JAKARTA-MARITIM : Untuk mengatasi persoalan kemacetan lalu lintas dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok, pemerintah perlu segera menerapkan booking system berbasis industri 4.0, terutama menyangkut sistem tracking untuk armada truk yang akan bergerak. Karena selama ini yang ada di lapangan sistem tracking tersebut masih diberlakukan secara manual.
Kepala Suku Dinas (Kasudin) Perhubungan Jakarta Utara, Benhard Hutajulu, menyatakan usulan tersebut saat berbincang-bincang dengan tabloidmaritim.com, soal mengatasi kemacetan lalu lintas dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok, di ruang kerjanya, di Jakarta Utara, akhir pekan lalu.
Menurutnya, di lapangan saat ini masih ada empty container yang mencari-cari muatan di kawasan Priok. Padahal, eranya sudah industri 4.0, makanya perlu pembenahan dari segi software maupun infrastruktur. Yang mana juga kapasitas jalan tidak bertambah, sementara volume terus meningkat, seiring dengan semakin berkembang dan membaiknya perekonomian di Jakarta Utara atau di nasional.
Ditambahkan, saat ini infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah sudah cukup nyaman, tapi untuk destinasi ke Pelabuhan Priok masih belum optimal. Karena akses jalan yang tersedia hanya baru tersuplai ke operator Koja saja. Sedangkan di Pelabuhan Tanjung Priok mencapai 4-5 terminal operator.
Contoh pertama, kata Benhard, truk yang membawa barang ekspor dari arah Barat, pasti keluar/turun di depan Kantor Walikota Jakarta Utara (GT Kebon Bawang). Tidak ada akses lain. Sementara untuk sampai ke Pelabuhan Tanjung Priok masih bertemu dengan beberapa kali persimpangan dan kendala lainnya. Sehingga semua tumpah ke jalan Yos Sudarso lalu timbul macet.
Contoh kedua, jika datang truk dari arah Timur lalu keluar di GT Cilincing, untuk menuju ke Pelabuhan Tanjung Priok harus melalui akses jalan biasa berbaur dengan kendaraan lainnya. Karena akses langsung untuk masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok tidak tersedia.
“Maka dari itu, saya mengusulkan booking system berbasis industri 4.0 bagi truk yang akan bongkar muat komoditi ekspor dan impor dari dan ke Pelabuhan Tanjung Priok. Sehingga komprehensif solusinya. Dengan begitu juga saat pulang truk tidak dalam keadaan kosong muatan. Lebih efisien dan biaya logistik kita yang tinggi akhirnya juga bisa ditekan. Hal seperti ini sebenarnya dapat kita tata dengan memanfaatkan industri 4.0,” urai Benhard.
Dia menilai, khusus untuk di Dryport Cikarang, kondisinya sudah cukup nyaman. Karena truk yang pergi dan pulang sudah mengantongi muatan hingga 40%. Hal itu terjadi karena pihak Dryport Cikarang mengelola sendiri muatannya. Mulai dari mengambil barang sampai mengantar langsung sampai ke usernya.
Di sisi lain, Benhard mengaku, permasalahan kemacetan yang hampir rutin terjadi di kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, tidak dapat diselesaikan sendiri hanya oleh Suku Dinas Perhubungan Jakarta Utara saja.
“Permasalahan kemacetan di Tanjung Priok merupakan masalah nasional. Karena itu, pemerintah pusat lewat Kementerian Perhubungan, BPTJ dan instansi terkait lainnya perlu duduk bersama ikut terlibat menyelesaikannya,” ucapnya.
Ditambahkan, pihaknya akan merasa senang jika pelabuhan sudah mulai memikirkan untuk menerapkan industri 4.0. Bahkan untuk itu juga pihaknya tak segan mengirim surat ke beberapa instansi terkait agar mulai menerapkan pola booking system tersebut.
Sejauh ini, Sudin Perhubungan Jakarta Utara sudah beberapa kali mengadakan rapat koordinasi dengan pemerintah pusat. Di sisi lain, pihak pengelola pelabuhan juga sudah mulai memikirkan dan menjalankan pola internet of thing (IOT) industri 4.0.
Saat ini armada truk yang wara wiri di Tanjung Priok mencapai 7.000 unit. (Muhammad Raya)