JAKARTA – MARITIM : Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Kominfo Rudiantara dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Jumat (18/10), meneken aturan Internasional Mobile Equipment Identity (IMEI).
Penekenan yang berlangsung di Kemenperin, Jakarta, itu jika tidak diatur dapat merugikan negara dalam jumlah besar. Karena ponsel yang masuk tidak bayar bea masuk. Buktinya, catatan Dirjen Bea Cukai, menyebutkan demikian.
Selama tiga tahun terakhir potensi kerugian negara sebanyak Rp143,68 miliar dari ponsel ilegal. Nilai itu hasil tangkapan petugas sekaligus akumulasi dari penindakan pada 2017 sampai Juni 2019 yang masing-masing tahunnya berjumlah Rp63,83 miliar, Rp16,35 miliar dan Rp63,50 miliar.
Pemerintah bertekad memberi perlindungan bagi industri ponsel, komputer dan tablet dalam negeri. Termasuk pada para penggunanya dari gempuran masuknya ponsel ilegal ke Indonesia.
Regulasi yang ditandatangi bersama itu meliputi Peraturan Menteri Perindustrian tentang Sistem Basis Data Identitas Perangkat Telekomunikasi Bergerak, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Pengendalian Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi yang Tersambung ke Jaringan Bergerak Seluler Melalui Identifikasi International Mobile Equipment Identity (IMEI) serta Peraturan Menteri Perdagangan tentang Perubahan Permendag No 38 tahun 2019 tentang Ketentuan Petunjuk Penggunaan dan Jaminan Layanan Purna Jual Bagi Produk Elektronika dan Produk Telematika.
“Peraturan menteri ini perlu dapat dukungan dari semua pihak terkait agar berjalan lancar. Semua kita sepakat peredaran perangkat ilegal di dalam negeri harus ditekan. Sehingga industri dalam negeri mampu berdaya saing tinggi dan penerimaan negara juga dapat dioptimalkan,” kata Menperin.
Dia berharap, melalui implementasi peraturan itu, industri elektronika di dalam negeri bisa mengurangi produk impor. Mengingat Indonesia punya pasar sangat besar dengan 60 juta ponsel per tahun.
Diungkapkan, dengan kesepakatan aturan tiga kementerian ini, beberapa investor berminat masuk ke Indonesia. Sebab, penerbitan kebijakan IMEI ini, industri para investor terproteksi dari pasar gelap. Di sisi lain, pelanggan juga akan terjamin.
Data Kemenperin menyebut, industri ponsel, komputer dan tablet (PKT) dalam negeri mampu memproduksi sebanyak 74,7 juta unit, meningkat 23% dari 2017sekitar 60,5 juta unit. Sementara dari neraca perdagangan menunjukkan tren positif. Dengan ekspor periode Januari-Agustus 2019 sebesar US$333,8 juta lebih tinggi dari impor pada periode sama senilai US$145,4 juta.
Saat ini diperkirakan, jumlah ponsel ilegal yang beredar di dalam negeri mencapai 9-10 juta unit per tahun. Bagi industri, dikhawatirkan akan berdampak hilangnya lapangan kerja serta terjadi depresiasi pabrik dan komponen lokal bernilai 10% dari biaya langsung produksi atau setara Rp2,25 triliun. Sedangkan potensi kerugian penerimaan negara dari pajak sebesar Rp2,81 triliun per tahun.
Disebutkan, data IMEI di Kemenperin mencapai 1,4 miliar dan aturan akan berlaku enam bulan ke depan sejak tanggal ditandatangani. Sistem ini aman dan tidak akan menggangu para pedagang dan pengguna, baik yang beli dari dalam maupun luar negeri, kecuali yang beli pasar gelap.
Mendag Enggartiasto menambahkan, untuk pengamanan produk itu disyaratkan punya buku pedoman dalam Bahasa Indonesia. Kalau tidak ada label dan pedoman Bahasa Indonesia, maka patut dicurigai sebagai barang black market, meskipun ujungnya adalah pada pendaftaran IMEI itu sendiri (pengecekan keasliannya.
Sedangkan Menteri Rudiantara menegaskan, pengguna ponsel tak perlu khawatir dengan aturan IMEI. Karena tidak ada perubahan di sisi pelanggan. Setelah 6 bulan, kemungkinan akan ada. (Muhammad Raya)