BPLK Semarang Bertekad Jadi Barometer BLK dan Dunia Usaha

Dodi Suhardiyono menunjukkan salah satu hasil kreasi siswa Kejuruan Fashion Technology.
Para siswa Kejuruan Fastech lagi membuat pola dalam suasana belajar yang inspiratif.

JAKARTA – MARITIM : Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang, Jawa Tengah, membuat prestasi baru di kancah dunia internasional. Prestasi yang membanggakan ini diukir melalui kreasi baru karya lulusan BBPLK Semarang yang tampil dalam ajang fashion show internasional di Paris, Perancis, pada 29 September 2019.

Dalam acara bertajuk “La Mode Sur La Seine a Paris” yang digelar oleh Indonesian Fashion Chambers (IFC) ini, kreasi desainer pemula yang baru lulus dari BBLK Semarang tampil bersama karya 17 desainer Indonesia terkenal lainnya. Tujuannya untuk mempromosikan kreasi desainer Indonesia dan menggaungkan potensi industri fashion Indonesia di pasar global melalui Eropa yang berpengaruh besar terhadap industri fashion dunia.

Read More

Fashion show akan berlangsung di kapal pesiar yang menyusuri Sungai Seine mengelilingi kota Paris, akan dihadiri 400 undangan terdiri dari buyer dan media internasional. Momentum ini akan membuka peluang kerjasama bisnis antara desainer dengan buyer dan media internasional dari berbagai negara.

Dalam acara bergengsiini, BBPLK Semarang menampilkan koleksi busana bertema “Arang Kasembadan”.  Kreasi baru yang menampilkan 10 desain batik khas Ungaran, Kabupaten Semarang, ini didominasi warna hitam dan putih yang dikombinasi dengan tenun lurik Yogyakarta.

Nasrul Arif dan Hasti Izzatul Ummah bersama model yang mengenakan koleksi busana bertema “Arang Kasembadan” hasil kreasi siswa BBPLK Semarang.

Kreasi baru ini dimotori oleh Nasrul Arif dan Hasti Izzatul Ummah bersama 6 teman lainnya. Mereka lulusan BBPLK Semarang jurusan Fashion Technology (Fastech) setelah mengikuti pelatihan selama 3 bulan. Baru sebulan lulus tapi berhasil membuat prestasi yang membanggakan.

Dalam fashion show di Paris ini, Kepala BBPLK Semarang Edi Susanto akan hadir bersama Ketua Jurusan Fashion Technology Wika Watiningsih dan Kepala Seksi Pemberdayaan Purwatiningsih. Sambil berlayar di kapal pesiar, ketiganya akan menjelaskan koleksi busana “Arang Kasembadan” hasil kreasi siswanya.

Hasil 3R

Keberhasilan BBLK Semarang meraih prestasi ini tidak lepas dari program pemerintah (Kementerian Ketenagakerjaan) yang telah merealisasikan 3R (Reorientasi, Revitalisasi dan Rebranding) terhadap sejumlah BLK (Balai Latihan Kerja) milik pemerintah.

Upaya ini dilakukan untuk memfokuskan penyediaaan SDM melalui pelatihan berbasis kompetensi (PBK), sehingga arahnya lebih jelas sesuai kebutuhan prioritas pasar kerja dan industri.

Program yang dilakukan sejak 2016 ini untuk mempercepat proses penyediaan SDM yang kompeten di beberapa bidang kejuruan prioritas. Sekaligus meningkatkan daya saing lulusan BLK sesuai kebutuhan pasar kerja di dalam dan luar negeri.

Saat ini ada 5 BLK yang telah melakukan 3R, sehingga namanya pun berubah menjadi Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK), yakniBBPLK Bandung, Serang, Bekasi, Semarang dan BBPLK Medan.

BLK Semarang yang semula memiliki 9 kejuruan dengan unggulan menjahit kini difokuskan hanya dua kejuruan, yakni Fashion Technology (Fastech) dan Bisnis Manajemen. Dengan fokus dua kejuruan ini, BBPLK Semarang bertekad mampu mencetak perancang-perancang mode bertaraf nasional, sertadapat melahirkan tenaga-tenaga bisnis manajemen yang handal.

Sejak dilakukan 3R pada akhir 2017, bangunan BLK yang terletak di Jl. Majapahit, Semarang, ini direnovasi disesuaikan dengan kebutuhan.Untuk kejuruan Fastech, dibangun sejumlah ruangan khusus yang bernuansa fesyen, seperti tempat belajar yang inspiratif, panggung cat walk  untuk peragaan busana, dan ruangan untuk fotografi.

“Mereka belajar tidak di kelas seperti siswa umumnya, tapi duduk-duduk santai, bahkan bisa sambil senderan atau tiduran dengan bantal khusus,” kata Dodi Suhardiyono, Kabid Penyelenggaraan dan Pemberdayaan BBPLK Semarang yang mendampingi Maritim meninjau BBPLK tersebut, Senin (23/9/2019).

Program ini, kata Dodi, dibarengi dengan revitalisasi instruktur, baik jumlah dan kualitasnya sesuai kebutuhan. Banyak instruktur dari BLK lain dipindah ke Semarang untuk memenuhi kebutuhan kedua kejuruan tersebut.

Bersamaan dengan ini, BBPLK Semarang bekerjasama dengan IFC  (Indonesian Fashion Chambers) untuk mengembangkan SDM di bidang desain kreasi, produksi dan marketing (distribusi) yang dikemas menjadi Fashion Technology (Fastech). Hasilnya ternyata tidak mengecewakan, sehingga  BBPLK dan IFC sepakat untuk menampilkan kreasi busana siswa kejuruan Fastech dalam ajang fashion show internasional di Paris.

Keberanian tampil di pusat mode dunia itu didasari pengalaman dalam ‘Muslem Fashion Festival’ (Muffest) pada Mei 2019 di Jakarta Convention Centre (JCC). Saat itu siswa BBPLK Semarang menampilkan koleksi busana ‘Svarga’ yang berhasil memikat buyer dari Timur Tengah.

Tampilnya karya siswa BBPLK Semarang di fashion show internasional, merupakan tonggak sejarah fenomenal yang perlu terus ditingkatkan di masa mendatang. Sehingga BBPLK Semarang akan dapat menjadi barometer bagi BLK-BLK lainnya maupun dunia usaha, khususnya dalam pengembangan dunia mode.

Dalam waktu dekat, BBPLK Semarang juga akan menyelenggarakan lomba calon perancang mode (desainer) yang akan diikuti 200 peserta. Lomba bertajuk ‘Fashion Paradise’ yang akan berlangsung 12 Oktober 2019 di Semarang ini diselenggarakan oleh BBPLK Semarang bersama Karya Lintas Cipta (KLC) dan Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia (APPMI). Tujuannya untukmemacu perkembangan dunia mode di kalangan pemula, sehingga akan diketahui potensi bakat-bakat desainer-desainer muda yang perlu dikembangkan.

20 Paket

Lebih jauh Dodi menjelaskan, di tahun2018 Kejuruan Fastech BBPLK Semarang menyelenggarakan 8 paket pelatihan (3 bulan/paket). Satu paket (kelas) terdiri dari 16 siswa, sehingga total 128 lulusan telah memiliki kompetensi di bidang fashion technology. Untuk tahun 2019, pelatihan serupa akan diselenggarakan dalam 12 paket (192 orang).

“Semua program pelatihan telah divalidasi, sehingga  semua lulusan kejuruan Fastech akan mendapatkan sertifikat kompetensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP),” kata Dodi yang telah 32 tahun mengabdi di BLK.

Dengan memperoleh sertifikat kompetensi bukan berarti lulusan BBPLK harus mencari pekerjaan, tapi diharapkan mampu menjadi perancang busana/desainer yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan. “Kita harapkan lulusan BBPLK akan menjadi wirausaha di bidang tata busana, mulai dari kreasi, produksi sampai distribusi atau pemasaran,” tandasnya.

Dodi Suhardiyono menunjukkan salah satu hasil kreasi siswa Kejuruan Fashion Technology.

Tentang instruktur, Dodi yang mewakili Kepala BBPLK Semarang Edi Susanto menjelaskan, saat ini jumlahnya ada 34 orang dan dalam waktu dekat akan tambah 5 orang lagi. “Idealnya 40 orang, jadi jumlah ini sudah mendekati,” ujarnya.

Dikatakan selanjutnya, peserta kejuruan Fastech berasal dari berbagai daerah, kecuali Papua karena tiketnya mahal. Peminatnya melimpah, karena pelatihan secara gratis (biaya ditanggung pemerintah). Bahkan permintaan dari Bupati Lubuk Sikaping, Sumatera Barat, terpaksa ditolak karena pesertanya terbatas dan kuotanya sudah terpenuhi. Seluruh siswa diasramakan (bording).

Melimpahnya peminat untuk menjadi perancang mode, maka seleksi calon siswa dilakukan lebih selektif. Di antaranya harus memenuhi 3 persyaratan, yakni berpengalaman menjahit atau tata busana, memiliki bakat fesyen dan menguasai komputer.Sehingga mereka akan lebih mudah memahami

Meski saat ini dinilai telah berhasil, namun Dodi masih punya impian untuk mengembangkan Kejuruan Fastech.“Perkembangan mode pasti diikuti dengan trend asesoris, tata rias atau kecantikan yang terus berkembang,” tuturnya.

Di beberapa ruangan, terdapat berbagai jenis busana hasil kreasi siswa BBPLK, baik yang digantung maupun dipasang di patung-patung, layaknya pameran busana. Tentang hal ini, Dodi menjelaskan pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena busana itu hasil karya siswa (praktek) yang dibiayai negara. Hingga sekarang belum ada aturan yang mengatur penggunaan barang itu mau diapakan atau dikemanakan.

“Kalau dijual nanti kita akan kena pasal (pidana),” ujarnya.Untuk itu, ia berharap pemerintah segera mengeluarkan peraturan yang jelas dalam hal pemanfaatan atau penggunaan barang-barang hasil karya siswa tersebut agar tidak semakin menumpuk yang jumlahnya kian bertambah banyak.   (Purwanto).

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *