MANILA – MARITIM : Indonesia terus menunjukan peran aktifnya di dunia internasional dalam upaya perlindungan lingkungan maritim, dengan mengirim delegasi menghadiri Pertemuan The Second High-Level Regional Meeting of Marine Environment Protection of South East Asia Seas Project (MEPSEAS) yang dihelat di the New World Manila Bay Hotel, Manila, Filipina selama tiga hari, Selasa 27 – 29 Agustus 2019.
Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, yang mengirim delegasi dipimpin Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha, dalam pertemuan yang dihadiri perwakilan dari tujuh negara ASEAN yang terlibat dalam MEPSEAS, yakni Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Selain ketujuh negara tersebut, hadir pula perwakilan dari IMO dan Norwegia/NORAD serta strategic partners, diantaranya ASEAN Secretariat, Tokyo MOU Secretariat, PEMSEA, Federation of ASEAN Shipowners Association serta Woman in Maritime (WIMA) Asia.
Arif menjelaskan, MEPSEAS merupakan salah satu kegiatan kerjasama yang digawangi oleh International Maritime Organization (IMO) dengan dukungan dana dari Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD). Tujuannya, untuk meningkatkan perlindungan lingkungan maritim di kawasan Asia Tenggara.
Proyek yang akan berlangsung selama empat tahun, mulai tahun 2018 sampai dengan 2021, melibatkan tujuh negara ASEAN tersebut.
Menurut Arif, ini merupakan kelanjutan dari IMO/NORAD Project on Ratification and Implementation of IMO’s Marine Environmental Convention in Sub-Asia Region (2014-2018).
“Fokus dari proyek ini ada empat instrument IMO di bidang perlindungan lingkungan maritim, yaitu Anti Fouling System Convention (AFS), Ballast Water Management Convention (BWM), MARPOL, dan London Convention/Protocol,” kata Arif.
Adapun pertemuan kali ini, lanjut Arif, merupakan pertemuan kedua antara Maritime Administrators negara-negara yang terlibat dalam Project, Tim Nasional, serta Tim IMO yang bertujuan untuk berbagi pengalaman akan perkembangan Project selama satu tahun terakhir.
“Pembahasan kali ini yaitu perkembangan Project selama satu tahun terakhir, apakah sesuai dengan Roadmap implementasi yang telah disepakati oleh masing-masing negara pada pertemuan sebelumnya di Bali bulan Juni tahun 2018 lalu,” katanya.
Arif menjelaskan, Project ini, fokus dari Pemerintah Indonesia yaitu implementasi Konvensi AFS telah diratifikasi pada tahun 2014 melalui Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2014 dan Konvensi BWM yang telah diratifikasi pada tahun 2015 dengan Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2015.
Dikatakan pada pertemuan ini, Indonesia telah menyampaikan antara lain terkait update National Action Plan dan National Work Programme, pengiriman empat orang trainee untuk mengikuti Regional Workshop of Train-the-Trainer di Singapura pada tanggal 28-30 Mei 2019, pelatihan atau training nasional mengenai hukum, kebijakan dan reformasi kelembagaan, Policy and Institutional Reform (LPIR) pada tanggal 29 Juli – 1 Agustus 2019 bertempat di STIP Jakarta.
“Dan terakhir, kita sampaikan juga hasil pembahasan tentang Same Risk Area (SRA) pada ASEAN Maritime Transport Working Group ke-38 di Singapura pada tanggal 21-23 Agustus lalu,” ujar Arif.
Sejalan dengan Project ini, lanjutnya, Indonesia juga sedang melakukan Port Biological Baseline Surveys (PBBS) terhadap empat Pelabuhan Utama, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Batam, serta Pelabuhan Makassar.
“Survey ini kami harapkan dapat diselesaikan akhir tahun ini, sehingga kita dapat memperoleh data spesies atau biota di perairan tersebut, yang nantinya akan menjadi dasar bagi penerapan BWM dan juga untuk penetapan SRA,” tutup Arif. (Rabiatun)