SURABAYA – MARITIM : Munculnya wacana perdagangan komoditas fisik hasil laut lewat bursa, dengan sendirinya diperlukan sejumlah kajian dan harmonisasi terhadap peraturan yang sudah ada. Menurut Machmud, Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Peningkatan Daya Saing Kelautan dan Perikanan, perdagangan komoditas hasil laut lewat bursa sebenarnya sudah diwacanakan sejak lama. Namun, sejauh ini belum ada keputusan final terkait hal itu. Menurutnya: “Jadi, memang perlu dipelajari dulu harmonisasi antar peraturan yang ada. Apakah mungkin pakai misalkan, komoditas berjangka? Apakah memungkinkan seperti kopi atau coklat?”.
Harmonisasi aturan ini, ujar Machmud, meliputi aturan lintas kementerian dan juga aturan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Salah satunya terkait dengan retribusi yang wajib didapat daerah dari kegiatan pelelangan ikan yang bersifat fisik. Di samping itu, ada pula aturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Men KKP) yang mewajibkan pendaratan dan pencatatan hasil tangkapan ikan di pelabuhan, sebelum akhirnya dijual atau diekspor. Aturan ini juga sejalan dengan adanya larangan alih muat ikan di tengah laut. Ujarnya pula: “Betul, tak mungkin terjadi transaksi di tengah laut”.
Sebelumnya, Jakarta Futures Exchange (JFX) dan Kliring Berjangka Indonesia (KBI) disebut tengah menjajaki perdagangan fisik komoditas hasil laut untuk ditransaksikan melalui bursa.
Fajar Wibhiyadi Direktur Utama KBI mengatakan pihaknya melihat potensi yang cukup besar bagi komoditas hasil laut asal Indonesia, terutama ikan, untuk ditransaksikan melalui bursa. Sebab, Indonesia termasuk dalam 3 besar negara penghasil ikan terbesar di dunia, di bawah Tiongkok dan India.
Pungkas Fajar: “Kami tengah pelajari kemungkinan tersebut. Bagaimana kalau pelelangan terjadi di tengah laut? Asal sudah terjadi jual belinya, yang sudah tahu kapasitas dan pajak royaltinya, kenapa tidak kita melakukan transaksi di tengah laut? Untuk saat ini fihak kami hanya berharap, semoga dapat terlaksana”. (Erick Arhadita)