JAKARTA – MARITIM : Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto, meluncurkan buku berjudul “Merajut Asa, Membangun Industri Menuju Indonesia yang Sejahtera dan Berkelanjutan”, di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin (14/10).
Industri selama ini konsisten jadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini karena sektor industri berperan penting dalam menciptakan nilai tambah, perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja. Sehingga mampu mendorong pemerataan pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Karena itu, pemerintah sekarang fokus merevitalisasi sektor industri melalui implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Ini juga jadi kesiapan kita memasuki era industri 4.0” katanya.
Melalui buku yang ditulisnya, Menperin ingin menyumbangkan saran dan pemikiran terhadap langkah-langkah strategis yang harus dilakukan oleh Indonesia, dalam rangka mendorong terwujudnya Indonesia sejahtera dan berkelanjutan. Buku setebal 186 halaman itu memuat beberapa peluang dan kemudahan untuk merajut asa pembangunan industri di Indonesia.
“Sebagai sebuah refleksi kebijakan, saya mencoba memaparkan best practice kebijakan industri di beberapa negara dalam buku ini. Industrialisasi membutuhkan sebuah ikhtiar untuk cita-cita kesejahteraan tanah air,” paparnya.
Airlangga mengungkapkan, buku tersebut juga menceritakan mengenai perjalanan dirinya di DPR, sebagai Ketua Pansus penyusunan UU Minerba, UU Perdagangan dan revisi UU Perindustrian.
“Mengapa buku ini penting? Karena mencatat hal-hal yang tidak tertulis di dalam UU itu sendiri. Jadi, banyak hal yang dibahas secara berbeda dan kita dapat mengetahui mengapa hilirisasi itu penting serta apa bedanya antara pemurnian dan pengolahan,” terangnya.
Selanjutnya, ketika diberi amanat sebagai Menperin oleh Presiden Joko Widodo, Airlangga mencoba memahami arahan-arahan Presiden. Yang kemudian dituangkan dalam program dan kebijakan.
“Alhamdulillah, secara perlahan beberapa kebijakan yang bertujuan untuk mengembangkan industri nasional dapat dilaksanakan,” ujarnya.
Khusus mengenai kesiapan menghadapi perkembangan industri 4.0, Kemenperin telah meluncurkan berbagai program yang adaptif terhadap era baru tersebut. Misalnya, pada 2017, menginisiasi pendidikan vokasi yang link and match antara SMK dengan industri.
Dalam upaya mendukung pelaksanaan Making Indonesia 4.0, pemerintah mengupayakan penguatan SDM melalui pendidikan vokasi industri. Hal ini sangat penting guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang trampil dan kompeten sesuai kebutuhan industri saat ini.
Hingga kini, melalui program link and match SMK dengan industri, Kemenperin telah memfasilitasi kerja sama sebanyak 1.753 SMK dan 608 industri dengan total 3.101 Perjanjian Kerja Sama (PKS) di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kemudian DIY, Jawa Barat, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Banten serta Sumatera Selatan.
“Program tersebut diapresiasi oleh Presiden Joko Widodo, hingga beliau menyatakan SDM Indonesia sebagai program penting pada periode berikutnya,” tegas Airlangga.
Ia menambahkan, penerapan Making Indonesia 4.0 telah melewati uji publik, termasuk di World Economic Forum. Sehingga ada komparasi antara pilihan-pilihan industri strategis dengan praktik di negara lain. Termasuk kebijakan super tax deduction juga dijalankan di negara-negara Eropa.
Tahun ini, kebijakan yang diusulkan Kemenperin mulai diimplementasikan, mulai dari pemberian super deduction tax untuk vokasi, R&D dan industri padat karya hingga kebijakan kendaraan listrik. Yang dalam waktu dekat akan menyusul lagi aturan tentang PPnBM Kendaraan.
“Kebijakan-kebijakan itu diusulkan sejak dua tahun lalu melalui proses berliku. Karena itu, kembali saya tekankan untuk berani berinovasi demi kemajuan industri Indonesia. Kemenperin juga tengah mendorong penerbitan Peraturan Presiden untuk mempercepat implementasi Making Indonesia 4.0.
Sementara Direktur INDEF, Enny Sri Hartati, sebagai salah satu penanggap dalam bedah buku menyampaikan, untuk jadi negara industri yang berhasil, sebuah negara harus memiliki industry policy. Karena itu sudah tepat bila Indonesia memiliki UU Perindustrian dan RIPIN,” ujarnya. (Muhammad Raya)