JAKARTA – MARITIM : Mempertimbangkan munculnya keberatan dari asosiasi pelayaran rakyat dan pemilik kapal ikan, pemerintah menunda kewajiban penerapan sistem identifikasi otomatis (AIS/ Automatic Identification System) hingga 6 bulan mendatang, bagi kapal-kapal berukuran di bawah 300 gross tonnage (GT). Direktur Kenavigasian Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Basar Antonius mengatakan, draf penundaan pemberlakuan sanksi sedang disiapkan. Dengan kebijakan itu, kapal nonkonvensi berukuran paling rendah 35 GT dan kapal penangkap ikan mulai dari 60 GT yang belum memasang dan mengaktifkan AIS kelas B masih diperkenankan berlayar hingga 19 Februari 2020.
Akan tetapi bagi kapal-kapal yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (Solas), penegakan hukum tetap dilakukan mulai 20 Agustus sesuai Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No PM 7/2019. Katanya dalam seatu diskusi di Jakarta, Rabu (14/8/2019): “Pemerintah sangat permisif, kooperatif dan mengakomodir masukan dari pemangku kepentingan”.
Basar mengatakan bahwa permintaan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang meminta penangguhan karena kurang sosialisasi turut menjadi pertimbangan Kemenhub. Demikian pula keberatan Pelra karena keterbatasan modal. Ujarnya lebih jauh: “Namun dalam 6 bulan ke depan, pelayaran rakyat diminta berkoordinasi dengan perbankan untuk mendapat pinjaman lunak pengadaan AIS kelas B. Dengan harga berkisar Rp10 juta per unit, peralatan itu akan cukup terjangkau jika dibeli secara kredit dan dicicil dalam 6 bulan”.
Mengenai ketersediaan perangkat, Kemenhub sudah berkoordinasi dengan delapan vendor AIS kelas B yang terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Menurut Basar para vendor itu menyatakan siap menyuplai alat. Katanya: “Vendor sudah kami panggil berkaitan dengan kesiapan enam bulan ke depan. Pemerintah juga akan salurkan 100 unit AIS kelas B kepada kapal-kapal Pelra dan penangkap ikan di bawah 300 GT, sebagai bagian program BLU Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti).
Terkait hal tersebut, Agus H. Purnomo Dirjen Perhubungan Laut mengatakan bahwa pada dasarnya KKP setuju dengan mandatori pemasangan dan pengaktifan AIS, tetapi perlu tambahan waktu untuk melakukan sosialisasi kepada nelayan. Katanya: “Kemenhub sudah bertemu dengan KKP. Dalam pertemuan itu, KKP menyatakan harga AIS Kelas B tidak berat bagi pemilik kapal 60 GT ke atas”.
Sesuai PM 7, jika kapal yang berlayar di perairan Indonesia tak memasang dan mengaktifkan AIS, maka syahbandar akan menangguhkan penerbitan surat persetujuan berlayar. Selain itu jika nakhoda terbukti tak mengaktifkan AIS, certificate of endorsement/COE mereka akan dicabut. Belakangan, Direktur Perkapalan dan Kepelautan Sudiono menyatakan sanksi bagi nakhoda bukan pencabutan, melainkan penangguhan COE. (Erick Arhadita)