JAKARTA– MARITIM : Bank Indobesia Kemarau berkepanjangan, seperti yang sudah-sudah dipastikan akan menggerek inflasi lebih tinggi dibanding kondisi normal. Mengantisipasi kenaikan komoditas konsumsi, Bank Indonesia (BI) mengaku telah memperhitungkan pergerakan harga di tengah kemarau panjang yang melanda sebagian besar wilayah di Indonesia
Demikian Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (22/8), bersama Anggota Dewan Gubernur BI mengenai hasil Rapat Dewan Gubernur BI Agustus 2019 mencakup asesmen perekonomian Triwulan II-2019, di Gedung BI.
Ia mengaku,kemarau panjang kali ini turut merevisi angka inflasi yang sebelumnya di batas bawah kisaran 3,1 persen, menjadi lebih tinggi. Tapi, angka inflasi yang direvisi itu, tidak lebih tinggi dari batas atas yaitu hanya sekitar 3,3 persen. Maksudnya, kalau sebelumnya diprediksi angka inflasi akan ke batas bawah 3,1 persen , sekarang mungkin 3,2 perseb atau menuju 3,3 persen karena dampak kemarau panjang.
“Angka ini masih di bawah 3,5 persen,” kata Perry. Menurut Perry, berdasarkan pantauan kantor perwakilan BI di sejumlah wilayah, musim kemarau ini memang mempengaruhi kenaikan harga bahan pangan utama, misalnya harga cabai rawit dan cabai merah yang berpotensi mengerek laju inflasi. Tapi harga beberapa pangan lain, seperti beras masih tercukupi. “Insyaallah dalam dua bulan ini sudah mulai panen, khususnya di wilayah Semarang termasuk Sumatera Utara,” kata dia.
Perkiraan ini lanjut Perry, Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) juga sudah memastikan pasokan lebih dari cukup. Saat ini, stok beras yang ada di Bulog sebanyak 2,5 juta ton dan akan bertambah hingga akhir tahun menjadi tiga juta ton. Jadi dampak dari kemarau panjang ini, hanyalah sementara.
Sebab kata Perry, Pemerintah juga sudah mengantisipasi dampak kemarau panjang yang bisa berimbas pada kenaikan harga bahan-bahan pokok. Koordinasi menjadi langkah utama pemerintah dalam mengendalikan harga-harga pangan.”Pak Menteri Perekonomian sudah melakukan rapat koordinasi bagaimana langkah-langkah antisipatif terhadap dampak kemarau panjang ini. Tentu saja langkah-langkah koordinasi itu untuk memastikan pasokan bahan pangan dan terkendalinya harga-harga pangan,” ujar Perry.
Sementara bicara tentang Suku bunga acuan BI atau BI 7days reverse repo rate , dibulan Agustus ini turun 25 basis poin menjadi 5,5. Penurunan ini merupakan yang kedua kali setelah penurunan pertama pada Juli lalu.
Diakui, pemangkasan bunga acuan ini akan mempengaruhi pada bunga kredit perbankan nasional. Harapannya, dengan turunnya suku bunga ini maka penyaluran kredit bisa lebih kencang. Maksudnya, bunga kredit yang turun ini akan dorong penyaluran kredit, karena likuiditasnya cukup.
“Kita ingin mendorong permintaan kredit korporasi dan rumah tangga, maka itu kita turunkan bunga acuan 25 bps,” ujar Perry .
Diungkapkan, hingga saat ini suku bunga kredit perbankan secara rata-rata telah turun 6 basis poin (bps) dan akhir tahun diharapkan bisa turun lebih cepat. Sedangkan, suku bunga kredit di perbankan juga terus mengalami penurunan. Hal ini tercermin dari tahun lalu hingga tengah tahun ini, saat BI menaikkan bunga acuan hingga 175 basis poin, justru bunga kredit perbankan terus mengalami penurunan.
Menurut Perry secara year on year hingga Agustus ini suku bunga kredit kemungkinan sudah turun 30 bps, khususnya modal kerja, investasi dan kredit konsumsi.Berdasarkan data uang beredar BI pada Juni 2019 suku bunga kredit tercatat 10,73 persen turun 3 bps dibandingkan pada bulan sebelumnya. Juga, rata-rata tertimbang suku bunga simpanan berjangka tenor satu bulan 6,76 persen dari sebelumnya 6,82 persen. Kemudian tenor enam bulan 7,26 persen dari sebelumnya 7,31 persen.
Suku bunga simpanan berjangka tenor tiga bulan tercatat relatif stabil sebesar 6,79 persen. Sementara suku bunga simpanan berjangka waktu 12 bulan naik menjadi 7,05 persen dan 24 bulan meningkat menjadi 7,34 persen. (Rabiatun)