JAKARTA – MARITIM : Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK) yang dibangun pemerintah sejak 2 tahunyang lalu telah membawa hasil positif. Melalui pelatihan dari berbagai jenis kejuruan, para peserta memperoleh ketrampilan sebagai bekal mendapatkan pekerjaan atau usaha mandiri yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain.
“Dari peserta latihan tahun pertama di 2018 sebanyak 80 orang yang dilaksanakan dalam 5 paket, 60 persen di antaranya terserap di pasar kerja dan sebagian lainnya berusaha mandiri,” kata Muchamad Yaki Pamungkas, Kepala BLKK Pondok Pesantren (Ponpes) ‘Edi Mancoro’, yang berlokasi di Gedangan, Tuntang, Kab. Semarang, Jawa Tengah.
BLKK yang dibangun tahun 2017 di sebelah Pondok Pesantren itu lokasinya agak jauh dari keramaian kota Semarang. BLK ini hanya memiliki satu kejuruan, yakni TIK (Teknologi Informasi & Komputer). Kalau dalam tahun 2018 masih setingkat basic office, pelatihan tahun 2019 ditingkatkan menjadi COA (Computer Operator Assistant).
“Jadi kemampuan mereka sudah setingkat desain grafis,” kata Pamungkas kepada Maritim yang mengunjungi BLKK tersebut Senin (22/9) lalu.
BLKK Ponpes Edi Mancoro merupakan salah satu dari 205 BLK yang dibina Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Semarang. “Saat ini tengah dibangun 39 BLK lagi. Jadi total ada 244 BLKK binaan BBPLK Semarang yang lokasinya bukan saja di Jawa Tengah, tapi juga di Jawa Timur,” kata Rusdianto, Koordinator BLKK yang dibina BBPLK Semarang.
Seperti diketahui,dalam upaya memecahkan pengangguran dan memperluas lapangan kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sejak tahun 2017 melakukan terobosan dengan membangun BLKK yang saat ini jumlahnya mencapai 1.125 unit. Tahap pertama (2017) dibangun 50 BLK untuk melatih 5.000 orang dantahun 2018 dibangun 75 BLK untuk melatih 7.500 orang.
“Sukses membangun 125 BLKK dengan melatih 12.500 orang dalam berbagai kejuruan, tahun ini pemerintah membangun lagi 1.000 BLKK dengan anggaran Rp 1 triliun untuk melatih 32.000 orang dalam 10 kejuruan. Pembangunan BLKK ini bukan hanya untuk komunitas pesantren, tapi juga untuk basis agama lainnya, termasuk masyarakat sekitar yang membutuhkan, “ kata Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kemnaker, Bambang Satrio Lelono, kepada Maritim beberapa waktu yang lalu.
Biaya pembangunan BLKK yang dialokasikanRp 1 miliar/unit digunakanuntuk membangunan workshop, pelatihan untuk pengelola BLK dan instruktur, peralatan dan sarana pendukung, serta biaya operasional BLK.Meski ditetapkan 10 kejuruan, namun BLKK dibebaskan memilih satu kejuruan yang diinginkan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya kejuruan otomotif, teknik las, listrik, teknologi informasi, pengolahan hasil pertanian/perikanan, pariwisata,atau industri kreatif.
Dalam operasionalnya, pemerintah memberikan pendampingan selama 3 tahun dan selanjutnya dievaluasi untuk diarahkan menjadi BLK mandiri seperti halnya lembaga pelatihan swasta.
Peserta melimpah
Lebih jauh Kepala BLKK Ponpes ‘Edi Mancoro’ menjelaskan, untuk angkatan pertama yang dimulai tahun 2018 pelatihan diikuti 80 peserta yang dilaksanakan dalam 5 paket. Tiap paket pelatihan selama 1,5 bulan diikuti 16 peserta, dimana 40% dari para santri di ponpes tersebut sedang 60% lainnya dari masyarakat sekitar.
Dia mengakui, di awal operasional peminat pelatihan tidak banyak karena dalam sosialisasi pihaknya sulit mengubah stigma masyarakat bahwa lulusan BLK juga sulit mendapat pekerjaan. Tapi sekarang peminatnya melimpah setelah masyarakat meyakini bahwa ketrampilan yang diperoleh dalam pelatihan memudahkan untuk mencari pekerjaan atau berusaha mandiri.
Kini, kata Pamungkas, masyarakat yang ingin mengikuti pelatihan di BLKK makin melimpah. Untuk satu paket peminat bisa lebih dari 50 orang, padahal kuotanya hanya untuk 16 orang. Apalagi kejuruan TIK telah ditingkatkan dari basic office menjadi VOA (Computer Operator Assistant). Dari 6 paket pelatihan yang dilaksanakan tahun ini, paket ke-5 kini masih berlangsung dan akan berakhir 7 Oktober 2019.
Mereka yang telah lulus pelatihan 2018 dan mendapat sertifikat kompetensi, sebagian besar terserap di berbagai sekolah swasta, baik sebagai guru maupun tata usaha. Sedang lainnya membuka usaha, terutama kegiatan yang terkait dengan keahlian teknik komputer.
“Dengan memiliki printer, usaha mandiri bisa dilakukan di rumah. Banyak mereka yang mendapat order membuat undangan untuk hajatan atau kepentingan lainnya. Dari keberhasilan ini, masyarakat lainnya kini banyak yang tertarik ikut pelatihan di BLKK,”sambung Pamungkas.
Dia mengaku belum menerima laporan lulusan BLKK yang diterima bekerja di perusahaan atau industri. “Kami akan melakukan kerjasama dengan perusahaan sekitar untuk membantu penempatan lulusan BLKK yang ingin bekerja di perusahaan,” ujarnya. (Purwanto).