SMARAPURA KLUNGKUNG – MARITIM : kabupaten Klukung , yang pada masa lalu lebih banyak jadi “penonton” kelimpahruahan industri pariwisata Bali, kini sudah mulai ikut berperan dalam inadustri tanpa asat tersebut. Namun yang menjadi ikon wisata kabupaten di Bali timur ini, tak berada di wilayah induk, di dataran Pylau Dewata, melainkan di pulau terpencil, yong konon di masa kejayaan kerajaan Bali dulu, merupakan tempat pengasingan bagi tokoh-tokoh yang berseberangan dengan kebijakan Ida Dalem I Dewa Agung, yang bertahta di Puri Agung. Atau juga para “public enemy”. Yaitu di gugusan pulau-pulau (Nusa) Penida, Lembongan dan Ceningan.
Kepercayaan terhadap kekuasaan astral Kiyayi Gde Mecaling, kini sudah makin menjurus ke hal-hal yang profan seperti halnya taman laut lokasi snorkeling wisatawan mancanegara (wisman), atau bentuk-bentuk tamp[ilan tari-tarian sakral seperti Rejang Dewa dan banyak lagi yang memukai Wisman maupun wisatawan nusantara (wisnus).
Namun disayangkan pembangunan akses penghubung dari Bali menuju Nusa Penida dinilai terlambat dalam memenuhi pertumbuhan yang terjadi. Transportasi penyeberangan laut dari pulau Bali sebagai induk wilayah menuyju Nusa Penida/Lembongan/Caningan, memang dapat dilakukan lewat Benoa di Kota Denpasar. Tetapi rute ini lebih merupakan paket wisata yang ditangani biro pariwisata swasta dengan sasaran wisman. Jalur lain dapat ditempuh dari pelabuhan penyeberangan Padangbai di Kabupaten Karangasem, dengan pelayaran non reguler. Selain itu, bagi masyarakat yang berniat melaksanakan persembahyangan atau juga para pedagang kecil, biasa menggunakan perahu-perahu jukung lewat Kusamba.
Mencermati tingginya potensi “menjual” obyek wisata di gugusan Nusa Penida, sejak beberapa tahun berselang Pemkab Klung berinisiatip mengembangkan pelabuhan khusus di
pelabuhan rakyat Gunaksa, Kecamatan Dawan dengan biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kebupaten Klungkung bersama Provinsi Bali yang didukung biaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN).
Tetapi sejak awalnya, inisiatip pengembangan infrastruktur yang kala itu diperlukan biaya sekitar Rp.230 miliar ini berulang menemui kendala, antara lain masalah hak guna lahan yang ternyata dimiliki penduduk setempat, akses jalan penghubung ke pelabuhan yang mangkrak karena dalam rancangan awal tak termasuk pembangunan jembatan permanen. Hingga saat ini pembangunan Pelabuhan Gunaksa memang terus berjalan, dengan berhasil dibangunnya dermaga bagi kapal jenis Roll on – Roll off (Ro-ro).
Kendati demikian, akhir-akhir ini kembali muncul polemik. Hal itu didasari oleh sikap kritis yang dilayangkan DPRD Klungkung baik dari Fraksi PDI Perjuangan maupun Fraksi Partai Gerindra untuk meminta pertanggungjawaban Bupati Klungkung, Nyoman Suwirta agar menuntaskan dermaga tersebut.
Seperti yang diungkapkan Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Sang Nyoman Putrayasa beberapa waktu lalu, yang meminta pertanggungjawaban Bupati atas janjinya untuk menuntaskan dermaga Gunaksa, sehingga bermanfaat untuk pelayanan masyarakat Nusa Penida. Sang Nyoman mempertanyakan mengapa Pemkab Klungkung menyerahkan program ini ke Pusat. Padahal sesuai perencanaan awal ada pembagian (sharing) anggaran antara Pemkab Klungkung, Provinsi Bali dan Pemerintah Pusat.
Sejalan dengan itu Ketua Fraksi Partai Gerindra, A.A Gde Sayang Suparta (29/7) minta Bupati Klungkung dan jajarannya agar tak mangkir dari masalah tersebut. Gerindra juga memberi jalan keluar kepada Bupati untuk memastikan pelabuhan itu ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub), apakah akan redesain atau dihentikan karena didasari pertimbangan teknis kondisi alam? Ujar Sayang Suparta: “Jika memang harus dilakukan redesain, kapan dilakukan agar tak terkesan mangkrak? Kemudian, bila memang dihentikan maka keputusan Menteri Perhubungan terkait penetapan lokasi pelabuhan Gunaksa harus dicabut”.
Di sisi lain, ketegasan Bupati Klungkung untuk tidak memasukan Program Pembangunan Pelabuhan Gunaksa dalam Ranperda RPJMD 2018-2023 sebagai Longlist Rencana, malah mengundang reaksi dari Gerindra. Karena dinilai Pelabuhan Gunaksa merupakan program APBN bukan program Daerah.
A.A Gde Sayang Suparta juga mempertanyakan, mengapa rencana program pembangunan Jalan Lingkar Nusa Penida dicantumkan pada Perda RPJMD 2018-2023? Bukankah program ini juga diusulkan menjadi program nasional yang bersumber dari dana APBN, yang hingga kini belum direspon oleh Pemerintah Pusat?. (Erick Arhadita)