SURABAYA – MARITIM : Dilandasi komitmen ikut memperbaiki fasilitas terminal untuk menumbuhkan ekspor Indonbesia yang tertekan sentimen perang dagang, Asosiasi Pengelola Terminal Peti Kemas Indonesia berkomitmen memperbaiki fasilitas terminal untuk ikut menumbuhkan ekspor Indonesia yang tertekan sentimen perang dagang, Yos Nugroho Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengelola Terminal Peti Kemas Indonesia (APTPI) mengatakan bahwa terminal petikemas harus menyesuaikan diri dengan tren ukuran kapal petikemas yang kian besar.
Untuk mencapai skala keekonomian, perusahaan-perusahaan pelayaran internasional telaj beraliansi guna mengonsolidasi kargo, agar dapat diangkut sekaligus menggunakan kapal jumbo. Kemudian, muncullah tiga aliansi besar shipping line global, yakni Alliance, Ocean Alliance, dan 2M.
Menurutnya, kedalaman alur perlayaran dan kolam pelabuhan harus memadai agar dapat disandari kapal besar. Demikian juga dengan peralatan yang dimiliki, harus memiliki daya jangkau dan produktivitas yang tinggi. Ujar Yos beberapa hari lalu: “Terminal petikemas harus berkembang mengikuti zaman. Makin besar kapal, pelabuhan harus mempunyai kedalaman yang mencukupi untuk dikunjungi kapal, juga harus memiliki peralatan yang mencukupi untuk menghandle kapal-kapal yang makin lama kian besar. Maka disayangkan
Saat ini masih ada kesenjangan fasilitas di antara terminal-terminal petikemas di Indonesia hingga upaya untuk ikut mendorong ekspor tak dapat tercapai optimal”.
Imbuh Yos, saat ini persaingan tak hanya terjadi di antara terminal petikemas dalam negeri. Kompetisi berlangsung di taraf global. Terminal-terminal petikemas Indonesia berhadapan dengan terminal kontainer di negara tetangga. Kapasitas terminal akan sangat menentukan ke negara mana kapal-kapal besar singgah. Posisi ini amat menentukan ke mana investasi mengalir. Ujarnya: “Terminal di luar negeri besar. Dengan sendirinya kapal juga kian besar, dan investor melihat mereka dapat investasi di Vietnam dan Thailand, yang sudah punya kapasitas sudah besar. Untuk menghadapi persaingan global, kita harus bersiap”.
Terkait hal itu, Riza Ervan Bendahara APTPI menegaskan posisi Pelabuhan Tanjung Priok masih dominan, karena merupakan pelabuhan yang mampu melayani kapal-kapal besar. Sementara itu, keterbatasan peralatan dan kedalaman kolam membuat Tanjung Emas dan Tanjung Perak belum dapat disandari kapal-kapal besar seperti di Tanjung Priok. Oleh sebab itu, diharap terminal lain juga harus lebih efisien, dari segi alat dan kedalaman kolam.
APTPI beranggotakan lima terminal petikemas yakni PT Jakarta International Container Terminal (JICT), KSO Terminal Peti Kemas Koja (TPK Koja), PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS), PT Mustika Alam Lestari (MAL), dan PT New Priok Container Terminal One (NPCT-1).
Berlabuh di Tanjung Priok
Fenomena kian bergesernya tren direct voyage dalam angkutan petikemas, dapat ditandai dengan beralihnya pola operasional dua pelayaran global CMA CGM dan Cosco yang telah melakukan transshipment internasional di JICT sejak layanan itu dibuka awal 2019. Riva Erivan, Wakil Direktur PT JICT) mengatakan CMA CGM mengangkut kargo asal Amerika Serikat yang akan menuju Australia. Sedang Cosco menerima perpindahan kargo asal China yang akan dikapalkan ke Australia. Jelasnya beberapa hari lalu: “Throughput memang belum besar, masih sekitar 500 TEU’s karena pada umumnya fihak pelayaran juga baru tahu bahwa terminal petikemas di Tanjung Priok sudah mulai membuka layanan bagi kapal pengangkut petikemas yang lebih besar, dan masih mencari-cari pasar yang dapat untuk transhipment internasional”.
Menurut Riza, realisasi itu adalah sebagian kargo yang tadinya transit di Singapura. Sejak bulan Februari 2019, JICT merupoakan satu-satunya terminal di Pelabuhan Tanjung Priok yang mampu layani kapal internasional yang hendak melakukan transshipment. Layanan itu dibuka setelah JICT dapat persetujuan dari Ditjen Bea & Cukai, sesuai dengan yang tertuang dalam surat KPU Bea Cukai Tipe A Tanjung Priok No S-2234/KPU.01/2018. Dalam surat itu pula, JICT ditetapkan menjadi dedicated area untuk perpindahan barang antarterminal (cross terminal movement) ke PT JICT dan TPK Koja.
Selama ini, Pelabuhan Tanjung Priok menjadi pelabuhan transshipment untuk kapal-kapal domestik dan intra Asia yang akan kirimkan kargo ke luar Indonesia. Dengan persetujuan otoritas kepabeanan, semua kapal dari luar negeri yang akan melakukan transshipment ke pelabuhan-pelabuhan di negara tujuan berikutnya dapat lewat JICT.
Sejauh ini, JICT sudah memberi layanan bagi kapal-kapal dengan rute langsung (direct service) ke beberapa pelabuhan di dunia, seperti Afrika, Australia, Eropa, dan Amerika Serikat. (Erick Arhadita)