JAKARTA = MARITIM : Terkait dengan penghentian pengiriman limbah B3 dari Batam ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) sejak 29 Januari 2019 lalu oleh Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Batam, dampak yang terjadi saat ini adalah menumpuknya container limbah di kawasan-kawasan industri di Batam, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.
Untuk itu, Ditjen Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin mengadakan rapat pembahasan permasalahan pengiriman limbah di Batam bersama instansi terkait, dengan pimpinan rapat Irjen Kemenperin Komjen Polisi Setyo Wasisto.
Rapat pada Selasa (27/8), di Jakarta, itu juga menghadirkan nara sumber HKI, KLHK, Kemenhub serta Bea dan Cukai. Lalu BP Batam, Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam, Asosiasi Pengolah Limbah (Aspel).
Perkara ini mencuat setelah adanya pemeriksaan oleh KPK terhadap 3 container pengangkut limbah B3 di Pelabuhan Tanjung Priok yang dikirimkan ke Batam dan diduga limbah tersebut berasal dari luar negeri.
“Sampai saat masih dilakukan penyelidikan terhadap 3 container tersebut. Namun rapat pada 16 Agustus 2019 lalu di Pokja 4 Kemenko Kemaritiman sudah disepakati bahwa pengiriman limbah B3 dari Batam ke TLDDP sudah dapat dilakukan,” ujar Irjen Kemenperin Komjen Polisi Setyo Wasisto.
Didampingi Dirjen KPAII Doddy Rahadi dan Direktur Perwilayahan Industri Ignatius Warsito, dijelaskan penyelesaiannya saat ini sudah dapat dilakukan pengiriman container limbah dari Pelabuhan Batu Ampar ke Pelabuhan Tanjung Priok. Namun kecepatan pengiriman masih lambat.
Permohonan kemudahan akses pada server festronik (e-manifest KLHK). Untuk mitigasi masalah penumpukan container diharapkan dapat diberlakukan e-manifest manual sampai waktu tertentu untuk dapat menormalkan jumlah container yang tertahan di Pelabuhan Batu Ampar.
Mewajibkan kapal-kapal untuk segera mengurus persyaratan untuk dapat mengirim container limbah sesuai ketentuan yang berlaku. Membangun tempat pembuangan limbah beracun baru terbesar di Indonesia.
“Rencana jangka panjangnya, PPLI Cileungsi Bogor telah overload. Pembangunan tempat pembuangan limbah beracun di lokasi untuk mengefektifkan produktivitas. Banyak perusahaan yang berminat untuk membangun tempat pembuangan limbah beracun namun terhalang belum adanya NSPK pembangunan oleh KLHK,” ujar Doddy didampingi Warsito.
Dampak dari peristiwa ini terjadi penurunan proses produksi bagi perusahaan industri penghasil limbah B3, karena sebagian besar TPS sudah tidak bisa menampung limbah sisa produksi. Di sisi lain, KPLI Kabil sudah melebihi kapasitas.
Penumpukan 66 container pengangkutan limbah B3 di Pelabuhan Batu Ampar mengganggu proses BM dan perusahaan mengalami kerugian karena harus membayar biaya-biaya. (Muhammad Raya)