JAKARTA – MARITIM : Tahun depan, Pusat Industri Hijau Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan mendorong 100 lebih industri manufaktur nasional menerapkan Sertifikat Industri Hijau (SIH) dibanding sebelumnya yang hanya diikuti 40 perusahaan. Peningkatan ini diperlukan agar sejalan dengan upaya tranformasi menuju Circular Economy.
“Jika tahun lalu saja 40 perusahaan dapat menghemat energi sebesar Rp1,8 triliun dan menghemat air setara Rp27 miliar, maka dengan 100 lebih perusahaan sudah berapa penghematan di energi dan air yang bisa diberikan,” kata Kepala BPPI Kemenperin, Ngakan Timur Antara, pada kesempatan “Konsinyering Penyusunan Program dan Rencana Kerja Tahun 2020”, yang diselenggarakan Pusat Industri Hijau Kemenperin, di Jakarta, Senin (21/10).
Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin, Teddy C Sianturi, yang hadir pada kesempatan itu menilai, untuk tahun ada 151 perusahaan yang ikut. Sehingga jika ditargetkan 100 perusahaan ini sudah lebih.
Menurut Ngakan, SIH jadi acuan para pelaku industri dalam penerapan prinsip-prinsip industri hijau. Yang me. Yang memuat batasan aspek teknis dan manajamen. Aspek teknis mencakup bahan baku, energi, air, proses produksi, produk, limbah dan emisi gas rumah kaca (GRK).
Sementara batasan aspek manajemen terdiri dari kebijakan dan organisasi, perencanaan strategis, pelaksanaan dan pemantauan program, tinjauan manajemen, tanggung jawab sosial perusahaan dan ketenagakerjaan yang bertujuan untuk mewujudkan industri yang berkelanjutan.
“Industri hijau sudah menjadi icon Kemenperin sehingga kehadirannya perlu terus dipertahankan. Karena kita telah punya program green industry award dan green industry certificate. Maka dari itu kedua program ini jangan sampai hilang atau redup. Di mana UU No 3 tahun 2014 bahwa kemajuan ekonomi dan industri tidak merusak lingkungan dan meminimalisir dampak yang ada,” ujar Ngakan.
Tujuannya, industri dapat hemat dalam pemakaian bahan baku, energi dan sumber daya yang lain. Kemudian untuk memperkuat payung hukumnya dikembangkan SIH supaya ada keterikatan dan berlaku selama 4 tahun.
Sekarang, lanjutnya, BPPI diberi tugas membantu ditjen di Kemenperin menerapan industri 4.0 yang sudah sesuai dengan standar industri hijau. Agar tercapai efisiensi industri, produktivitas industri dan daya saingnya. Sebab dengan menghemat energi, air dan sumber daya lainnya dapat meneman cost. Sehingga tercipta daya saing dengan image produknya. Karena sudah menyelamatkan lingkungan dan konsumen.
Insentif industri hijau
Pada kesempatan sama, Ngakan dan Teddy sepakat di mana perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan industri hijau diberi insentif fiskal atau insentif non fiskal.
“Industri harus kita bantu dalam memperoleh insentif. Yang penting ke depan kita harus tetap konsisten dalam sikap dan program yang menurunkan emisi dan cost,” ujarnya.
Ngakan menyarankan, Pusat Industri Hijau segera melakukan pemetaan terhadap industri hijau yang memerlukan insentif termasuk kajiannya. Namun kajian itu jangan sampai terlalu lama.
“Pusat Industri Hijau dalam waktu dekat akan bertemu dengan BKF untuk membicarakan soal insentif ini. Untuk insentif non fiskal mungkin kami akan upayakan dalam pemberian P3DN, bimtek atau alat/bahan,” ucap Teddy.
Menjawab wartawan soal realisasi penyerapan anggaran Pusat Industri Hijau yang baru 48%, Teddy optimistis di akhir tahun angkanya dapat tercapai seperti yang diharapkan. Karena tahun lalu saja realisasi dari Pusat Industri Hijau mencapai 94%. Sementara pinta Ngakan untuk tahun ini ditargetkan 96%. (Muhammad Raya)