Tarif Angkutan Penyeberangan Antar Provinsi Naik 28%

Dirjen Hubdat Budi Setiyadi memberi keterangan kepada awak media
Dirjen Hubdat Budi Setiyadi memberi keterangan kepada awak media

JAKARTA – MARITIM : Disebabkan oleh adanya perubahan skema perhitungan tarif baru, maka tarif angkutan penyeberangan mengalami penyesuaian, yakni naik 28%. Kata Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi dalam Rapat Uji Publik RPM Mekanisme Penetapan dan Formula Perhitungan Tarif serta Penyesuaian Tarif Angkutan Antarprovinsi di Jakarta, Selasa lalu: “Rerata 28% secara keseluruhan. Kan ada beberapa lintasan, dari 10, 20, dan 30%, jadi rerata 28%”.

Menurut Dirjen Hubdat, selama 16 tahun belakangan ini tidak ada perubahan formulasi pentarifan angkutan penyeberangan, sementara regulasinya sendiri tidak berubah dalam 2,5 tahun terakhir. Seperti diketahui, formulasi pentarifan angkutan penyeberangan antar provinsi diatur dalam KM 58 Tahun 2003 tentang Mekanisme Penetapan Dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan.

Sementara payung hukumnya tercantum dalam Permen No. 30 Tahun 2017 tentang Tarif Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan Lintas Antarprovinsi. Ujarnya: “Dengan begitu, regulasi tentang tarif angkutan penyeberangan sudah 2,5 tahun, sedang fomulasinya sudah 16 tahun, yang berarti sudah cukup lama. Jadi acuan penyesuaian tarif, termaktup dalam harga pokok penjualan yang ditarik dari modal dan investasinya”.

Tak Seimbang

 Imbuh Dirjen Budi: “Sebagai contoh, untuk tarif penyeberangan antarprovinsi jarak pendek di jalur Ketapang-Gilimanuk, yakni Rp.6.500 per penumpang, sementara untuk operator hanya Rp.2.800 dan sisanya untuk biaya sandar dan lainnya. Jadi rasionya sangat kecil, pada hal, saat ini orang buang air kecil di difasilitas terminal penumpang, rerata sekitar Rp3.000 per orang, dan biaya parkir kendaraan sebesar Rp5.000 per unit. Ini ‘kan jadi tanggung jawab kita dalam menjaga keselamatan. Karenanya jangan diartikan sebagai kenaikan tarif semata-mata, tetapi ini merupakan nilai investasi keselamatan. Kalau kita mau sandingkan dengan yang tadi, maka besarannya enggak seimbang”.

Lebih jauh Dirjen Hubdat mengatakan pihaknya juga akan melakukan uji publik, dengan menampung aspirasi masyarakat yang melibatkan semua operator dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Ungkapnya: “Harapannya adalah bahwa walaupun ada kenaikan tetapi berdasar kemampuan masyarakat sekarang pada masa ini, jangan sampai masyarakat tak terakomodasi perwakilannya”.

Pada prinsipnya, lanjut Dirjen, regulasi ini dapat jadi timbal balik bagi operator, terutama untuk penambahan penghasilan di mana biaya pemeliharaan, perawatan, maupun aspek ekonomi. Ditekankan dengan kenaikan tarif diimbangi juga peningkatan aspek keselamatan, aspek pelayanan dan kenyamanan. Memungkasi penjelasan, Dirjen Hubdat berucap: “Saya harapkan kalau sudah seperti ini, kedepan nanti jangan lagi mendengar masih ada kejadian penumpang jatuh, mobil jatuh, semua harus diperbaiki”.

Ketua Gapasdap beri penjelasan ke awak media

Respons Pengusaha

Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan menyatakan kenaikan tarif penyeberangan rata-rata 28%, lebih rendah dari permintaan pengusaha yang menginginkan kenaikan tarif hingga 38%. Khoiri Sutomo Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) menuturkan pihaknya merupakan asosiasi yang usulkan kenaikan tarif penyeberangan, namun fihaknya tetap memperhatikan kebutuhan para konsumennya. Ujarnya pekan lalu: “Sebenarnya kami tak ingin jadi asosiasi yang memperjuangkan kepentingan operator semata. Gapasdap tetap memperjuangkan seluruh kepentingan stakeholders. Sebab apalah artinya kalau hitung tarif harus naik dua- tiga kali lipat, kalau konsumen tidak mampu membayar”.

Imbuh Ketua Umum Gapasdap, berdasar perhitungan harga pokok penjualan (HPP) minimal kenaikan tarif penyeberangan rerata seharusnya mencapai 38%. Usulan kenaikan tarif biaya penyeberangan lintas provinsi dilakukan dalam 3 tahun, dengan kenaikan 13% per tahun. Jelasnya: “Bilamana tidak terjadi kenaikan biaya-biaya di atas kendali pemerintah, tiba-tiba kenaikan BBM, itu di luar kemampuan, hingga kenaikan tarif ini nilai sangat wajar. Sebab di mosda transportasi lain, kenaikan tarif tak hanya menunggu 2,5 tahun, 2,5 menit saja sudah memungkinkan untuk naik 2 kali lipat”.

Masih menurut Khoiri Sutomo, operator penyeberangan menjadi pihak yang mendapatkan beban biaya tertinggi seperti terbebani biaya investasi, bahan bakar, serta perawatan kapal.

Khusus untuk variabel bahan bakar, terangnya, setiap operator sangat variatif, bebannya antara 30—50%, bergantung efisiensi masing-masing operator.

Memungkasi penjelasan, Ketua Gapasdap berucap:: “Di kami ada biaya perawatan kapal juga, terdapat keharusan docking kapal tiap 12 bulan sekali, saat ketika kapal digunakan ataupun kapal tidak beroperasi”. (Erick Arhadita)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *