga kini (2018-2019) bulan Juli, sudah terjadi 1.230 kasus yang berpotensi merugikan masyarakat. Melihat banyaknya kasus yang merugikan masyarakat ini, pihak SWI terus berkoordinasi untuk melakukan pencegahan. Mengingat, banyak dari kasus tersebut terjadi penagihan yang tidak beretika.

Read More

Namun sejauh ini aku Tongam, pihak SWI sulit memberantas yang namanya fintech ilegal. Alasannya, 42 persen dari server fintech tidak diketahui keberadaannya, yang artinya ada di luar negeri. Untuk itu, pihak SWI butuh Undang-Undang yang bisa menjerat para pelaku fintech ilegal, secara hukum. Karena, fintech ilegal yang kini banyak beroperasi di Indonesia, bentuknya macam-macam ada yang peer to peer landing, investasi dan multilevel.

“Dengan segeranya ada UU fintech, harapannya bisa membuat aplikasi fintech ilegal terkurangi,”ujarnya.

Melihat jenis fintech yang beragam ini, Tongam meminta kepada masyarakat, untuk lebih berhati-hati dengan fintech ilegal.Karena mereka memberi syarat dengan mudah, tapi resikonya sangat tinggi . Seperti bunga 3-4 persen per hari, dan bila terjadi gagal pengembalian, sanksinya sangat berat. Apalagi kalau peminjam, sudah memberikan data diri secara lengkap.

“Ini bisa digunakan oleh fintach-fintech ilegal itu, untuk menteror nasabahnya saat tidak membayar,”ujar Tongam , seraya menambahkan nasabah jangan menginginkan pihak fintech mengakses kontak pribadi dan data diri.

Namun ia pun tidak memungkiri, ada nasabah yang nakal gali lubang tutup lubang. Dalam hal ini, mereka melakukan peminjaman di beberapa fintech, dan kemudian tidak punya kemampuan untuk membayar.

Menjawab pertanyaan ia mengaku, meski SWI sudah banyak menutup kegiatan fintech peer to peer lending ilegal, tapi tetap saja aplikasi banyak aplikasi baru yang muncul, pada website dan Google Playstore atau link unduh aplikasi yang sudah diblokir itu.

“Masih banyak, yang dapat diakses melalui media lain. Karenanya kami meminta kepada masyarakat tidak mengakses atau menggunakan aplikasi fintech peer to peer landing tanpa ijin OJK”, ujarnya.

Bila ingin meminjam secara online, sebaiknya kata Tongam, masyarakat mencermati dan melihat apakah sudah terdaftar atau belum di OJK di website ojk.go.id. (Rabiatun)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *