Tanpa Penguasaan Teknologi, Sulit Bagi Indonesia Capai Nilai Kemakmuran Yang Maksimal

Focus Group Discusion (FGD) ke-2 bertema Pembangunan Ranah Material-Teknological (Tata Sejahtera), yang digelar Aliansi Kebangsaan, Jumat (13/9).
Focus Group Discusion (FGD) ke-2 bertema Pembangunan Ranah Material-Teknological (Tata Sejahtera), yang digelar Aliansi Kebangsaan, Jumat (13/9).

JAKARTA — MARITIM :Tidak ada negara yang bisa makmur berkelanjutan, hanya semata-mata mengandalkan kekayaan sumber daya alam, termasuk Indonesia. Kecuali, kekayaan alam yang ada dikombinasikan dengan sentuhan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek).

Hal tersebut ditegaskan Ketua Umum Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo, saat membuka Focus Group Discusion (FGD) ke-2 bertema Pembangunan Ranah Material-Teknological (Tata Sejahtera), yang digelar Aliansi Kebangsaan, pekan lalu di Hotel Sultan.

Read More

Sebab lanjut Pontjo, daya sintas kemakmuran suatu bangsa akan jauh lebih terjamin, dengan mengandalkan sumberdaya kecerdasan. Dan itu sudah dibuktikan oleh banyak negara maju di dunia.

“Selama pemanfaatan iptek dan inovasi rendah, maka sulit bagi Indonesia untuk bisa menuju tingkat kemajuan yang signifikan,”tutur Ponco.

Lebih lanjut mengutip pandangan Presiden Soekarno, dikatakan, ciri perekonomian terjajah itu setidaknya ada tiga hal. Pertama negara tersebut dijadikan sumber bahan baku murah oleh Negara industri kapitalis. Kedua negara tersebut dijadikan sebagai pasar untuk menjual produk-produk hasil industry Negara-negara industry kapitalis. Dan ketiga negara tersebut dijadikan tempat memutar kelebihan capital dari negara-negara industri maju.

“Ternyata situasi perekonomian Indonesia hari ini belum banyak beranjak dari gambaran seperti itu,” tambah Pontjo.

Fakta lain kata Pontjo, 1keluhan Presiden yang disampaikan dalam berbagai pidatonya terkait hambatan kemakmuran yang ditimbulkan oleh gejala deindustrialisasi. Defisit anggaran perdagangan dan pembayaran, perangkap pendapatan menengah dan jebakan ekonomi ekstraktif. Sayangnya nyaris tak ada perhatian politik dan kebijakan strategis untuk melakukan transformasi perekonomian serta prioritas pengembangan industri.

Menurut Pontjo, untuk melepaskan diri dari situasi yang tidak menguntungkan tersebut, Indonesia harus mentransformasikan diri dari perekonomian berbasis ekstraktif, pertanian tradisional dan manufaktur konvensional menuju perekonomian berbasis pengetahuan dan teknologi (knowledge economy). Dan untuk mengubahnya, arah kebijakan pengembangannya bisa belajar dari bangsa lain, walau tentu tidak perlu sama.

“Cukup dengan memberi nilai tambah terhadap kekhasan potensi yang dimiliki kita,” jelasnya.

Contohnya, bagaimana peran iptek dalam berbagai lini pembangunan amat diperlukan. Lautan Indonesia yang luas membutuhkan sentuhan pengembangan teknologi dan industry kemaritiman, tanah yang subur membutuhkan bioteknologi dan agroindustry, tanaman pangan yang beragam perlu rekayasa teknologi pangan dan industry pengolahan.

Begitu pula dengan kekayaan mineral, menanti teknologi pertambahan dan teknologi material. Negeri yang indah perlu teknologi dan industry pariwisata, jiwa estetika yang kuat perlu teknologi dan industry kesenian, sumber energy terbarukan membutuhkan pengembangan teknologi dan industry energy alternative. Pun kekayaan keanekaragaman tanaman obat menunggu pengembangan teknologi dan insutri farmasi.

Untuk mengatasi problem tersebut, Pontjo menilai , pentingnya penguatan lembaga pendidikan dan lembaga riset untuk menghasilkan riset-riset yang memang banyak dibutuhkan oleh dunia usaha dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sayangnya, riset di Indonesia terlalu memusat pada lembaga riset negara sehingga kurang ada terobosan untuk membawa aktivitas dan hasil riset ke jantung masyarakat.

Menurut Pontjo, riset harus menjadi bagian organic dari dunia usaha. Pengembangannya bukan ditempuh dengan menambah terus lembaga riset negara tetapi harus mendorong pembudayaan riset-inovasi di dunia usaha dengan berbagai kerangka kebijakan fiscal seperti insentif pajak dan permodalan.(Rabiatun)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *